Beranda / Romansa / Terpaksa Menikah Muda / Titah Seorang Tuan Muda

Share

Titah Seorang Tuan Muda

Penulis: Ana j
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-30 19:37:51

Tidur seorang gadis manis terusik ketika pintu rumahnya digedor kuat, belum lagi suara teriakan yang memekikkan telinga. Kamila terbangun seketika, netranya langsung melihat ke arah jam dinding, sudah menunjukkan pukul enam pagi. Ia melirik ke samping, menemukan Arfin yang masih tertidur pulas.

Secara perlahan, Kamila bangkit dari tidurnya, lalu melangkah menuju pintu dengan cat kayu yang sudah terkelupas itu. Ia tersentak mundur kala membukanya, jantungnya bergemuruh hebat dengan tatapan penuh ketakutan.

“Halo, Anak Manis,” sapa pria tambun dengan bau nikotin serta alkohol itu.

“Ma–mau apa Anda kemari, bukankah saya sudah membayar cicilan untuk dua bulan ke depan?” Kamila memundurkan langkahnya. Sementara pria bertubuh tambun dengan tato pada lehernya itu menyeringai mesum. Bau alkohol semakin menyeruak tatkala ia semakin mendekat, membuat Kamila mual serta ketakutan di saat yang bersamaan.

“Benar-benar gadis yang sangat cantik, saya bisa saja menganggap lunas semua hutang kedua orang tuamu. Asalkan kau mau menjadi istri saya, karena melewatkan gadis yang masih murni dan manis sepertimu sangatlah disayangkan.” Pria itu menarik tangan Kamila, membuat tubuh kecil itu tersentak kaget.

Air mata Kamlia sudah tak terbendung, ia melihat ke belakang punggung Baron, beberapa pria berbadan kekar menatapnya penuh seringai. “Anda berjanji untuk tidak mengganggu saya! Dan tolong lepaskan! Atau saya akan berteriak sekarang juga!”

Baron tertawa setan, diikuti oleh anak buahnya yang lain. “Kau pikir siapa pemegang daerah ini? Saya yang berkuasa di sini!” Kamila berteriak histeris ketika pria itu semakin mendekat, tubuhnya bergetar ketakutan. Ia tak kuasa melawan pria berbadan kekar di hadapannya.

“Kakak!” Arfin datang tergopoh-gopoh, wajah bantalnya masih terlihat jelas. Namun, tidak dengan kemarahan pada netra beningnya. Anak laki-laki itu dengan berani menghampiri Baron dan menggigit tangan pria itu agar melepaskan Kamila.

“Anak kurang ajar! Kalian semua! Cepat bawa anak ingusan ini keluar, bila perlu pukul sampai pingsan agar tidak mengganggu kegiatanku!” Para anak buah Baron bergegas menarik Arfin.

Sementara Kamila terus menjerit agar adiknya dilepaskan. “Jangan sentuh adik saya! Atau kalian akan menerima akibatnya!” pekiknya penuh kemurkaan, gadis itu terus mengamuk dalam kukungan Baron, membuat sang empu kewalahan.

“Kak Mila! Arfin tidak mau! Tolong Kakak!”

Kamila semakin menangis sejadi-jadinya, ia memukul lengan Baron brutal. “Saya bilang lepaskan! Jangan menyentuh adik saya!”

Kamila menatap Baron berang, raut ketakutannya sirna oleh amarah berkobar, dan entah dari mana tenaganya berasal, sampa-sampai bisa mendorong pria kekar itu hingga menghantam televisi di belakangnya. Baron mengerang hebat sembari memegang pinggangnya.

“Bos Baron!”

Sementa itu, Kamila dengan cepat merebut Arfin dari anak buah Baron yang terlihat lengah. “Kakak di sini, Sayang. Kak Mila akan selalu melindungimu!” ucapnya penuh getaran di setiap kata demi kata. Kamila memeluk Arfin erat, napas gadis itu memburu. Keringat dingin membasahi pelipisnya, jantungnya pun kian memompa begitu cepat. Ia takut, begitu takut kehilangan, Arfin.

Melihat anak buah Baron yang sedang mengerubungi pria itu, Kamila bergegas berdiri untuk keluar dari rumahnya. Tetapi Arfin langsung menangis semakin keras, ia terus memberontak dalam dekapan Kamila, membuat tubuh gadis itu sedikit kehilangan keseimbangan. “Jangan keluar Kakak, banyak orang jahat! Arfin tidak mau Kak Mila disakiti!”

