Home / Romansa / Terpaksa Jadi Playboy / Bab 2. Si Pembuat Celaka

Share

Bab 2. Si Pembuat Celaka

Author: WN. Nirwan
last update Last Updated: 2025-03-14 12:07:52

KENZO

 

Apa yang terjadi? Hal terakhir yang aku ingat adalah aku mendadak menginjak rem di sebuah perempatan. Sebab, ada mobil lain yang melintas di depan mobilku.

 

Selanjutnya, ingatanku masih kabur. Aku memang sempat mendengar bunyi tubrukan yang sangat keras saat mobilku menabrak mobil lain itu. Tapi setelah itu, pandanganku gelap. Aku kira, aku tak sadarkan diri setelah tabrakan itu.

 

Saat aku mulai dapat membuka mataku, aku mendengar bunyi klakson mobil yang memekakkan telinga. Kupastikan bunyi itu bukan berasal dari mobilku. Mungkinkah dari mobil yang kutabrak? Dengan kepala pusing, aku mencoba melihat ke depan, untuk melihat situasi saat ini.

 

Saat mendongak itulah, aku melihat sebuah mobil yang sudah ringsek di bagian sampingnya. Kulihat seseorang di belakang kemudi, tampaknya tak sadarkan diri. Kepalanya terkulai menimpa klakson. Ternyata, dari situlah bunyi klakson itu berasal.

 

Selanjutnya, pandanganku berpindah ke mobilku sendiri. Bagian depan mobilku juga ringsek. Tingkat kerusakannya sepertinya sama parahnya dengan kerusakan mobil yang aku tabrak barusan.

 

Tapi, bukan kerusakan itu yang aku khawatirkan sekarang. Sebab, meski hanya mengandalkan penerangan lampu jalan, aku sepertinya mengenali mobil yang kutabrak itu.

 

Bukannya sombong, di kota ini, berapa banyak orang yang memiliki mobil seperti mobil yang aku tabrak itu? Aku semakin yakin bahwa aku mengenali mobil tersebut.

 

Berbekal pengetahuanku atas mobil yang aku tabrak tersebut, samar-samar aku mulai mengenali sosok yang kepalanya terkulai di atas kemudi itu. Entahlah, aku harus mendekat untuk memastikannya.

 

Aku lalu mencoba bergerak agar dapat keluar dan menghampiri sosok yang menjadi korban dari ulahku itu, tapi tidak bisa. Sepertinya tubuhku terjepit. Tapi aku tidak mungkin pasrah begitu saja.

 

Aku lalu menoleh untuk meminta bantuan gadis yang kubawa malam ini. Kulihat Cindy—ya ampun, aku baru mengingat namanya di saat seperti ini—masih duduk di sebelahku. Kepalanya terkulai ke sisi kiri. Darah mengucur, membasahi wajahnya yang cantik.

 

Aku panik melihat keadaannya. Lalu memanggil-manggil namanya. Dia masih hidup, ‘kan? Iya, ‘kan?! Astaga, apa aku sudah membunuh orang dalam insiden ini?!

 

“Subhanallah!”

 

Tiba-tiba suara seorang wanita lain menarik perhatianku. Aku mencari-cari sosok yang berteriak itu. Siapa tahu, aku bisa meminta tolong padanya.

 

Kulihat seorang gadis tengah mengenakan pakaian panjang berwarna putih yang mirip dengan pakaian yang Mami kenakan setiap lebaran. Apa ya namanya? Mukena?

 

Ah, kenapa aku ini?! Bukan itu yang seharusnya aku perhatikan. Aku berteriak keras, meminta tolong pada gadis cantik yang terkejut melihat kecelakaan ini.

 

Sebentar, cantik? Di bawah remang lampu jalan, pagi-pagi buta begini, usai kecelakaan yang mungkin memakan korban jiwa, aku masih sempat memuji seorang gadis asing? Gila kau, Kenzo! Fokus pada kecelakaan ini! Otakku pasti sudah bergeser karena memikirkan hal yang seharusnya tidak aku pikirkan dalam keadaan gawat seperti ini.

 

Namun gadis itu mengabaikan aku. Sepertinya memang tak mendengar suaraku. Ia bahkan berlari ke balik mobil yang aku tabrak, lalu kembali terlihat memapah seseorang yang sangat aku kenali.

 

“Papi??!!” sergahku terkejut.

 

Iya, itu Papi. Ayahku. Pria yang membesarkan aku selama ini. Jadi dia adalah penumpang mobil yang aku tabrak ini?!

 

Benakku kembali mengingat bahwa pagi ini, pesawat pribadi Papi tiba dari perjalanan bisnis ke Eropa. Aku tak mengira, jadwalnya bisa dipercepat seperti ini. Mungkin Papi hendak memberi kejutan pada aku dan Mami. Entahlah.

