Tidak terasa sudah tiga tahun lamanya Alia meninggalkan kampung halamannya, dan selama tiga tahun ini dia selalu berpindah-pindah dari satu negara kenegara lain demi menghilangkan jejaknya, dan akhirnya dia menemukan sebuah desa kecil dan menetap disana sudah lebih dari dua tahun. Alia mengganti identitasnya untuk menghilangkan seluruh jejaknya.
Kehidupan barunya lebih sederhana dan jauh dari kata mewah. Setiap hari Alia harus bekerja memetik Apel di perkebunan demi menghidupi dirinya sendiri. Alia memutuskan semua akses dan komunikasi dengan keluarganya dan mulai hidup mandiri.
"Tidak terasa kamu sudah lama bekerja disini, Key."
Alia membasuh tangannya dan mengistirahatkan tubuh lelahnya sejenak, duduk disamping sahabatnya yang selama ini membantuku.
"Hah, rasanya baru kemarin aku melihat Apel-apel ini mulai berbunga, namun sekarang mereka sudah mulai siap penan."
"Kamu benar, Key. Waktu berjalan begitu cepat. Tapi, ngomong-ngomong, apakah kamu tidak merindukan keluargamu, Key? Kamu sudah memutuskan komunikasi dengan mereka selama ini. Apakah kamu tidak ingin mengetahui keadaan Ayahmu?"
"Aku merindukan mereka, Mala. Tapi aku tidak bisa kembali kesana."
"Tapi kenapa?"
"Aku hanya tidak ingin mengingat kembali masa laluku, serta aku tidak ingin membebani mereka."
"Bukankah kamu terlalu egois terhadap dirimu sendiri, Key?"
Alia tidak ingin menjawab pertanyaan dari Mala itu. Kenangan buruk itu selalu menghantuinya, bahkan setiap malam Alia selalu bermimpi buruk, begitu banyak hal yang dia takuti untuk kembali ke kampung halamannya.
"Apakah kalian sudah selesai berbincang? Bisakah kalian membantuku mengantarkan buah-buahan ini ke kota?" Ucap pemilik perkebunan.
"Ke kota? Aku belum pernah ke kota selama ini."
"Nah, ini kesempatanmu. Kamu sudah dua tahun bekerja di sini, namun sekalipun aku belum pernah melihatmu meninggalkan desa ini."
"Tapi, Bos.."
"Aku tidak menerima alasan apapun darimu, bersiaplah."
Jantungnya berdetak begitu kencang, Alia sudah berusaha menghindari keramaian selama ini.
"Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan disini, Keysa. Ayo kita pergi."
Alia menghela napas panjang dan mencoba untuk menengkan dirinya dan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.
Mobil Pick Up itu melaju dengan perlahan melewati jalanan yang mulus dengan pemanadangan yang sangat menakjudkan. Barisan-barisan pepohonan yang rindang menemani perjalanan mereka, serta udara yang terasa sejuk berhembus lembut.
"Aku sudah lama tidak merasakan kedamaian seperti ini."gumamku dalam hati.
Hanya dalam beberapa jam saja Mereka sudah sampai ketempat tujuan. Mereka mulai menurunkan keranjang-keranjang apel yang dibawa dari perkebunan untuk diserahkan kepada pengepul.
"Kita tidak bisa kembali sekarang, sebentar lagi akan ada Bos besar yang ingin memesan apel-apel kita dalam jumlah yang sangat banyak. Mereka ingin bertemu secara langsung dengan kita untuk membahas harga. Kalian beristirahatlah dahulu."
Mereka beristirahat disebuah warung tidak jauh dari tempat tadi. Alia mengamati kendaraan yang berlalu lalang silih berganti. Tiba-tiba wajah ayahnya terlintas dalam ingatannya
"Mal, aku boleh pinjam ponselmu sebentar?"
"Boleh, ini."
Alia menekan deretan angka yang masih dia ingat dengan baik, setelah beberapa detik berdering, terdengar suara lelaki paruh.
"Halo...halo......"
Suara itu tidak asing baginya, suara yang sangat dirindukan. Alia menahan tangisnya, menggigit bibirnya yang mulai gemetar.
"Alia?"
Alia tidak lagi membendung air matanya, ia biarkan mereka mengalir dengan sendirinya.
"Papa.."
Mata Alia terbelalak, tidak percaya melihat seseorang yang baru saja turun dari mobil mewah yang baru saja terparkir tidak jauh dari mobil mereka, Alia buru-buru menundukkan wajahnya dan menurunkan sedikit topinya. Tangannya mulai gemetar, keringat dingin mengalir perlahan dan dadanya mulai terasa sesak.
"Kamu baik-baik saja, Keysa?" tanya Mala.
"Aku baik-baik saja, kamu tenang saja."
Alia berusaha sebisa mungkin untuk tidak manarik perhatian, namun mereka berjalan menghampiri tempat Alia dan rekan-rekannya beristirahat.
"Perkenalkan semua, ini tuan Dirga. Beliau yang akan memborong semua panen kita tahun ini."
