Share

Bab 3. Pasangan Pengantin Baru

Bab 3. Pasangan Pengantin Baru

"Minggir!" teriak Yuan sambil mendorong keras tubuh Rian, sehingga lelaki itu jatuh terjerembap ke atas lantai.

Rian yang belum sadar sepenuhnya pun langsung mengaduh. Dia mengusap pinggang yang kini terasa nyeri. Lelaki tersebut perlahan membuka mata, kemudian bangkit sambil meringis menahan sakit.

"Ngapain Mas Rian tidur di ranjang? Bukankah semalam aku sudah menyuruh Mas Rian buat tidur di sofa? Kenapa malah tidur bersamaku? Pakai peluk-peluk, lagi!" Yuan mengusap tubuhnya untuk menghilangkan jejak pelukan Rian.

"Tadi malam Sinta ...." Belum selesai Rian menjelaskan, Yuan bergegas memotong ucapannya.

"Kamu nggak usah bawa-bawa Sinta, deh, Mas! Kamu memang ada niat jahat aja sama aku! Dasar mesum!"

Yuan melempar bantal ke arah Rian. Bantal tersebut tepat mengenai kepala Rian. Lelaki itu langsung terkapar lagi ke atas lantai.

Yuan mengabaikan suaminya, lalu bergegas membuka lemari. Dia mengambil baju ganti dan masuk ke kamar mandi. Usai membersihkan diri, Yuan tidak melihat Rian di kamar.

“Ngomong-ngomong, Sinta ke mana, ya?” gumam Yuan sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar.

Yuan pun bergegas keluar dari kamar dan mencari keberadaan putri kecilnya. Ternyata sudah ada di meja makan. Dia sudah rapi dalam balutan seragam sekolah dan  sedang bercanda bersama Drini. 

Yuan tersenyum lebar, lalu menghampiri gadis kecilnya itu. Dia mendaratkan kecupan pada pipi Sinta dan dibalas oleh putri kecilnya itu. 

"Maaf, ya, bunda kesiangan." Yuan menarik kursi kemudian duduk di atasnya.

"Nggak apa-apa, Bunda. Sinta tahu kalau Bunda pasti capek." Sinta tersenyum penuh arti sehingga membuat Drini salah sangka.

Drini mengira anak pertamanya sudah mulai menanamkan benih pada rahim memantu kesayangannya itu. Padahal apa yang Drini pikirkan sangat jauh berbeda. Drini lupa kalau Yuan menikah dengan Rian karena terpaksa.

"Ah, kamu harus makan banyak! Sini ibu ambilkan nasi! Kamu harus banyak mengonsumsi makanan bergizi, supaya cepat hamil dan memberikan Sinta adik. Iya kan, Sinta?" Drini melirik ke arah Sinta sehingga bocah tersebut mengangguk penuh semangat dengan mata berbinar.

Yuan yang sedang meneguk air putih, sontak tersedak. Dia terbatuk-batuk dan membuat Sinta serta Drini panik. Tak lama berselang Yuan merasa punggungnya ditepuk lembut oleh seseorang.

Setelah jalur pernapasannya mulai lega, Yuan menoleh ke arah samping. Rian sudah berdiri di sampingnya dengan telapak tangan yang masih menepuk pelan punggungnya. Sontak Yuan menepis lengan Rian menjauh dari tubuhnya.

Rian hanya tersenyum kecut mendapat perlakuan kasar dari sang istri. Dia akhirnya memutuskan untuk menarik kursi, kemudian duduk di atasnya. Lelaki tersebut membalik piring dan mengisinya dengan nasi dan tumis sawi.

"Telur mata sapi, ya?" gumam Rian ketika melihat sepiring telur yang tersaji di depannya.

Rian melirik piring Yuan. Seperti kebiasaan Yuan, perempuan tersebut menyisihkan bagian putih telur. Rian tersenyum tipis dan ingin memanfaatkan hal kecil ini untuk menarik perhatian sang istri.

Lelaki tersebut memisahkan kuning telur, kemudian memberikannya ke atas piring Yuan. Yuan pun sontak menoleh ke arah Rian. Rian mengabaikan sang istri dan langsung memindahkan putih telur milik Yuan ke piringnya.

Drini yang menyaksikan adegan manis di depannya pun tersenyum tipis. Dia menutup bibirnya yang melengkung ke atas dengan telapak tangan. Perempuan tersebut kini bersorak dalam hati.

"Ayah so sweet!" ujar Sinta tiba-tiba.

Tingkat kekesalan Yuan mendadak turun ketika mendengar celoteh sang putri. Dia mengalihkan tatapan dari Rian ke arah Sinta. Perempuan tersebut mencubit gemas pipi Sinta, kemudian mengacak rambutnya.

"Dari mana Sinta tahu kalimat itu?" tanya Yuan tanpa menghentikan gerakannya mengacak rambut sang putri.

Yuan yang menyadari senyum putrinya sirna, langsung menarik kembali tangannya. Sinta mengerucutkan bibir kemudian merapikan rambutnya lagi setelah Yuan berhenti mengacak rambutnya.