Kamila dengan cepat menenangkan. “Kita harus secepatnya pergi dari sini, Baron dan anak buahnya jauh lebih jahat. Arfin yang tenang, ya? Kak Mila akan selalu melindungi—”

Perkataan gadis itu terhenti tatkala tubuhnya sudah ditarik kuat oleh Baron, sedangkan Arfin langsung terjatuh, lalu diseret keluar oleh anak buah Baron. Kamila masih terlihat shock dengan kejadian secepat kilat itu, ia hanya menatap kosong tubuh kecil adiknya yang diperlakukan bak hewan peliharaan. Belum lagi suara tangisan pilu Arfin, seakan-akan jantung Kamila ditikam ribuatan belati secara bersamaan.

Tubuh gadis itu melemah, bahkan ketika Baron menyeretnya menuju kamar. Ia bagaikan raga tanpa jiwa. Tak ada perlawanan berarti, hanya butiran kristal bening yang mulai berjatuhan dari sudut matanya.

“Kau tidak bisa pergi lagi gadis manis, dan mari kita bersenang-senang sebelum saya menikahimu!”

Ketika Baron hendak memulai semuanya, pintu kayu itu ditendang kuat, bersamaan dengan Baron yang berteriak keras ketika tubuh tambunnya ditarik kuat, kepalanya sampai berdarah karena terbentur ujung tembok. Ia mengerang kesakitan, disertai sumpah-serapah dari bibir tebal kehitaman itu. “Siapa kalian, hah! Berani-beraninya mengganggu kesenangan saya!” geram Baron berang, matanya melotot tajam pada kedua pria yang memakai kacamata hitam itu.

“Kerja bagus, Bimo. Dan sekarang, bersihkan sampah ini.” titiah Aron.

“Siap, Tuan!”

Aron mulai melangkah menuju Kamila, mengabaikan seruan protes dari Baron yang memekikkan telinga. Ia meneliti keadaan gadis itu, sangat kacau. Rambut awut-awutan serta tatapan kosong ke depan. Entah kenapa gadis ini hanya diam ketika akan dilecehkan?

“Mengapa hanya pasrah? Apa kau tidak bisa melawan? Di mana keberanianmu ketika menolak permintaan saya semalam?” Aron Dewangga, tetaplah seorang tuan muda yang mempunyai mulut tajam dan tak peduli lawan bicara sakit hati atau tidak. Alih-alih menenangkan Kamila, ia justru menatap gadis itu remeh sembari bersedekap dada.

“Ar–arfin ….” Kamila seperti orang linglung, tatapannya tak fokus. “Arfin!” Aron tersentak ketika melihat gadis itu melompat dari atas kasurnya sambil berlari keluar. “Arfin!” Kamila terus bereriak sepanjang langkah lebarnya, tangisnya pun kian pecah ketika melihat sang adik yang sedang terduduk dengan baju yang bagian lehernya robek sera sudut bibir membiru.

“Kakak!” Kamila langsung memeluk tubuh ringkih Arfin. Lalu menangis sejadi-jadinya, ia pikir tak akan bisa bertemu dengan Arfin lagi, ketika melihat cara anak buah Baron memperlakukan sang adik. Itulah sebabnya Kamila hanya bergeming ketika Baron hendak melecehkannya, pikirannya hanya terfokus pada keselamatan adiknya.

“Maafkan Kakak, Sayang. Maaf ….” Ia memeluk Arfin erat, sesekali membubuhkan kecupan hangat. Mengabaikan Aron yang bersedekap malas melihatnya.

“Kapan drama kalian selesai, saya tidak punya banyak waktu untuk menyaksikannya,” sindir Aron.

Kamila melepas Arfin dari pelukannya, lalu menoleh ke sumber suara. Seketika itu juga ia menunduk malu. “Maaf, dan terima kasih sudah menyelamatkan saya.”

“Bimo yang menyelamatkan kau.” Aron menjawab cepat.

“Selamat pagi, Nona Kamila.”

Kamila terkesip, ia langsung menoleh ke belakang punggungnya, melihat Bimo yang sedang tersenyum manis menatapnya. “Pak Bimo,” bisiknya lirih. Penampilan pria itu sungguh sangat berbeda kali ini. Membuat Kamila begitu segan.

“Jelaskan padanya alasan Kakek saya yang sebenarnya,” perintah Aron dengan gaya khas seperti tuan muda berkuasa.

“Baik, Tuan.” Kali ini atensi pria itu mengarah pada Kamila. “Lima tahun yang lalu, Ayah Anda pernah mendonorkan darahnya pada mendiang, Nyonya Riana. Dan ketika Tuan Abraham ingin memberikan imbalan, Ayah Anda justru sudah pergi tanpa jejak. Kami bahkan harus mencarinya ke seluruh penjuru kota. Alhasil satu tahun kemudian barulah kami menemukan tempat tinggalnya. Tetapi sayang, saat itu beliau beserta istrinya dinyatakan sudah tiada.”

