"Saya siap melayani anda tuan!"
Alan menghela nafas panjang. Bukan ini yang Alandra inginkan, tidak seharusnya gadis yang ia cintai itu merelakan harga diri dan kehormatannya untuk di berikan kepada laki-laki lain hanya demi sejumlah uang.
"T-tuan," panggil Zaura gugup.
"S-saya sudah siap." Zaura kembali mengingatkan Alandra, namun Alandra tetap bergeming, mengabaikan Zaura yang masihan berdiri di belakangnya.
Kegugupan Zaura semakin menjadi, tatkala Alandra mulai membalikan tubuhnya. Kedua telapak tangannya semakin berkeringat.
Sebelumnya, Zaura tidak pernah membayangkan jika dirinya harus mengambil jalan pintas seperti ini demi kesembuhan sang ibu.
Namun, jumlah uang fantastis di tawarkan oleh seorang laki-laki yang sedang mencari perempuan yang masih perawan. Zaura tergiur karena Zaura memang sangat membutuhkan uang itu untuk oprasi jantung sang ibu.
Zaura memiliki prinsip untuk tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Karena saudaranya yang terus memberikan julukan anak haram terhadap Zaura, sontak saja hal itu membuat Zaura menutup diri untuk tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Zaura tidak ingin menikah dengan laki-laki manapun karena dia sendiri menganggap bahwa dirinya adalah anak haram.
'Ya tuhan, apa yang sudah aku lakukan. Sesungguhnya, aku tidak ingin melakukan semua ini. Tapi bagaimana jika aku terlambat mendapatkan uang untuk operasi ibu, aku tidak mau kehilangan ibu,' batin Zaura berdoa.
'Bu, Maafkan Zaura, Zaura mengecewakan ibu.'
'Tapi tidak apa-apa, karena aku berjanji tidak akan pernah menikah dengan laki-laki manapun. Lebih baik kurelakan saja kesucian ini,' gumamnya lagi.
Di tangannya, Zaura membawa satu tablet obat yakni obat yang sering digunakan oleh para wanita yang ingin menunda kehamilan, Zaura mencegah semuanya sebelum terjadi.
Tak mau membuat laki-laki itu kecewa, Zaura mendekati Alandra.
"Tuan, kenapa anda diam saja? Saya sudah siap melayani anda!" Tanya Zaura, dengan suara yang di buat selembut mungkin sesuai pesan dari temannya yang membantu Zaura mendapatkan hal gila ini.
"Apakah saya yang harus memulainya terlebih dahulu?" tanya Zaura lagi, langkahnya semakin mendekati Alandra.
Kedua mata Alandra memanas, ini benar-benar bukan Zaura yang dia kenal. Kedua tangannya terkepal sempurna.
Saat Zaura hendak memegang bahu Alandra, celetukan Alandra membuat Zaura mengurungkan niatnya.
"Menikahlah dengan saya, saya berjanji akan membayar biaya operasi ibu kamu!"
Deg!
Zaura terkejut, tanpa memperlihatkan wajahnya, Alandra mengucapkan hal itu yang tentu saja sangat jauh dari perkiraan Zaura sebelumnya.
"M-maaf tuan, T-tapi, bukankah saya harus_"
"Menikah dengan saya dan berhenti dari pekerjaan ini Zaura, saya yang akan membantu kamu menyembuhkan ibu Tika!" Potong Alandra tegas. lagi-lagi semakin membuat Zaura tercengang, bahkan laki-laki ini tahu nama ibunya. Sebenarnya siapa laki-laki ini? Fikir Amira.
Detik itu pula, Alandra membalikan tubuhnya sampai dia melihat Zaura yang masih terpaku dengan keherananya.
"A-alandra!"
Ya, Zaura memang kenal dengan laki-laki ini. Alandra adalah mantan bosnya tempat dimana Zaura kerja sebagai pelayan restoran.
"Ya, ini aku. Zaura, menikahlah dengan aku. Aku mohon, jangan pernah melakukan pekerjaan ini!"
Zaura membuang wajah, sama sekali tidak mau menatap Alandra yang masih berharap pada Zaura.
"Apa urusannya dengan anda, apapun yang saya lakukan itu tidak perlu mendapat persetujuan dari anda!"
"Tidak bisa! Saya tau kamu wanita baik Zaura, kamu boleh mengambil upah yang sudah saya tawarkan, tapi bukan untuk melayani saya tapi menikah dengan saya!"
