Beranda / Romansa / Terpaksa Jual Diri / 63. Dia anakku, bukan anakmu!

Share

63. Dia anakku, bukan anakmu!

Penulis: Rossy Dildara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-18 16:16:24

"Pak Dylan mohon keluarlah dulu. Bayi Anda akan dimandikan, nanti setelah itu Anda boleh mengadzaninya," ucap Dokter Anita, namun kekhawatiran membayangiku.

"Terus istri saya bagaimana, Dok?" tanyaku, suara sedikit gemetar. Laura, wanitaku yang luar biasa, yang baru saja berjuang melahirkan buah hati kita... Aku khawatir melihatnya begitu lelah.

"Istri Anda biar saya obati, biarkan dia beristirahat juga. Nanti Anda bisa menemuinya di ruang perawatan."

"Baiklah, Dok. Saya titip istri dan anak saya, ya?" Kalimat itu terucap dengan penuh harap, seolah seluruh tanggung jawabku kuserahkan pada keahlian sang dokter.

"Siap, Pak."

Aku tersenyum, sebuah senyuman yang masih bercampur rasa haru dan lega. Lalu, dengan hati berat, perlahan melepaskan genggaman tangan Laura. Wanitaku itu masih tersenyum, sebuah senyum yang begitu lelah namun penuh cinta. Saat aku meninggalkan ruangan, rasanya seperti meninggalkan sebagian jiwaku di sana.

"Bagaimana kondisi Laura dan anak kalian, Pak?" Suar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Jual Diri   64. Setelah 40 hari

    Agus seolah tak memiliki kekuatan untuk menahan dorongan Mommy. Tubuhnya limbung dan langsung jatuh ke lantai. Padahal, dorongan Mommy menurutku tidak terlalu keras. Kelihatannya Agus memang sedang sangat lemah."Kau ini mantan suaminya Laura, kan? Untuk apa kau datang ke sini dan ingin menemuinya? Kau sudah memiliki kehidupan baru, jadi berhentilah mengganggu Laura!" Mommy berteriak, matanya melotot tajam, suaranya penuh amarah. Jelas sekali dia juga tidak senang dengan kehadiran Agus."Ibu ini siapa? Pakai acara melarang-larangku? Aku dan Laura akan rujuk, dia akan menjadi istriku kem—" Ucapan Agus yang menjijikkan itu terhenti.Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, aku sudah lebih dulu mere mas mulutnya dengan kuat. Dengan cepat, kutarik tangannya untuk membantunya berdiri, lalu menyeretnya keluar dari rumah sakit."Mmmmpppttt!!" Agus berusaha berontak, tapi sia-sia. Jangankan dengan tubuhnya yang sekarang kurus kering, dulu saat t

  • Terpaksa Jual Diri   63. Dia anakku, bukan anakmu!

    "Pak Dylan mohon keluarlah dulu. Bayi Anda akan dimandikan, nanti setelah itu Anda boleh mengadzaninya," ucap Dokter Anita, namun kekhawatiran membayangiku."Terus istri saya bagaimana, Dok?" tanyaku, suara sedikit gemetar. Laura, wanitaku yang luar biasa, yang baru saja berjuang melahirkan buah hati kita... Aku khawatir melihatnya begitu lelah."Istri Anda biar saya obati, biarkan dia beristirahat juga. Nanti Anda bisa menemuinya di ruang perawatan.""Baiklah, Dok. Saya titip istri dan anak saya, ya?" Kalimat itu terucap dengan penuh harap, seolah seluruh tanggung jawabku kuserahkan pada keahlian sang dokter."Siap, Pak."Aku tersenyum, sebuah senyuman yang masih bercampur rasa haru dan lega. Lalu, dengan hati berat, perlahan melepaskan genggaman tangan Laura. Wanitaku itu masih tersenyum, sebuah senyum yang begitu lelah namun penuh cinta. Saat aku meninggalkan ruangan, rasanya seperti meninggalkan sebagian jiwaku di sana."Bagaimana kondisi Laura dan anak kalian, Pak?" Suar