Kini teka-teki rumit di otak Kamila mulai terpecahkan. “Jadi, alasan Anda serta Pak Abraham menyamar menjadi supir dan kernet bus karena ingin membalas jasa Ayah saya? Untuk itu kalian selalu baik dan memberi tanpa saya minta?”

“Benar, Tuan Abraham tidak ingin Anda canggung jika bertemu dengannya. Itulah sebabnya kami menyamar menjadi pelanggan selama bertahun-tahun lamanya,” jawab Bima lugas.

Kamila terdiam sejenak, ia menatap Bimo rumit, seolah-olah belum percaya penjelasan pria itu. “Ayah saya hanya mendonor darah, tapi kenapa sampai sebegitunya Pak Abra memberikan imbalan?”

“Lancang! Apa kau tahu arti Nenek saya?!” Aron berteriak murka.

Kamla tersentak kaget, sementara Bimo langsung menenangkan Aron. “Tuan, tahan emosi Anda.” Bimo kembali menoleh pada Kamila. “Tuan Abraham sangat berterima kasih karena Nyonya Riana kembali pulih, walau beliau hanya bisa bertahan satu minggu.” Kamila menunduk, merasa bersalah karena sudah lancang.

“Kauu dengar, ‘kan? Dan sekarang ayo ikut ke rumah, kita akan bertemu Ibu dan Ayah saya.”

Kamila mendongak, wajahnya seketika pias. “Tu–tuan Aron, sa–saya—”

“Dalam dua menit kau harus keluar dari rumah kumuh ini, jika tidak. Saya akan menyerahkanmu pada rentenir mesum itu!” Ancam sang tuan muda tak main-main.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah Muda   Selesai

    Kamila menatap kosong ke depan, Aron yang sejak tadi memeluknya ikut merasa sedih. Ini semua adalah mimpi buruk baginya, ia hanya tertidur sebentar di mobil. Lalu tiba-tiba sudah berakhir di rumah sakit, setelah siuman justru menerima berita kehilangan sang buah hati. “Aku egois ya, Mas? Andai aku tidak membuntuti Relin, mungkin anak kita masih ada di sini,” kata Kamila setelah kebisuan panjang. Wanita itu mengusap perutnya yang rata, satu bulan berlalu. Duka itu masih menyapa, sakit dan perih akan kehilangan yang tak pernah terduga. “Sayang, dengarkan aku.” Aron menangkup wajah Kamila, menatap mata wanita yang dicintainya itu. “Kau boleh bersedih, tapi jangan berlarut-larut. Aku tidak mau Ayana serta Saga merasa tersisihkan.” Kamila tertegun, tanpa sadar sudah abai dengan keberadaan si kembar lantaran larut akan kesedihan. “Ayana, Saga ….” Lirih wanita itu. “Ya, mereka takut mendekat padamu. Terkadang Ayana maupun Saga hanya melihatmu dari celah pintu,” jelas Aron, membuang pa

  • Terpaksa Menikah Muda   Benar-benar Pergi

    Nyatanya, kebahagian itu tak pernah berpihak padaku ~Kamila Cahaya *** Semua yang terjadi di hadapannya begitu cepat, menarik napas pun terasa sulit. Kamila memegang tangan dingin Aron. Ia bodoh dan ceroboh, sehingga melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. “Tolong! Siapa pun tolong!” Wanita itu menjerit seraya memukul kaca mobilnya. Tak berselang lama, suara pecahan kaca serta teriakan orang-orang mulai terdengar. Sedangkan Kamila, bukannya merasa lega. Justru ia semakin panik kala melihat darah yang mengaliri betisnya. Kamila tercekat, napasnya memburu tak beraturan. Ia menoleh ke arah Aron, memegang tangan sang suami kuat. Sebelum kegelapan merenggut kesadarannya. *** Masayu duduk lemas tak bertenaga setelah menerima kabar jika mobil yang Relin serta Sandra tumpangi menabrak pembatas jembatan. Lantas jatuh ke bawah dan sampai sekarang tak bisa ditemukan. Belum lagi Kamila, Aron serta Bimo kecelakaan di lokasi yang sama dengan Relin, tapi bedanya mereka hanya