"Cukup Alandra! Bukankah sejak dulu sudah saya katakan jika saya tidak akan pernah menikah dengan siapapun, itu janji saya! Dan sampai kapanpun saya tidak akan pernah goyah dengan janji itu."
"Tapi perasaan saya sama kamu tidak bisa saya hapus begitu saja, saya mencintai kamu dengan tulus Ra. Saya tidak peduli siapa kamu dan masa lalu kamu, saya ingin memiliki kamu sepenuhnya, melindungi kamu dan membahagiakan kamu."
Bukan hanya kali ini Alandra berucap seperti ini, sebelumnya Alandra sudah beberapa kali mengajak Zaura untuk menikah. Namun Zaura tetap kekeh pada janjinya sendiri, yaitu tidak akan menikah dengan laki-laki manapun.
Hal itu pula yang membuat Zaura memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya karena Alandra selalu memberikan perhatian lebih, dan mengundang iri dari karyawan lain. Zaura tidak mau hal itu membuat dirinya melanggar janjinya sendiri.
"Maaf Alandra, tidak bisa! Cari saja wanita lain yang bisa kamu jadikan istri. Jangan saya, saya hanya anak haram yang tidak memiliki nasab, saya tidak pantas untuk kamu. Kita bagaikan langit dan bumi, sangat jauh untuk di satukan."
Zaura kembali menolak, ini sudah kesekian kalinya Zaura menolak. Bahkan Zaura sendiri yang mengklaim dirinya anak haram. Alandra hampir menyerah, seribu cara sudah dia lakukan untuk mendapatkan Zaura. Nyatanya, Zaura tak kunjung luruh, dengan cara apalagi dia harus meyakinkan Zaura dan menyingkirkan janji Zaura yang salah itu pada dirinya sendiri.
"Kalau begitu, apa kamu akan melayani laki-laki lain dengan menjual diri kamu sendiri Zaura? Demi tuhan! Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!"
"Itu urusanku sendiri, berhenti ikut campur dengan urusan hidupku. Urus saja hidupmu sendiri, tidak usah pedulikan aku!"
"Tidak bisa! aku tidak akan pernah membiarkan kamu mengambil jalan yang Argh.. Ini salah Zaura!"
Alandra bahkan sampai menangis, dan hal itu di saksikan langsung oleh Zaura. Sebesar itu cinta Alandra terhadap Zaura.
Air mata Zaura mengalir, dia memang menyadari jalan yang dia ambil itu salah. Tapi harus dengan cara apalagi agar dia mendapatkan uang untuk operasi sang ibu. Bekerja pun percuma, Zaura ingin mendapatkan uang yang banyak secara langsung untuk kelanjutan hidup ibunya, walaupun harus mengambil jalan pintas seperti ini.
Alan memegang kedua bahu Zaura yang tergugu karena tangis Zaura semakin tergugu, laki-laki itu memang mencintai Zaura, tapi Alan juga harus berusaha meyakinkan orang tuanya agar bisa menerima Zaura.
"Aku akan bantu kamu! Tanpa harus bekerja seperti ini! Menikah dengan aku Zaura!"
Plak!
"Pernikahan itu tidak semudah yang kamu bayangkan Alan! Aku hanya perempuan tanpa nasab yang tidak jelas asal usulnya. Bagaimana tanggapan orang lain jika kamu menikah denganku? Heh, jangankan menikah, kenal denganku saja sudah tentu kamu akan mendapat pandangan buruk dengan orang lain. Lalu, orangtua kamu, bisnis kamu, semuanya bisa berantakan gara-gara aku!"
Zaua menatap sinis Alandra, Zaura memang memiliki perasaan khusus untuk laki-laki ini, ya Zaura mengakui itu. Tapi Zaura tidak ingin membalas perasaan Alandra karena Zaura merasa dirinya adalah gadis pembawa sial untuk orang lain.
Zaura menunjuk Alandra "Jangan pernah temui aku lagi Alan! Aku benci kamu! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menikah dengan kamu, ataupun laki-laki lain!"
Zaura meninggalkan Alan sendiri, Alandra menyugar rambutnya pusing. Zaura memang tidak mudah untuk dia dapatkan, tapi perasaanya pada Zaura sudah tidak bisa dia tahan. Mungkinkah Alandra harus mencari jalan lain agar bisa mendapatkan Zaura, dan melindungi gadis itu dari hinaan keluarganya dan orang lain.