  • Terpaksa Jual Diri   62. Bayi laki-laki

    "Aaaaaahhhh... Aahhh... Aahhh ...." Desahan itu lolos dari bibirku, napas memburu, tubuh bergetar. Setelah berbulan-bulan menahan rindu yang membara, akhirnya malam ini tiba. Malam yang kurasakan begitu intens, kulitku terasa berdesir saat sentuhan Laura menyentuhku.Rasanya... persis seperti malam pertama kali kita bercinta. Kehangatan yang sama, gairah yang sama, kenikmatan yang sama, bahkan mungkin lebih dalam lagi.Setiap sentuhan, setiap desahan, setiap gerakan, semuanya begitu sempurna.Apakah penyatuan ini hanya puas dalam satu ronde? Aku pikir tidak.Aku masih haus, masih ingin lebih merasakan hangatnya tubuhnya, merasakan debaran jantungnya yang berirama dengan debaran jantungku.Namun, melihat perut Laura yang membuncit, mengendong buah hati kita... aku tak tega memaksanya. Aku takut dia kelelahan, takut sesuatu terjadi padanya atau pada bayi kita.Masih ada esok hari. Untuk malam ini, satu ronde saja dulu. Aku akan menikmati setiap detiknya, menyimpan kenangan in

  • Terpaksa Jual Diri   61. Kamu capek nggak?

    (POV Dylan)"Selamat ya, Laura, aku ikut bahagia melihatmu bahagia. Semoga pernikahanmu langgeng sampai maut memisahkan," ucap Mami Nona, seraya memeluk tubuh Laura. Terlihat jelas aura kebahagiaan terukir diwajahnya."Aminnn... Terima kasih, Kim," jawab Laura tersenyum.Setelah itu Mami Nona menjabat tanganku dan memberikan selamat juga. "Selamat ya, Pak. Jaga terus Laura dan Qiara, buatlah mereka selalu bahagia.""Tentu Mami Nona," jawabku, menganggukkan kepala."Panggil saja Kimmy, Pak. Nggak perlu ada embel-embel Mami lagi.""Baiklah kalau begitu.""Kalian ada niat pergi bulan madu nggak? Kalau ada... pergi saja, biar nanti aku yang jagain Qiara." Kimmy mengusap puncak rambut Qiara dengan lembut.Laura langsung menatap ke arahku, seolah meminta pendapat.Bicara tentang bulan madu, tentu saja itulah hal yang ingin aku lakukan setelah berhasil menikahinya. Tapi, aku perlu memikirkan ke depannya, takut nantinya kepergianku dengan Laura mengundang kecurigaan Mommy. Mengingat dia serin

  • Terpaksa Jual Diri   60. Ayah balu

    "Bagaimana, Gas? Ada perkembangan?" tanya Dylan, di ruang konsultasi yang sunyi.Dokter Bagas, teman sekaligus dokter spesialis kandungan yang dipercayainya, menatap layar komputer dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dia sedang mengecek hasil dari pemeriksaannya."Alhamdulillah... ada perkembangan, Lan," ujar Dokter Bagas akhirnya, suaranya pelan, penuh pertimbangan. "Meskipun masih sedikit, jumlah sp*ermamu meningkat 2% dibandingkan pemeriksaan terakhir. Itu kabar baik, walau masih jauh dari angka ideal."Dokter Bagas menatap mata Dylan, berusaha menyampaikan informasi tersebut dengan hati-hati, menghindari harapan yang terlalu tinggi.Dylan menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. "Berarti… masih ada kemungkinan aku bisa menghamili perempuan, ya, Gas?"Dokter Bagas mengangguk pelan. "Ada, Lan. Masih ada kemungkinan, meskipun peluangnya sangat kecil."Dylan menarik napas dalam-dalam

  • Terpaksa Jual Diri   59. Cucu pertamaku

    "Kemarin aku bertemu Agus. Aku pergi ke rumahnya, awalnya hanya ingin memberinya pelajaran… agar dia tidak lagi mengganggu kamu dan Qiara, Sayang," kata Dylan, suaranya berat.Mereka berdua berada di ruang keluarga yang hangat. Laura telah menyiapkan secangkir kopi untuk Dylan, berharap dapat membuat Dylan bercerita dengan tenang."Lalu, kanapa anak Mas Agus ikut terlibat?" tanya Laura lembut, namun ada kekhawatiran yang tersirat dalam suaranya.Dylan menghela napas panjang. "Ceritanya panjang, Yang.""Cukup inti saja, Pak," pinta Laura, suaranya terdengar sedikit mendesak."Begini… saat aku sampai di rumah Agus, dia justru pergi bersama ibunya dan anaknya. Mereka menuju rumah sakit. Agus membawa ibunya ke UGD karena katanya ibunya terbentur dinding, dahinya juga bersimbah darah. Tapi setelah diperiksa dokter… ibunya ternyata nggak tertolong."Mata Laura membulat sempurna, air matanya mengancam jatuh. Meskipun Bu Kokom bukan me

  • Terpaksa Jual Diri   58. Sejak kapan kalian berteman?

