Halo teman², bagaimana menurut kalian Air dan Bulan?
Dua tahun usia Xabiru, Air membuat perayaan untuk putranya. Halaman Mansion sudah di dekor sedemikian indah dengan dominan warna biru sesuai nama putra kecilnya. Acara sederhana namun terlihat mewah. Tanpa sepengetahuan Bulan, sang Mr. Arogan mengundang sahabat istrinya. Kejutan itu tentu saja diberikan Air untuk istri tercinta. Dan kedatangan mereka akan menjadi acara reuni. Xabiru terlihat sangat tampan dengan jas biru dan dasi kupu-kupu yang dipakainya. Tak beda dari sang putra, Air pun terlihat gagah dan makin mempesona di usianya yang semakin matang dengan jas senada dengan sang putra. Begitu pula dengan Bulan yang terlihat semakin cantik dengan gaun birunya, rambutnya disanggul kecil menambah kesan elegan, tidak terlihat jika wanita muda itu telah melahirkan seorang putra. “Jagoan Daddy, ayo potong kue dulu. Nanti baru main lagi,” bujuk sang Daddy pada putranya yang tidak mau turun dari mobil-mobilannya. “Kue, aku mau!” Serunya semangat menyodorkan kedua tangannya minta dig
Alur hidup tak ada yang bisa menebak, kemana takdir akan membawanya. Sekecil apapun kebaikan atau keburukan tentu akan ada balasannya. Dendam, benci, cinta adalah bumbu yang mewarnai setiap langkah kehidupan. Perputaran waktu tak ada yang bisa menghentikan walau hanya sedetik saja. Hari-hari yang dilalui pasangan orang tua baru itu tanpa keluhan, meskipun banyak perubahan yang terjadi sejak kelahiran putra pertama. Bayi mungil dan rapuh, kini sudah bisa berguling kanan dan kiri. Berceloteh dengan suara khas bayi, terkadang tingkahnya membuat kedua orang tuanya menarik napas dalam-dalam berusaha menyetok banyak kesabaran. “Xabiii! Astaga ini bocah,” pekik sang Mommy melihat putranya sudah berada di bawah kolong meja. Baru sebentar di tinggal, sudah berpindah posisi. “Nyonya, ada apa?” Eora mendekat cepat mendengar teriakan nyonya mudanya, gadis itu terlihat khawatir. Bulan mendesah kasar, lalu menunjuk arah dimana putranya yang tengah berceloteh tanpa beban. Ibunya sudah frustasi
“Cintamu tak layak untuk aku, Karin.”Setelah meredakan rasa terkejutnya atas ungkapan cinta dari gadis di sampingnya yang tak di duga. Mirza bersuara dengan lirih, sadar dirinya tak pantas mendapat cinta dari gadis seperti Karina. Dia bukan lelaki baik-baik, masa lalunya sangat kelam. “Apa aku seburuk itu?” Karina berusaha tegar, dia menoleh dan menatap teduh laki-laki yang tengah menunduk. Melihat gelengan lemah kepala Mirza, Karina kembali menuntut jawaban. “Lantas apa yang membuat aku tak dapat kesempatan itu?”Mirza mengangkat kepalanya seraya menarik napas dalam dan melepaskan perlahan. “Kamu berhak bersama laki-laki yang baik. Aku, aku hanya laki-laki brengsek!” Ucapnya dengan suara bergetar karena rasa emosional. Mengingat betapa buruknya kelakuannya dulu. “Aku tidak peduli dengan masa lalumu. Yang aku inginkan masa depan bersamamu!” Tegas Karina. “Kamu tidak tau aku, Karina!” Bentak Mirza menatap tajam, matanya merah. Kesal dan juga bingung. Karina membalas dendam tat
Musim berganti, namun cinta tak pernah tergantikan. Walaupun cinta tak berbalas, namun tekad seorang gadis tak pernah sirna. Dia yakin, ada celah untuk masuk ke dalam hati laki-laki yang telah menghadirkan debaran tak biasa di dalam dadanya. Rasa itu tak pernah sekalipun dia rasakan sebelumnya, meskipun bertemu dan berteman dengan laki-laki. Namun, tidak dengan sosok itu. Dari pertemuan pertama mereka hingga sekarang ini, debaran itu tetap sama. Getar cinta yang membuatnya gugup dan salah tingkah walau hanya melihat dari kejauhan. “Aku yakin, suatu hari nanti. Aku tidak akan mencintai seorang diri.” Ucapnya, pandangannya tertuju pada satu objek di kejauhan. Senyum tulus itu menghiasi wajah cantiknya, tak ada kesedihan, hanya keyakinan kuat. “Masih mengharapkan dia?” Karina terjengit, gadis itu mengusap dadanya, menetralkan rasa kaget akibat ulah laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. “Sama seperti kamu,” balasnya yang membuat laki-laki itu tersenyum kecil. “Terka
Usapan lembut yang diberikan suaminya membuat Bulan tenang dan tertidur. Air sangat khawatir dengan kondisi istrinya, tidak hanya itu saja, Bulan-nya juga mengkhawatirkan kondisi Eora. Beruntung Eora cepat tertolong, dia cepat menghubungi rekannya supaya mengejar perempuan yang membuatnya mendapatkan dua luka tusukan di punggung dan pinggang kiri. Ditengah rasa sakit dari luka yang didapat, dengan sisa tenaga dia menghadang perempuan itu mencelakai nona mudanya. Dengan gerakan pelan, Air beringsut turun dari ranjang keluar dari kamar, membiarkan istrinya istirahat. Wanitanya itu sangat terguncang dengan apa yang terjadi hari ini. “Bagaimana kondisi Bulan?” tanya Nyonya Malika khawatir. Air menarik napas panjang, “Tidur,“ sahut Air singkat. Menjatuhkan dirinya di atas sofa. “Apa perlu kita panggilkan Dokter?”“Tidak perlu, Mom. Istriku hanya syok melihat Eora terluka.”“Ck, siapa yang sudah berani cari masalah sama keluarga kita.” Wanita itu sangat geram, “Lalu bagaimana keadaan
“Sayang, sudah belum?” Air masuk kamar mendekap putra kecilnya dalam gendongan, pria itu menyusul istrinya yang tak kunjung turun. “Hubby kenapa tidak sabaran sih?” Sahut Bulan sekali lagi memperhatikan penampilan di cermin. “Kita mau kerumah sakit, sayang. Bukan pergi acara besar.”“Biarpun hanya ke kerumah sakit, tetap saja aku harus memperhatikan penampilanku. Biarpun badan aku melar sana sini, tapi aku tetap harus cantik. Disana pasti banyak Dokter dan perawat genit cape sama Hubby.” Cetus Bulan meraih tas miliknya, “Tas perlengkapan Xabi udah di bawa Eora kan, By?” “Sudah!”Zack mengemudi, di sampingnya Eora duduk sambil memangku tas Tuan muda kecil. Wajah keduanya datar fokus ke depan tidak peduli keluarga kecil dibelakang bersenda gurau dengan si kecil. “Nanti kalau Xabi menangis gimana, By?” Jujur saja dia sangat cemas bayi sekecil itu harus di suntik. “Paling menangis sebentar aja, sayang. Tapi kan demikian kebaikan anak kita juga!” Air berusaha menenangkan istrinya, sej