"Yah, sepertinya cara itu yang harus aku lakukan! Meskipun salah!"
Alandra juga keluar dari dalam kamar hotel, beruntung sejak pagi dia membuntuti Zaura yang ternyata sudah melakukan perjanjian dengan laki-laki yang memesannya. Dengan cepat, Alandra mengganti sejumlah uang pada laki-laki itu agar bisa menggantikan laki-laki itu dengan dirinya di kamar itu.
Di tempat lain, Zaura menyeka air matanya yang terus saja berjatuhan melewati pipi mulusnya.
Alandra memang sudah membalas perasaanya, tapi lagi-lagi penghinaan dan perkataan orang lain yang lantas membuat Zaura sadar jika dia tidak pantas bersanding dengan laki-laki sebaik Alandra.
Bahkan Zaura merasa jijik terhadap dirinya sendiri. Semua perkataan tentang dirinya seolah menjadikan pagar agar Zaura tidak bisa di miliki oleh laki-laki manapun.
Sampai di rumah sakit, Zaura hampir sampai di ruangan ibunya. Saat membuka pintu, tatapan tajam sang ibu menghunus tajam pada Zaura yang baru saja tiba.
"Bahkan, ibu lebih baik mati dari pada harus sembuh dengan cara yang haram Zaura!"
Deg!
Kedua pipi Launa memerah, tatkala seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan langsung memujinya. Setelah menoleh, ternyata Ziyan yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Padahal Launa mengira itu suaminya."Eh, elo. Kirain Zayn.""Kenapa emang?""Gue tadinya salting kalo beneran Zayn yang muji gue. Eh tapi, beneran gue cocok pake baju kayak gini?" tanya Launa lagi, dengan memutar-mutar tubuhnya di depan cermin."Bagus kok, cantik," kata Ziyan lagi, mengakui kalau Launa memang sangat cantik mengenakan gamis berwarna maroon lengkap dengan hijabnya."Kalo gitu gue gak bakal ganti lagi. Gue mau ke kampus pake gamis ini aja. Gue yakin si, pasti banyak orang-ornag yang terpesona.""Terpesona! Inget, udah punya suami!""Ya iya Ziyan tenang aja. Gue juga inget kok."Tiba di ruang makan, semuanya sarapan dengan tenang. Sesekali Aqlan melihat emangnya yang tampak pangling, masih tidak menyangka jika menantunya sudah langsung berubah dan mau memakai set hijab seperti ini."La
Siang harinya, Khafi menemui sahabatnya di kantor miliknya. Saat ini, Khafi emang membutuhkan Hanif sebagai orang yang dia andalkan termasuk partner curhatnya juga. Dan Hanif juga banyak tahu tentang masalah yang di hadapi oleh Khafi saat ini."Ada apa? Tumben banget pakmil satu ini tiba-tiba datang ke sini.""Gue lagi pusing nif," jawab Khafi, seraya mendaratkan bokongnya duduk di atas sofa ruangan Hanif."Pusing? Kepala Lo kambuh lagi?" tanya Hanif hawatir."Ck, bukan!""Lah, terus apa?""Ada sesuatu yang harus kita selidiki. Hampir satu bulan ini, cafe Alara ada masalah. Pemasukan tiba-tiba menurun, padahal pelanggan tetap rame seperti biasa. Udah ada satu orang yang jadi tersangka, tapi dia kabur.""Terus masalahnya apa? Kenapa gak langsung laporin aja tu orang yang ngambil uangnya?"Khafi menatap Hanif dengan tajam. Jika masalahnya hanya itu, mungkin Khafi tidak mungkin menemuinya untuk mengajak Hanif diskusi."Masalahnya, gue yakin pasti ada orang yang ikut campur dan jadi dalan