    Hari berganti.Mentari pagi masih malu-malu menampakkan diri, namun perut Laura sudah berontak. "Aduh… pagi-pagi begini kok aku kepingin banget makan rujak, ya?" gumamnya.Laura melangkah pelan keluar rumah, matanya menyapu jalanan, berharap menemukan pedagang rujak keliling. Namun, mustahil ada penjual rujak sepagi ini.Tiba-tiba, sebuah mobil polisi berhenti di depan gerbang rumah. Dua pria berseragam polisi turun dan mendekat. Dahi Laura berkerut."Selamat pagi, Nona. Apakah ini rumah Saudara Dylan?" tanya salah seorang polisi, tatapannya tajam."Saudara Dylan?" Laura tertegun."Maaf, Pak... rumah ini rumahnya Pak Dylan, bukan rumah saudaranya. Aku sendiri nggak kenal dengan saudaranya Pak Dylan. Tapi kalau Mommynya aku kenal."Tampaknya Laura menyalahartikan maksud dari polisi itu.Kedua polisi langsung saling berpandangan, kemudian kembali menatap Laura. "Maksud kami, Pak Dylan, Nona. Benarkah ini rumahnya?""Oohh ... benar, Pak." Laura mengangguk cepat "Tapi, ada keperluan

  • Terpaksa Jual Diri   57. Kau harus mendapatkan hukuman!

    (POV Author)Sesuai perintah Dylan, Sakti bergegas membawa Rifky ke rumah sakit. Dia langsung menuju ruang UGD, mengikuti petunjuk Dylan bahwa pria itu pingsan di sana.Namun, sebelum sempat bertanya pada perawat, seorang pria berjas datang mendekatinya."Kamu Sakti, kan?" Pria itu menatap Sakti dengan tatapan bertanya. Sakti menoleh, terlihat terkejut. "Kenapa cucuku ada bersamamu?""Eh, Pak Wisnu?" Sakti tak menyangka bertemu mantan mertua Dylan sekaligus ayah Melisa di tempat ini."Aku bertanya, kenapa Rifky ada bersamamu?" Pak Wisnu mengambil alih Rifky yang tertidur pulas dari gendongan Sakti. Wajahnya tampak khawatir."Ini… saya hanya diminta Pak Dylan, Pak." Sakti menjawab gugup."Dylan?" Alis Pak Wisnu bertaut, menyebut nama mantan menantunya itu. Pandangannya menyapu ruangan, mencari keberadaan Dylan. "Di mana Dylan?""Pak Dylan ada di kantor, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu," Sakti hendak berbalik, namun tangannya dicekal Pak Wisnu. Sentuhan itu terasa dingin.W

  • Terpaksa Jual Diri   56. Bayinya siapa?

    "Sepertinya dia pup," kata Laura, dia sedikit mengernyitkan hidung, menunjukkan dia juga mencium aroma kurang sedap dari bayi mungil itu. Laura bedong bayi yang tampak basah dan menggembung di bagian bawah."Iya, memang pup. Tadi aku sudah menyuruh Sakti untuk nyebokin. Eh... dia malah kabur dan memberikannya kembali padaku. Si Sakti itu memang selalu saja bikin repot," ujarku, sedikit menghela napas. Aku mengusap wajahku dengan lelah."Sini... biar aku saja yang nyebokin, Pak." Laura dengan sigap mengambil alih bayi itu dari gendonganku. Gerakannya begitu hati-hati dan lembut, seperti sedang menangani sesuatu yang sangat berharga. Dia memeriksa bedong bayi itu dengan teliti, kemudian dengan lembut membukanya. Wajahnya sedikit mengerut saat melihat isi bedong yang cukup banyak. "Tapi… bayi ini bayinya siapa, Pak?" Tatapannya bertanya, penuh rasa ingin tahu yang tercampur dengan sedikit kekhawatiran. Ada sesuatu yang tampak ganjil baginya.Aku terdiam sejen

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status