Share

48. Tidak Salah Orang

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 15:48:12
Lampu gantung ruang makan memancarkan cahaya kuning hangat, tetapi suasana itu tidak menjalar ke dua orang yang duduk saling berhadapan di meja makan. Piring mereka nyaris tak tersentuh. Hanya dentingan sendok sesekali memecah keheningan.

Aurelia menyendok nasi, tapi hanya untuk memindahkannya ke sisi piring. Sementara Gian tampak sibuk dengan potongan ayam di hadapannya, memotong dengan presisi yang terlalu tenang untuk suasana yang dingin ini.

Mereka tak bertukar pandang. Tak bertukar kata. Seolah kata-kata telah membeku bersama amarah yang tertahan.

Sampai akhirnya Aurelia menegakkan punggungnya. Suaranya terdengar pelan tapi tegas, seperti letupan yang sudah terlalu lama mendidih.

"Iya iya. Aku akan bilang ke Nathan… bahwa kau adalah suamiku."

Gian tidak langsung menoleh. Ia hanya berhenti memotong ayamnya, lalu menghela napas sebelum berucap pelan, nyaris seperti gumaman.

"Akhirnya aku diakui juga."

Aurelia mendengus. Matanya menatap Gian dengan kesal.

"Itu saja? Tidak ada hal lai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   51. Harus Pintar Jadi Istri

    "Pokoknya jangan mau kalah. Harus pinter-pinter jadi istri. Cowok tuh bakalan aman kalau kita sebagai cewek bisa muasin matanya, perutnya, dan tititnya."“Ti-tit?” Aurelia mengerutkan keningnya.“Burung, Lia. Burung yang ada di sangkarnya yang itu loh. Ngerti dong ya? Secara ‘kan kau sudah menikah.”Begitulah pesan terakhir Wulan sebelum mereka berpisah di gerbang kampus tadi. Suaranya lantang, tanpa filter, membuat beberapa mahasiswa lain yang lewat sempat melirik ke arah mereka. Tapi Wulan cuek. Sementara Aurelia hanya bisa terkekeh canggung, meski di dalam hati… kata-kata itu menancap dalam.Kalimat tersebut terus menggema bahkan saat ia sudah berada di rumah, berganti pakaian santai dan mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Ia melirik bayangannya sendiri di cermin: wajah polos tanpa riasan, kulit sedikit kusam karena begadang.Apa aku sudah cukup memuaskan mata suamiku? pikirnya pelan. Dan untuk urusan perut jelas belum.Aurelia mendengus kecil membayangkan ketidaksempurnaan yang ia m

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   50. Tentang Batasan Kerja

    Pagi itu, dapur rumah terasa hening. Hanya suara detik jam dinding dan bisik embusan AC yang terdengar.Aurelia duduk di kursi makan, mengenakan kemeja putih longgar dan celana linen abu, dengan rambut dikuncir asal. Tak ada aroma roti panggang. Tak ada telur rebus. Apalagi nasi goreng seperti biasanya.Di atas meja hanya ada satu cangkir teh melati hangat, uapnya naik perlahan seperti napas yang ditahan terlalu lama.Gian keluar dari kamar dengan iPad di tangan. Dasi belum terikat sempurna, tapi matanya terpaku pada layar. Ada grafik. Ada pesan. Ada target. Ada pesan dari Kirana juga di sana.“Pagi,” katanya pendek.“Pagi,” jawab Aurelia.Gian duduk, tak lupa tersenyum pada istrinya walaupun sekilas. Dia lantas mengambil teh itu tanpa banyak tanya, menyeruput sedikit. Tak ada komentar soal sarapan yang hilang. Tak ada pujian. Tak juga protes. Dia mengira istrinya sibuk. Atau sedang malas. Dan ia pun maklum.Namun, satu hal yang tak dia tahu—Aurelia sedang diam-diam bertarung dalam pi

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   49. Pikiran Yang Mengganggu