Nama yang sudah lama tidak Alia dengar beberapa tahun ini. Apakah tuhan mulai mempermainkan nasipnya? Bagaimana bisa lelaki yang sangat tidak ingin ia temui saat ini berdiri tegap dihadapannya.
Alia sedikit mendongakkan wajahnya. Tiba-tiba tatapan mata mereka bertabrakan, Alia langsung cepat-cepat menundukkan wajahnya. Dia melangkah mendekat dan berdiri tepat dihadapannya.
"Angkat wajahmu, Nona."
Rasanya jantung Alia berdetak begitu cepat hingga dapat membuatnya terkena serengan jantung mendadak. Alia meremas ujung bajunya, kaki terasa begitu lemas dan bibirnya sangat sulit untuk berbicara.
"Maaf, Tuan. Teman saya sangat pemalu terhadap orang asing."
Aku sedikit lega mendengar Mala membantuku menjawab.
"Aku berbicara dengan nona ini, bukan denganmu."
"Jawablah, Keysa." Ucap Bosku.
"Keysa?" tanya Dirga kembali meyakinkan ucapan Bosku.
"Benar, Tuan. Nona ini bernama Keysa, dan dia adalah warga asli kami. Dia memang sangat pemalu."
Langkah kaki Dirga terlihat menjauh darinya, akhirnya Alia dapat bernapas lega. Mala mengajaknya dan rekan lainnya untuk segera naik ke atas mobil. Setelah beberapa saat mereka menunggu, pemilik perkebunanpun menghampiri mereka dan mulai menyalakan mobilnya, merekapun meninggalkan tempat tersebut.
"Apakah Tuan mengenal wanita tersebut?"
"Wajahnya sangat mirip dengan Alia, namun tatapannya berbeda. Mungkinkah ini karena aku terlalu merindukannya."
"Apakah anda tetap akan mencarinya, Tuan. ini sudah tiga tahun lebih."
"Aku tidak akan berhenti selama aku belum melihat mayatnya."
Alia merebahkan diri diteras rumahnya. Rumah yang ia tempati saat ini sangat biasa saja. Dia menyewa Rumah itu dari seoarang nyonya tua yang sangat baik hati. Rumah berdinding papan dengan satu kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi ,dan dapur. Tidak banyak barang yang dimiliki oleh Alia yang hidup seorang diri, hanya tempat tidur, peralatan mandi dan masak, bberpaa pakaian dan penghangat ruangan ketika musim dingin tiba.
"Kenapa pria berengsek itu muncul disini? Apakah aku harus kembali meninggalkan tempat itu? Hah...! aku sudah nyaman dengan lingkungan ini, sangat sulit untuk kembali menyesuaikan diri ditempat baru."
Dia teringat kembali saat-saat dia harus berpindah tempat beberapa kali dalam setahun. Megan dan Dirga sama-sama mencari keberadaannya, apalagi setelah kabar kehamilannya tersebar saat terakhir kali dia berkomunikasi dengan orang tuanya. Kejadian itu membuatnya harus kehilangan bayinya yang berharga.
Alia menyalakan ponsel lamanya dan banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab yang masuk kedalam ponselnya. Alia membaca satu persatu pesan yang masuk, hampir kebanyakan pesan dari Baby, Megan dan Dirga yang terlihat begitu menggila.
Ada sebuah pesan dari Dirga yang membuat dadanya sesak seketika.
"Sampai kapanpun aku akan mencarimu bahkan keujung dunia sekalipun dalam keadaan apapun aku pasti akan membawamu kembali kepelukanku."
Alia kembali mematikan ponsel lamanya dan menyimpannya, dia tidak ingin kehidupannya yang tenang kembali terusik. Alia membersihkan diri dan bersiap untuk beristirahat karena malam sudah mulai larut, dia ingin tidur nyenyak tanpa memikirkan apapun lagi.
Di sisi lain, ada seseorang yang sangat bahagia menerima sebuah kabar baik.
"Tuan, kami baru saja mendapat sinyal GPS dari ponsel nona Alia."
"Benarkah? Dimana?"
"Jaraknya tidak jauh dari posisi tuan saat ini, hanya beberapa kilometer saja."
"Bagus sekali. Aku pasti akan menemukanmu Alia. Ternyata kamu sangat dekat denganku saat ini. Kamu tunggu saja."
