Share

Terpaksa Menikah Dengan Duda Anak Dua
Terpaksa Menikah Dengan Duda Anak Dua
Author: Piki

Pernikahan dadakan

“Yuna, kamu lihat aku! Kamu harus kuat demi aku!” pinta seorang wanita muda yang terlihat begitu gelisah.

Terlihat seorang wanita cantik tengah terbaring di atas tempat tidur dalam keadaan lemah dan pergelangan tangan kirinya tertancap selang infus.

“Aku sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhku dan rasanya umurku tidak akan lama lagi …” lirih wanita yang terbaring tersebut.

“Kamu ini ngomong apa sih Yun? Aku tidak suka kamu bicara yang tidak-tidak!” seru Reina.

“Reina, terimakasih karena selama ini kamu telah sabar menemani aku yang sakit-sakitan ini. Disaat temanku yang lain menghilang dan menyerah, hanya kamu saja yang masih setia berteman denganku. Reina, aku boleh minta sesuatu sama kamu?” tanya Yuna pada Reina.

Reina mengangguk lalu bertanya, “Katakanlah, Yun, akan aku kabulkan,” ujar Reina sambil terisak.

Yuna tersenyum, berusaha mengumpulkan tenaga untuk meraih tangan Reina di dekat dirinya. Raut wajahnya terlihat begitu serius yang membuat Reina menjadi tanda tanya?

"Reina, aku berharap kamu dapat menggantikan aku …” lirih Yuna dengan tetap berusaha berbicara, “Menikahlah dengan suamiku, aku tidak ingin anak-anakku tidak mendapatkan kasih sayang seorang Ibu ketika aku sudah tidak ada—"

"Bicara apa kamu Yuna! Aku yakin kamu pasti sembuh kok! Jangan banyak berpikir negatif dulu!” seru Reina, dengan refleks ia melepaskan tangannya dari jangkauan tangan Yuna.

Seketika situasi menjadi hening, bentakan yang telah dilontarkan Reina telah berhasil membuat pilu hati Yuna. Merasa bersalah, Reina berusaha untuk menenangkan suasana dan meminta maaf atas apa yang barusan ia katakan tersebut dengan tetap memotivasi Yuna agar terus bersemangat melewati hari-hari yang sulit.

“Tidak mungkin aku akan sembuh! Aku ini sakit kanker dan sudah stadium akhir, sungguh mustahil penyakit kanker ini bakalan sembuh. Reina, kamu menganggap aku sahabat? Jika iya, tunjukkanlah dengan bukti pernikahan kamu dengan suamiku!" seru Yuna.

Cukup lama Reina membisu untuk memutuskan jawaban yang teramat sulit untuk diputuskan. Bagaimana mungkin ia yang masih lajang harus menikah dengan suami orang yang tidak lain merupakan suami dari sahabatnya sendiri! Apalagi, harus menerima kenyataan jika ia menyetujui permintan Yuna, maka Reina harus siap menyayangi dua anak kembar sekaligus. Namun, melihat wajah sahabatnya yang pucat dan selalu merasakan kesakitan yang luar biasa, membuat Reina merasa kasihan. Saat Reina hendak menjawab, seseorang pun datang dan membuka pintu.

"Yuna, bagaimana keadaanmu?” seorang laki-laki dengan mengenakan kemeja berwarna putih itu menghampiri Yuna. Terlihat dari rahangnya yang menegang, bahwa ia terlihat gelisah.

Yuna tersenyum, "Kebetulan sekali kamu datang," ujar Yuna.

"Kau, habis menangis?” tanya Angga terkejut ketika melihat kelopak di bagian bawah mata Yuna telah membengkak.

“Aku tidak apa-apa, sayang ... Kamu jangan terlalu memikirkan aku” ujar Yuna sambil tetap tersenyum.

Sementara itu, Yuna melirik Reina seakan sedang menanti jawaban yang belum disampaikan oleh Reina kepadanya, “Sayang, ada yang ingin aku katakan,” ujarnya.

“Katakanlah, aku akan mengabulkannya untukmu, Istriku.” Angga mendekat ke arah Yuna, seraya menggenggam tangan Yuna yang dingin.

“Menikahlah dengan Reina—” ucapan Yuna terpotong bersamaan genggaman tangan Angga yang lepas.

“Kau membicarakan hal konyol itu lagi?!” Angga mundur ke belakang seraya menyugar rambutnya ke belakang “Sudah aku katakan, kau akan sembuh, sayang! Berhentilah memintaku melakukan hal konyol itu!” tanpa Angga sadari, suaranya meninggi, membuat Yuna menangis tersedu karena kemarahan Angga.

“Sayang, dengarkan aku. Aku tidak akan sembuh, bahkan kita semua tahu kalau dokter sudah memvonis itu,” pandangan Yuna beralih menatap Reina yang berada di sebelahnya, “Reina, kau bisa tepati janjimu, kan?”

Reina mengembuskan napas berat, “A-aku bersedia menikah dengan Mas Angga—” ujar Reina tergugu.

"Apa-apaan kau Reina, berani-beraninya kau berucap seperti itu!" pekik Angga, dengan tatapan menghunus ke arah Reina.

"M-mas … tolong …" lirih Yuna, Angga dan Reina sontak menoleh dan monitor yang memantau denyut jantung Yuna berbunyi, menandakan kalau jantung Yuna melemah.

"Reina, cepat panggilkan dokter!" teriak Angga pada Reina.