 

Aku hanya bisa memandang gadis itu yang tengah membawa Papi yang terluka ke tepi jalan. Mulai menyesali kecerobohanku yang mengemudi dalam pengaruh alkohol.

 

Gadis itu masih mengabaikan aku. Setelah menolong pria yang duduk di jok sebelah jok pengemudi—ya ampun, ternyata dia adalah asisten Papi, Bang Rano, gadis itu berusaha mengeluarkan supir pribadi Papi.

 

Saat supir yang tidak aku ingat namanya itu sedang dievakuasi oleh gadis itu, orang-orang mulai berdatangan untuk melihat apa yang terjadi. Aku kembali berteriak, meminta tolong pada mereka yang baru tiba.

 

Aku hanya ingin mendekat, memastikan keadaan Papi. Beliau masih hidup, tapi aku tidak tahu seberapa parah keadaannya….

 

***

 

HUSNA

 

“Orang-orang di mobil yang satunya, bagaimana, Pak?” tanyaku pada Pak RT saat menyadari bahwa masih ada korban selamat di mobil lain yang terlibat dalam kecelakaan ini.

 

“Nanti ditangani polisi dan damkar, karena mereka terjepit. Kita bawa dulu tiga orang ini,” jawab Pak RT.

 

Di lingkunganku, orang yang memiliki mobil hanya Pak RT. Sehingga, Pak RT menyuruh putranya mengantar ketiga korban di mobil pertama ke rumah sakit.

 

Pak RT lalu menoleh pada kerumunan orang yang tengah melihat lokasi kecelakaan. Kemudian menatapku.

 

“Nak Husna bisa menemani para korban ke rumah sakit? Menjaga dulu sampai keluarganya tiba di sana.”

 

Aku tersentak. Teringat pada Asma dan brownies yang sedang kusiapkan. Tapi kelihatannya, Pak RT sangat berharap agar aku yang menemani anaknya ke rumah sakit. Apakah benar, di antara kerumunan warga, tidak ada satu pun yang bisa dimintai tolong mengurus korban di rumah sakit?

 

Lima menit kemudian, aku sudah duduk memangku Asma di jok penumpang bagian depan. Di jok tengah, para korban duduk dengan tubuh penuh luka.

 

Sebelum mobil yang kami tumpangi berbelok ke salah satu jalan, aku menyempatkan diri melihat keadaan mobil lain yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Berdoa semoga para korban di sana juga bisa diselamatkan tepat waktu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 50

    KENZOAku memeriksa akun-akunku di berbagai sosial media. Lalu tersenyum saat mengetahui bahwa Cindy, gadis yang tengah bersamaku saat aku menabrak mobil yang ditumpangi oleh Papi, kini telah bekerja di sebuah perusahaan atas rekomendasi Papi.Aku tidak mengucapkan selamat atau kata-kata lainnya karena khawatir Cindy masih belum bisa menerimaku. Akan tetapi, diam-diam aku berdoa yang terbaik untuknya.Kemudian, aku menggeser layar ponselku dan melihat foto Putri tengah bersama makan malam bersama Bang Rano. Sekarang aku tahu, kenapa Bang Rano minta izin pada Papi untuk tidak hadir dalam acara ini, walaupun diundang oleh kedua orang tuaku.Namun, biarlah. Baik Bang Rano mau pun Putri tentunya menghindari situasi yang canggung jika mereka tetap hadir malam ini. Padahal, saat melihat foto mereka, aku tidak merasakan apa-apa. Benar-benar tidak merasakan cemburu, bahagia mau pun kesal. Datar saja.Daripada berlama-lama melihat foto Putri, aku berganti sosial media. Pandanganku langsung ter

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 49

    HUSNASambil tersenyum kikuk, aku menyerahkan uang kembalian pada seorang anak perempuan yang membeli browniesku.“Kak, uangnya kelebihan, nih. Harusnya dua puluh ribu saja,” tegur gadis kecil itu, jujur.Aku tersentak, menyadari kesalahanku. Sambil mengucapkan maaf dan terima kasih, aku menerima kembali kelebihan uang sejumlah dua puluh ribu rupiah. Sebagai ucapan terima kasih, aku memberikan teh kemasan satu botol padanya.Setelah gadis kecil tersebut meninggalkan tokoku, aku mengintip jam di ponselku. Sudah lebih dari lima belas menit Kenzo dan Himawari berbicara di ruang tengah rumah kontrakanku. Mudah-mudahan mereka sudah bisa menyelesaikan masalah di antara mereka. Masalah yang juga telah menyeretku hingga harus berpura-pura pingsan segala.Sebenarnya, aku masih merasa malu pada Kenzo karena sudah kasar padanya. Padahal, dia hanya ingin menolongku yang tiba-tiba terkapar di lantai tokoku. Meskipun perbuatan konyolku itu timbul karena ulah Himawari juga, tak ayal aku merasa bersa

