Share

Ajib Ajib

Malam kian larut, tetapi hiruk-pikuk dalam sebuah kelab di tengah kota tak menyurut. Bahkan, dentuman musiknya kian menyulut kobaran gairah yang menyusut.

Sama halnya dengan Lara. Ia sudah menghabiskan hampir kepala tiga seloki minuman dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi. Bukan tanpa sebab, ia terlalu marah hingga tak mampu berkutik.

"Persetan!"

Sudah puluhan kali ia mengumpat dengan lantang. Lara mengabaikan banyak tatapan sinis dari sekitar. Tentu saja ia menjadi pusat perhatian. Selain karena kesendiriannya, ia juga sedang salah kostum.

Betapa tidak. Sesaat setelah menerima pesan dari karyawan yang ditamparnya siang tadi, ia langsung meraih kardigan selutut tanpa mengganti pakaian.

Celana jin mini biru muda yang berpadu dengan kamisol putih penuh brukat, tak membuat tekatnya surut untuk sekedar melepas penat. Setidaknya, ia harus mendinginkan kepala sebelum mencari jalan keluar.

Lantas, setelah meneguk seloki minuman--lagi, angannya mengingat kejadian siang tadi. Sepulangnya dari bengkel yang akan dibuka esok pagi.

"Elu keterlaluan, Lara. Gimana kalo dia dendam sama elu? Tau sendiri, kan, sifatnya cowok itu kek gimana? Harusnya elu bisa nahan diri. Seenggaknya, tampar dia di ruangan tertutup!"

"Diem, deh, Der! Orang yang kek gitu itu emang pantes dikasih pelajaran. Kalo nggak gitu, ya, ngelunjak!" imbuh Tarissa.

"Kalian semua salah, Girls. Montir itu emang salah, tapi kita lebih salah. Apalagi sampek main tangan. Banyak saksi pula. Gi--"

"Itu muluts mau gue jait semua?"

Mendengar ancaman Lara, ketiga kawannya hanya mampu menutup mulut rapat. Di kursi tengah, Lara masih sibuk dengan iPadnya, berusaha meraup keuntungan dari saham yang ditanam di berbagai sektor dan tempat.

"Elu nggak ngerasa bersalah sedikit pun, Ra?" tanya Lalita, memastikan.

Tanpa buka suara, mereka pun tahu apa jawaban gadis jutawan itu. Hanya saja, nurani Lalita terus mengusik. Begitu pula dengan Derisca dan Tarissa.

"Mending, besok kita minta dia klarifikasi dan minta maaf atas keteledoran dia, deh, Ra. Terus, elu juga mesti minta maaf. Biar nggak berbuntut panjang." Usul Lalita masih tak ditanggapi oleh Lara.

"Bukan apa-apa, Lara, gue setuju ama elu, tapi tetep aja itu tadi keterlaluan. Di bener soal elu yang keka--"

"Elu kalo mau nyetir, fokus aja ke depan, Der! Lagian, orang kek dia emang bisa apa buat bales dendam?"

"Ye, jangan ngerendahin gitu, Ra, semut sekecil itu aja kalo dia nyerbu bawa pasukan sekompi kita juga mundur. Pan gatel semua ntar," pungkas Lalita. Ia telah memutar badannya ke arah Lara.

Tarissa yang berada di samping Derisca bergeming, ia hanya memerhatikan dari kaca mobil mengenai reaksi Lara. Seketika, Lara menatapnya lekat melalui kaca.

Tarissa yang gelagapan lantas salah tingkah. Berkali-kali ia berdeham, mencoba menenangkan laju jantungnya.

"Elu kenapa, Tar? Apa yang salah?" tanya Lara.

"Enggak, gue tiba-tiba jadi ngeri sendiri kalo itu montir sampek nekat macem-macem."

Kilas ingatan yang berputar dalam memoar Lara pun buyar, tatkala ia disenggol pemuda yang tengah menari, mengikuti irama musik. Kini, di sinilah Lara dengan segala keputusasaannya.

Jika masalah fotonya yang mengenakan kamisol tersebar, bukanlah masalah besar. Namun, beda halnya jika video yang memperlihatkan ia tengah melakukan panggilan visual dengan pria yang hanya mengenakan celana dalam, bahkan menunjukkan sesuatu di langkah pahanya sembari berjoget, itu akan sangat memalukan.

Ira Yusran

Jelas malu, Gaes! Duh, si Ari juga aneh-aneh. Mana nih tim Lara? Jam lupa tinggalin jejak, ya

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
IrwanCh50095494
cool aja selalu
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
yyy.....emosional itu g level buat bos...cool calm and gahaaar...itu bar bis eh bos...hihi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status