"Tahu dari drama Korea yang sering dilihat Bunda! Bunda selalu bilang, 'So Sweet!' saat melihat laki-laki tampan dalam drama melakukan hal baik untuk wanitanya!"

Tawa Drini dan Rian langsung pecah menyisakan wajah Yuan yang terlihat merah layaknya udang rebus. Pagi itu berakhir dengan Yuan yang diam sepanjang waktu sarapan. Dia hanya bisa mendengar celoteh sang putri bersama ibu mertua dan suaminya.

Setelah selesai makan, Yuan membantu Sinta memakai tas sekolahnya. Dia menggandeng tangan sang putri dan berjalan menuju garasi.

Rian pun bergegas menyusul keduanya. Dia berniat untuk mengantarkan Yuan dan Sinta. Lelaki tersebut berniat untuk mencoba mengambil hati sang istri.

"Sinta masuk, ya?" Yuan membuka pintu kursi depan.

Saat balik kanan, Yuan yang melihat Rian ada di belakangnya, melemparkan tatapan tajam kepada sang suami. Perempuan tersebut menutup pintu, kemudian memutari mobil untuk segera duduk di belakang roda kemudi.

Ketika Yuan hendak membuka pintu, Rian menerobos masuk dan mendaratkan bokong ke atas kursi. Hal itu tentu saja membuat Yuan kesal. Dia memutar bola mata seraya mengerucutkan bibir.

"Ngapain, sih, kamu, Mas?" tanya Yuan seraya melipat lengan di depan dada.

"Aku mau mengantar istriku kerja dan anakku berangkat ke sekolah. Apa aku salah?" Rian tersenyum miring seraya menaik-turunkan alisnya.

"Wah! Ayah mau antar Sinta sekolah? Asyik!" seru Sinta sambil berulang kali meninju udara.

Yuan menghela napas ketika melihat tawa riang sang putri. Dia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan Sinta. Akhirnya Yuan masuk ke kursi penumpang bagian belakang.

Sinta langsung melepas sabuk pengaman, kemudian pindah ke kursi belakang. Ketika sudah berada di samping sang ibu, Sinta menyolek bahu Yuan. Sinta tersenyum lebar, sehingga membuat Yuan mengerutkan dahi.

"Ada apa, Sayang?"

"Bunda duduk di depan, dong! Aku melihat teman lain selalu begitu! Ayah ibu mereka duduk bersama di kursi depan!" Sinta melihat lengan di depan dada, kedua alis bocah itu hampir menyatu karena dahi yang berkerut, belum lagi bibirnya yang mengerucut karena protes terhadap sang ibu.

Yuan memutar bola mata untuk ke sekian kali. Sinta benar-benar menguji kesabarannya kali ini. Dia harus melakukan semua hal yang benar-benar tidak disukai.

Akhirnya Yuan mengembuskan napas kasar kemudian keluar dari mobil. Kini dia mengempaskan tubuh ke kursi penumpang yang ada di samping Rian. Perempuan tersebut melipat lengan dan menekuk wajah.

Rian melirik wanitanya itu sambil tersenyum geli. Dia tahu betul dari mana gaya merajuk Sinta berasal. Menyadari Rian mencuri pandang ke arahnya, Yuan menoleh dan melemparkan tatapan tajam.

"Apa!" bentak Yuan.

Rian hanya terkekeh kemudian mulai menyalakan mesin mobil. Hal itu semakin membuat Yuan meradang. Dia mengacak rambutnya frustrasi lengan tubuh bergerak sembarangan layaknya anak kecil yang sedang tantrum.

"Ih, Bunda kayak anak kecil!" celetuk Sinta.

Hal itu tentu saja membuat tawa Rian pecah seketika. Yuan yang sebenarnya malu, kini tetap berpura-pura merajuk. Dia ingin bersikap kenakan untuk saat ini.

Rian berdesus kemudian menempelkan telunjuknya pada bibir. Melihat isyarat dari sang ayah membuat Sinta menghentikan tawanya. Gadis kecil itu membungkam bibirnya sendiri menggunakan kedua telapak tangan.

"Ups," ucap Sinta pelan.

Rian yang awalnya hendak menginjak pedal gas mengurungkan niatnya. Lelaki tersebut mendekatkan tubuh ke arah Yuan. Wajah keduanya kini hanya berjarak beberapa senti.

Kini Yuan dapat mencium aroma parfum yang menguar dari tubuh Rian. Entah mengapa jantung perempuan itu berdegup begitu kencang. Yuan khawatir suaminya  mendengar suara detak jantungnya yang tak beraturan.

Rian terus memangkas jarak antara dirinya dengan Yuan. Tanpa sadar Yuan meremas rok yang membalut tubuhnya. Dia pun memejamkan mata karena tidak sanggup lagi menatap Rian dalam jarak sedekat itu.

"Apa yang kamu pikirkan?" bisik Rian pada telinga Yuan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status