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 48

    KENZOAku semakin malu saja pada Husna. Aku tahu, aku yang pertama kali melakukan kesalahan dengan membentak Hima. Kalau Hima tidak langsung mau memaafkan aku, itu antara aku dan dia saja. Tapi tidak ada hubungannya dengan Husna.Aku terheran-heran. Kenapa saat sedang marah padaku, Hima justru kabur ke tempat Husna? Mereka belum lama saling mengenal, tapi Hima sudah berani mengganggunya saat sedang merajuk begini.Belum lama saling mengenal. Kalimat ini akhirnya membuat aku bisa menerka alasan di balik kaburnya Hima ke toko Husna.Hima tidak punya teman di kota ini. Teman-teman yang ia kenal semasa kecil, semuanya telah berada di seberang lautan. Sama seperti Hima yang sebenarnya juga menetap di luar negeri.Di kota ini, hanya aku dan keluargaku yang Hima kenal dengan baik. Takdir membuat ia akhirnya mengenal Husna dengan perantara adik-adik mereka dan brownies buatan Husna. Jadi

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 47

    KENZOAku merasa malu. Sangat malu pada Husna karena tingkah laku Hima yang telah merepotkannya.Maka, aku segera bertolak ke toko sekaligus rumah Husna untuk menemui Hima. Sekaligus meminta maaf pada Husna yang sudah direpotkan oleh sepupu jauhku itu.Saat aku hendak memasuki mobil, aku melihat Vita tengah berada di antara dua orang gadis lain yang tampaknya adalah sesama mahasiswi. Mereka tengah menghibur Vita yang tampak sedang menangis.Aku tertegun sebelum menyalakan mobil. Merasa bersalah telah mengatakan bahwa kami hanya teman. Setelah apa yang telah aku lakukan untuknya, membantunya agar tetap dapat kuliah, memberinya harapan, lantas mengatakan bahwa bahwa kami tidak ada hubungan apa-apa.Padahal, aku sendiri yang ‘memilih’ Vita sebagai calon pertama untuk menggantikan Husna. Sekarang, aku mengelak saat Vita menyatakan perasaannya yang jujur saja, membuatku terkejut.Pengecut. Kurang ajar. Entah kata-kata kasar apa lagi yang dapat disematkan padaku.Apa aku menemui Vita dulu y

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 46

    HUSNA“Teman … dia curhat sudah diputusin pacarnya,” jawabku sekenanya. Kemudian buru-buru memutuskan panggilan secara sepihak, sebelum Novi membicarakan hal yang memusingkan aku lagi. Maaf, Novi.Aku pikir, untuk apa pula menjelaskan pada Himawari dengan detil tentang Novi. Himawari mungkin tidak mengingat Novi sama sekali. Kalaupun ia ingat tentang sepupuku itu, aku yakin, dia tidak akan tertarik.Himawari mengangguk-ngangguk. Untuk mengalihkan pembicaraan, aku segera mengajaknya masuk ke dalam.“Tadi ke sini dengan siapa?” tanyaku sambil menghidangkan minuman dingin.“Diantar supir. Tapi sudah kusuruh pulang,” jawab Himawari cuek.“Loh, nanti pulangnya bagaimana?” tanyaku tanpa menyembunyikan rasa heranku.“Aku panggil lagi supirnya ke sini.”Astaga

  • Terpaksa Jadi Playboy   Bab 45

    KENZOPada akhirnya, secara diam-diam, aku memang menitikkan air mata. Bukan hanya karena tergugah oleh rentetan kata-kata Putri padaku, melainkan juga perbuatan gadis yang baru saja menolakku itu.Aku tidak memperhatikan lagi apa yang Putri katakan padaku karena mendadak tubuhku limbung. Kepalaku terasa ringan hingga pandanganku seperti berputar-putar.Astaga! Seperti inikah rasanya ditolak? Atau, aku yang terlalu berlebihan menanggapinya? Seorang ‘playboy’ yang biasa menjadi rebutan kaum hawa, kini harus terpuruk karena bukan menjadi pilihan seorang gadis berkelas seperti Putri. Hah.Aku yakin, aku tidak terkena vertigo. Tekanan darahku pun mungkin tetap normal. Aku hanya … terhenyak melihat apa yang terjadi setelah Putri mengatakan rangkaian kalimatnya yang membuatku seperti ditampar berulang-ulang dengan sangat keras. Putri mengucapkan terima kasih untuk hadiah cokelat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status