"Siap," sahut Naila langsung menaiki mobil dan duduk di samping Khafi.Khafi melakukan mobilnya dengan kecepatan cepat, namun cenderung lebih lambat. Sambil sesekali melihat ke samping berhadap bisa menemukan istrinya."Bang, kita mau cari mbak Alara kemana?" tanya Naila dengan nada malas."Ke Cafenya," jawab Khafi singkat. Bahkan sejak tadi Khafi tidak mempedulikan ocehan Naila yang membuat telinganya panas.Bagiamana tidak panas, Naila selalu membicarakan keburukan Alara. Kembali memanas-manasi keadaan agar Khafi tidak perlu mencari Alara."Abang, sebenarnya keputusuan Abang itu udah tepat. Abang nyuruh mbak Alara pergi karena itu kesalahan dia sendiri, Abang yakin masih mau memaafkan mbak Alara sedangkan mbak Alara sudah sejauh ini membohongi Abang."Cekiiittt!Dahi Naila terbentur ke atas dashboard, Khafi menatapnya dengan tajam."A-abang kenapa ngerem mendadak sih," Kesal Naila karena Khafi seperti sengaja ngerem mendadak, tapi setelah melihat gelagat Khafi yang sepertinya marah
Alandra mengecupi seluruh permukaan wajahnya. Memberikan istrinya ketenangan, agar Zaura tak lagi meratapi rasa sakitnya karena perawan ya sudah benar-benar pecah oleh Alandra, suaminya sendiri. Alandra sedikit menyesal karena hal ini ternyata sangat menyakiti istrinya. Tapi, masa iya dia tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang justru dia dan istrinya sudah halal. "Berhenti saja hhhm? Aku gak akan melanjutkannya kalau kamu masih merasa sakit," ucap Alandra, dengan membelai wajah istrinya dengan tangannya. "Jangan! Kenapa harus berhenti?" "Kamu kesakitan, aku gak tega lihatnya!" "Sakitnya cuma sebentar mas. Sebentar lagi mungkin hilang, maaf kalau aku begini karena rasanya benar-benar sakit." "Tidak apa-apa. Aku tidak akan melanjutkannya, biar punya kamu membiaskan diri dengan milik aku." Zaura mengangguk, demi mengalihkan perhatian suaminya Zaura memulainya dengan meraih wajah suaminya dan mencium bibir laki-laki itu. Tentu saja Alandra tidak menolak, dia juga membalas l
Alandra tertawa melihat istrinya yang ketakutan Melihat rudal sakti miliknya. Bagaimana jadinya jika Alandra sampai memasukan rudal saktinya ke dalam goa sempit milik istrinya. Pastinya sangat nikmat, dan Alandra semakin tak sabar menunggu waktunya tiba. Tapi Alandra tak ingin melakuaknya secara langsung, laki-laki itu tidak ingin menakut-nakuti Zaura dengan rudal miliknya yang sudah seperti pedang sakti. "Kenapa Hhhm?" Tanya Alandra, seraya menciumi bahu tebuka istrinya. "I-itu apa mas? k-kenapa besar sekali?" "Ini benda yang akan bikin kamu keenakan. Kenapa malah takut Hhm? Ayo pegang," tukas Alandra, kembali menarik tangan istrinya. Zaura kembali menarik tangannya, rasanya dia enggan melihat ke arah rudal suaminya yang sudah mencuat ke atas. Apalagi sampai menyentuhnya, membayangkannya saja Zaura sudah bergidik ngeri. Lagi-lagi Alandra di buat tertawa dengan sikap sikap istrinya. Zaura takut dengan rudal miliknya, dan apakah Alandra akan berhenti saja? Oh tidak, sulit ba
Tidak berhenti di situ, dan Alandra tidak ingin memandanginya saja. Seraya memajukan wajahnya, bibirnya menyentuh puncak kuncup cokelat itu dan menjilatinya pelan. Zaura kembali bergetar. karena Alandra mulai memasukan seluruh permukaan bukit kembar itu ke dalam mulutnya, menyedotnya dengan kuat. seperti bayi yang kehausan. Sementara tangan satunya lagi masih memberikan remasan kecil di bukit satunya lagi. Bagaimana zuara tidak mengenal lagi. sedangkan perbuatan suaminya ini membuatnya tak kuasa untuk sekedar menahan desahannya. Zaura mendongak, menikmati setiap sesapan suaminya. Zaura juga meremas rambut Alandra dan menekannya hingga bukit kembar itu terasa penuh di mulutnya. Usai memberikan rangsangan melalui bukit kembar istrinya. Alandra mencium seluruh permukaan perut Zaura hingga Zaura menggeliat kegelian. Zaura merasa banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di perutnya. Rasanya aneh, dan Zaura tidak sabar untuk menantikan kegiatan selanjutnya. "Ssssh, mas!" jerit Zaura,