    Pagi itu, matahari sudah tinggi ketika Aurelia keluar dari kamar, rambutnya dikuncir sederhana dan wajahnya tanpa riasan. Tapi ada sesuatu di matanya yang tidak biasa—penuh pikir, seperti seseorang yang berjalan sambil membawa pertanyaan.Pikirannya masih tertinggal pada pesan Kirana beberapa saat lalu. Dua foto. Satu pertanyaan. Dan senyum emoji yang seolah tak berdosa.Aurelia menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel dan dompet kecil.Dia menatap dapur sejenak, lalu menghela napas pelan."Buat omelet saja bisa gosong. Bawa makanan buatan sendiri? Mimpi kali." Itulah yang ada di benaknya sekarang. Sesaat dirinya meragu. Apa benar dia sudah menjadi istri idaman?Akhirnya, ia memutuskan mampir ke restoran cepat saji di seberang kompleks. Memesan paket makan siang—nasi ayam, kentang goreng, dan minuman soda kalengan. Tidak istimewa. Tapi setidaknya, hanga

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   48. Tidak Salah Orang

    Lampu gantung ruang makan memancarkan cahaya kuning hangat, tetapi suasana itu tidak menjalar ke dua orang yang duduk saling berhadapan di meja makan. Piring mereka nyaris tak tersentuh. Hanya dentingan sendok sesekali memecah keheningan.Aurelia menyendok nasi, tapi hanya untuk memindahkannya ke sisi piring. Sementara Gian tampak sibuk dengan potongan ayam di hadapannya, memotong dengan presisi yang terlalu tenang untuk suasana yang dingin ini.Mereka tak bertukar pandang. Tak bertukar kata. Seolah kata-kata telah membeku bersama amarah yang tertahan.Sampai akhirnya Aurelia menegakkan punggungnya. Suaranya terdengar pelan tapi tegas, seperti letupan yang sudah terlalu lama mendidih."Iya iya. Aku akan bilang ke Nathan… bahwa kau adalah suamiku."Gian tidak langsung menoleh. Ia hanya berhenti memotong ayamnya, lalu menghela napas sebelum berucap pelan, nyaris seperti gumaman."Akhirnya aku diakui juga."Aurelia mendengus. Matanya menatap Gian dengan kesal."Itu saja? Tidak ada hal lai

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   47. Sama-Sama Cemburu

    Aurelia yang semula rebahan dengan tenang di tempat tidur, refleks menegakkan tubuhnya. Pandangannya menatap layar itu tanpa berkedip. Tiba-tiba perutnya yang baru saja diisi susu dan roti terasa mual lagi, bukan karena makanan… tapi karena satu nama.Gian menghela napas pelan, lalu mengangkat ponselnya sambil berjalan ke balkon kecil di samping ruang kerja. Ia bicara dengan suara rendah, terdengar formal, dan cepat.Aurelia tidak mendengar jelas, tapi dari raut wajah suaminya, jelas tidak ada hal mencurigakan. Namun tetap saja, dadanya terasa sesak. Ia tahu dirinya sedang berlebihan. Kirana toh hanya asisten pribadi Gian. Tapi kenangan tentang wanita itu—dengan tubuh ramping, gaun pas badan, dan senyum yang terlalu profesional—masih membekas jelas dalam ingatannya.Beberapa menit kemudian, Gian kembali masuk kamar. Ponselnya sudah dimasukkan ke

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   46. Mandi Bersama

    Uap hangat memenuhi kamar mandi. Embun mulai terbentuk di cermin besar di atas wastafel. Cahaya matahari pagi yang masuk lewat kisi-kisi jendela menciptakan bias lembut yang menari di dinding marmer putih.Gian memutar keran air, memastikan suhunya cukup hangat. Saat suara gemericik mengalun, ia menoleh pada Aurelia—yang berdiri di ambang pintu dengan ragu. Tubuhnya masih terbungkus handuk tipis. Rambutnya kusut, dan pipinya tampak merah karena malu, bukan karena uap.Jangan tanyakan sudah berapa kali terdengar kalimat penolakan darinya. Namun, Gian seolah menulikan pendengarannya. Pria itu malah menyiapkan segala kebutuhan mandi mereka dengan suka cita.“Masuklah,” ucap Gian pelan.Aurelia menarik napas dalam, lalu melangkah masuk. Langkahnya pelan, seakan setiap gerakan menuntut keberanian baru. Gian membantunya melepas handuk, lalu menggantungnya di sisi dinding. Ia tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status