Dengan cepat Reina berlari ke luar kamar untuk menemui dokter. Air matanya mengalir deras dan hatinya sesak. Seakan hari ini merupakan hari terakhir baginya untuk melihat Yuna di dunia ini. Disisi lain, Yuna sudah kritis, membuat Reina cemas.

“Sayang, kamu harus bertahan! Ingatlah putri kembar kita, mereka menunggumu di rumah ...” lirih Angga.

Terlihat dokter tengah mengecek denyut nadi Yuna. Reina juga telah kembali ke ruangan dan menyaksikan Yuna yang telah tidak bergerak. Hingga dokter pun meminta perawat untuk menutup tubuh Yuna dengan selimut rumah sakit. Angga dan Reina kebingungan dengan perawat yang telah menutup seluruh tubuh Yuna. Dengan menghela nafas, dokter pun mengabarkan kabar terburuk yang tidak pernah mereka pikirkan.

Seketika bayangan mulai berubah gelap yang membuat pandangannya semakin memudar hingga Reina pun jatuh pingsan. Entah berapa menit ia pingsan namun saat ia sadar, ia telah berada di dalam kamar tidurnya sendiri. Seakan ingatannya belum terkumpul dengan penuh, Reina tetap memaksakan diri untuk bergerak dan kedua tangannya memegangi kepalanya.

“Pusing ...” Reina mencoba membuka matanya, ia melihat sepenjuru ruangan, bahwa ia sudah tidak berada di rumah sakit.

“Sayang, kamu tidak apa-apa?” terlihat seorang wanita paruh baya dengan raut wajah penuh kegelisahan. Beliau adalah ibu dari Reina yang begitu mengkhawatirkan kondisi putrinya yang saat ini baru sadarkan diri.

“Ibu? Aku ada dimana? Ah... Yuna? Dimana Yuna sekarang Bu?” Reina kembali teringat dengan Yuna, Ibunya mencoba memeluk Reina sementara Ayahnya yang sedari tadi berdiam diri di pojokan tembok hanya bisa menatap kedua wanita tengah berpelukan.

“Kamu harus mengikhlaskan Yuna, dia telah berpulang ke hadapan yang mahakuasa” ujar Ibu dari Reina.

Dalam kesedihan itu, terdengar suara ketukan pintu dari arah pintu depan rumah. Ayahnya mencoba untuk menghampiri siapa yang tengah mengetuk pintu. Sementara Reina masih terisak dipelukan sang Ibu. Ujang, nama ayah dari Reina terkejut ketika melihat siapa yang datang. Terlihat Angga datang dengan seorang diri dengan memakai pakaian serba hitam.

“Apa saya boleh berbicara dengan Reina?” tanya Angga dengan suara datar.

Kedua orang tua Reina langsung mengiyakan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan kepada putri mereka alias kepada Reina sendiri. Ujang dan Anum keluar dari kamar tidur yang berarti didalam kamar tersebut hanya ada Angga dan Reina saja. Angga menghampiri Reina yang masih terlihat terkejut melihat Angga. Ia belum siap untuk menghadapi atasannya itu apalagi saat mengingat wasiat Yuna sebelum menghembuskan nafas terakhir.

“Saya kesini karena ada hal yang harus kita bicarakan.” ujar Angga, wajahnya mengeras, Reina paham, saat ini Angga telah kehilangan istri tercintanya.

Reina berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang atasannya katakan itu. Sambil mengatur raut wajah agar tidak menunjukkan rasa sedih.

“A-ada apa?” Reina pun bertanya inti dari kedatangan Angga menemuinya.

“Saya akan menikahimu, sesuai dengan permintaan Yuna.” Angga dengan tegas mengatakan hal itu.

Mimik Reina yang semula ramah, kini murung saat mendengar perkataan Angga yang dinilainya terlalu cepat mengambil keputusan. Merasa tidak suka dengan apa yang Rangga katakan kepadanya, Reina pun secara blak-blakan mengatakan isi hatinya. Ia hanya ingin Rangga memahaminya juga, karena Reina juga seorang wanita yang tidak bisa ditukar dengan barang.

“M-maf Mas Angga, saya tidak bisa,” tolak Reina.

“Kalau bukan karena istriku, saya tidak akan mengemis seperti ini. Tolong, kita harus menikah agar Yuna Bahagia di sana!” pinta Angga.

Reina terdiam, ia merenungi nasibnya yang masih melajang di usianya yang telah berusia 28 tahun. Mengingat kedua orang tuanya yang terus mendesaknya untuk segera menikah agar mereka mendapatkan cucu yang ganteng dan cantik. Hanya saja, kondisi perekonomian orang tuanya lah yang membuat Reina menghabiskan usia mudanya hanya untuk berkarir.

“B-baiklah, ini demi sahabatku.” ujar Reina sambil tertunduk.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Urbaby
Ya ampun, Reina. Demi permintaan sang sahabat dia rela menikah dengan seorang duda yang punya bayi kembar. Semoga deh Raina bisa bahagia, meskipun kelihatannya Angga tak menyukainya
goodnovel comment avatar
Urbaby
Ya ampun, Reina. Demi permintaan sang sahabat dia rela menikah dengan seorang duda yang punya bayi kembar. Semoga deh Raina bisa bahagia, meskipun kelihatannya Angga tak menyukainya
goodnovel comment avatar
Ayu Widy
Apa kelanjutannya?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status