  • Terpaksa Menikah Muda   Mengejar Relin

    “Mas .…” Kamila menyentuh pelan bahu Aron. Ia menggigit bibir bawah ketika melihat tatapan kosong sang suami. “Mila, Erza pergi untuk selamanya. Apakah sikapku keterlaluan selama ini? Aku kecewa padanya. Tapi bukan berarti dia—” Napas Aron tercekat, pria itu mendongkak, menghalau air mata yang hendak keluar. Ia kembali menunduk, melihat gundukan tanah di hadapannya. Erza memeng tak bisa diselamatkan, pria itu ditemukan sudah tak bernyawa. Mengingat terlalu banyak menghirup asap, serta luka bakar yang yang didapat. “Mas, aku tahu jika ini pasti sangat berat. Ada aku di sini, Mas tidak sendiri.” Kamila memeluk sang suami, ia bisa merasakan napas lelah pria itu yang berhembus di ceruk lehernya. “Tuan, hujan sudah mulai turun. Apakah tidak sebaiknya kita berteduh?” tanya Bimo pelan. Tak tahan melihat Aron yang mendapat kesedihan secara bertubi-tubi. Bimo sudah menganggap pria itu seperti adiknya sendiri, dan ia ikut merasakan kesakitan Aron.Aron melepas pelukannya dari Kamila, lant

  • Terpaksa Menikah Muda   Pergi Untuk Selamanya

    “Kemungkinan besar dia dijatuhi hukuman seumur hidup, mengingat Erza juga terlibat dalam pembunuhan berencana. Ayahnya pun sudah tutup mata dan memutuskan hubungan dengan Erza. Sementara Relin, hingga saat ini belum ditemukan,” jelas Tama menatap ke arah Aron yang sedang menatap jauh ke depan. Satu bulan sejak terakhir kali ia bertemu dengan Erza, Tama ingat betul kala orang tua Panji menyumpahi Erza dengan kemarahan membeli buta, tak lupa mengutuk menantunya yang tidak lain adalah Relin, meskipun wanita itu menghilang entah ke mana.“Apa si Brengsek itu menyesali semua perbuatannya?” tanya Aron dingin, setelah keheningan panjang.Tama menghembuskan napas berat, meneliti ekspresi sang putra yang terlihat kecewa serta marah. “Tentu saja dia menyesal, seperti yang Ayah katakan satu bulan yang lalu. Jika dia ingin bertemu denganmu untuk meminta maaf, tapi mengingat kau yang tak mau melihat wajahnya. Jadi, Ayah tidak bisa memaksa.”“Syukurlah dia sadar diri, memang orang jahat sepertin

  • Terpaksa Menikah Muda   Hukuman Erza

    “Setelah saya selidiki semuanya, ternyata Tuan Erza juga yang membakar kebun apel Anda. Dia mengaku telah mengambil cincin Tuan Farzan dan ditaruh di lokasi kejadian, agar kecurigaan kita mengarah padanya,” jelas Bimo. Pria itu menyesal karena dulu sempat berburuk sangka pada Farzan, tapi siangka Erza adalah dalang dari semua ini. Sungguh, tak pernah terbesit dalam pikirannya. Bimo kembali mengalihkan atensi pada Aron, terlihat jelas wajah kecewa serta terluka sang tuan. Ia turut sedih, mengingat Aron serta Erza berteman sejak kecil.“Lalu mengenai kasus Panji bagaimna?” tanya Aron setelh kebungkamn yang cukup panjang. “Sedang diurus oleh pengacara Anda, Tuan Erza juga sudah ditahan. Tadi siang ketika saya ke selnya, dia berpesan ingin melihat Anda,” ungkap Bimo hati-hti. “Tidak akan.” Aron mengeraskan rahang. “Jika saya bertemu dengannya, saya tak yakin jika dia masih bernapas esok hari.” Pria itu mengepalkan tangan, sudah seminggu sejak kematian Rendra, ia sama sekali tidak sudi

  • Terpaksa Menikah Muda   Kematian Rendra

    “Tunggu dulu, apa maksudnya jika Erza mendonorkan darahnya pada Rendra?” tanya Aron. Mencegah Erza yang hendak mengikuti Relin. “Mengapa kau memikirkan itu! Yang terpenting sekarang kami harus menyelamatkan Rendra!” bantah Relin kuat, menatap Aron tajam. “Bukan maksud saya seperti—” Perkataan Aron terhenti ketika dokter serta suster tergesa-gesa menuju ruangan Rendra. Mereka semua yang melihat itu tentu saja panik. Relin yang hendak masuk langsung dihentikan oleh Farzan. Membuat wanita itu menangis karena panik. “Mas ….” Lirih Kamila sembari memegang lengan Aron. Pria itu tersentak, baru menyadari jika sang istri sedari tadi bersamanya.“Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja,” kata Aron lembut. Berbanding terbalik dengan tatapan tajamnya ke arah Relin serta Erza. Satu jam berlalu, seorang dokter keluar. Pria itu menatap keluarga pasien dengan wajah tak terbaca. Lalu berucap, ”Pasien tidak bisa diselamatkan. Dia terlalu banyak kehilangan darah, ditambah lagi dengan penyakit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status