"Apakah Nona Alia sudah kehilangan kasih sayang Tuan Dirga?" "Apa maksud kamu?" "Pagi ini, aku melihat Alia berangkat kerja menggunakan taksi, tidak lagi menggunakan mobil mewah seperti sebelumnya."Suara karyawan yang tengah membicarakannya terdengar samar-samar dari ruang kerja Alia. "Mereka seperti tidak ada pekerjaan lain saja." Gumam Alia sendiri.Kalau bukan karena Megan dengan sengaja menggores mobilnya kemarin, tentu saja hari ini dia tidak perlu menggunakan taksi untuk sampai kekantor. Masa perbaikan mobilnya memerlukan beberapa hari pengerjaan karena goresan yang Megan tinggalkan cukup dalam. Di rumahnya hanya ada mobilnya dan mobil milik Dirga. Mobil Dirga tentu saja sedang Dirga gunakan untuk perjalanan bisnisnya.Alia memperhatikan ponselnya beberapa kali dan kemudian meletakkan kembali tanpa melakukan apapun. "Apa aku hubungi Dirga aja ya? Minta dia beliin mobil baru. Tapi, apa pantas?"Alia bergelut sendiri dengan pikiran dan batinnya sendiri, rasa gengsi menyelimu
" Nona, ada seseorang yang mengirimkan bunga untukmu?" "Bunga?" "Iya" "Siapa pengirimnya?" "Tidak ada kartu nama dan ucapannya, Nona." "Mungkinkah Dirga?"Alia bertanya-tanya dalam hati siapa yang mengiriminya bunga setiap hari selama dia di rumah sakit. Dia selalu menerima kiriman bunga Daysi Merah setiap pagi, namun tidak pernah dicantumkan nama pengirimnya. "Good Morning" Ucap Dirga yang baru saja muncul dari balik pintu ruang perawatan Alia. "Kamu kenapa kemari?" tanya Alia "Aku menjemputmu. Kata Dokter hari ini kamu sudah boleh pulang." "Aku bisa pulang sendiri." "Ayolah, aku sudah cukp merasa bersalah beberapa hari ini tidak datang menjengukmu." "Kamu tahu kamu salah?" "Maafkan aku. Kamu sebut saja apa yang kamu inginkan, aku akan memberikannya." "Tidak perlu. Aku tidak menginginkan apapun. Aku akan berkemas terlebih dahulu." "Baiklah, aku akan menunggumu dengan sabar."Alia mengemasi barang-barangnya kedalam tas untuk bersiap meninggalkan rumah sakit. "Siapa yang
Berita itu menyebar begitu cepat bagaikan air yang mengalir begitu deras. Bagaimana tidak, adegan saat Megan menganiaya Alia itu disaksikan oleh hampir setengah karyawan perusahaan Dirga. Terlebih lagi pada saat itu Dirga sedang membawa kliennya menuju ruangannya karena Alia tidak datang membawakan kontrak kerja sama. Hal itu benar-benar menjatuhkan harga diri Dirga, karena bagaimanapun juga publik sudah mengetahui hubungan mereka bertiga. Kejadian itu juga membuat perusahaan Dirga kehilangan kerja sama bernilai jutaan Dolar. "Apakah kamu sudah kehilangan akal sehatmu?!"Ekpresi wajah Dirga menunjukkan amarah yang begitu mendalam terhadap Megan. "Apa kamu sudah tidak waras?!" tanya Dirga kembali. "Dia yang memprovokasiku terlebih dulu! Kenapa kamu melampiaskan emosimu padaku?!" "Kau dengar baik-baik! Kau tidak seharusnya melakukan itu kepadanya tepat dikantorku!" "Siapa suruh jalang sialan itu membuatmu tidak hadir pada malam penting kita!" "Megan!!!!"PLAAAAKK..!!!!Sebuah tamp
"Apakah begitu nyaman berada dipelukan mantan kekasihmu?"Alia yang baru saja membuka pintu rumahnya terkejut mendapati Dirga yang sudah duduk dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu mengejutkanku!" ucap Alia seraya duduk di sofa tepat dihadapan Dirga. "Apakah kamu sangat menikmatinya?"Alia membulatkan matanya menatap Dirga penuh keheranan. "Apakah dia memata-mataiku?" gumam Alia dalam hati. "Apa maksdumu?" tanya Alia dengan ekpresi sedikit bingung.. "Jangan kamu kira aku tidak tahu semua perbuatanmu di luar sana." "Kamu memata-mataiku?" "Ingatlah kamu milik siapa!"Alia membelalakkan matanya. Dia sangat tidak menyukai sifat Dirga ketika marah. Alia bersiap meninggalkan Dirga. Dia tidak ingin melihat amarah Dirga semakin memuncak. "Tidak ada seorangpun yang boleh menyentuhmu kecuali aku, Alia!"Dirga menarik tangan Alia dan mencengkram leher Alia dengan kuat serta menghentakkannya di dinding. "Sakit." rintih Alia sambil memegang lengan Dirga. "Kamu tidak bisa pergi begi
"Beginikah caramu bersaing denganku?"Alia terlihat sangat marah saatbmenghampiri Megan di kantornya. Kenapa tidak, dia tidak menyangka bahwa Megan akan menggunakan cara yang sangat kotor. "Apakah kamu sudah lupa? Aku yang menyelamatkan keluargamu dari kebangkrutan, aku juga dapat mengembalikannya dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya." ucap Megan dengan angkuhnya. "Apa yang kamu inginkan?" "Sudah jelaskan! Menjauhlah dari Dirga! Kamu sangat tidak layak berada disisinya." "Apakah kamu pikir kamu sendiri layak? Bagaimana reaksi Dirga jika dia tahu kamu melakukan hal seperti ini hanya untuk menjatuhkanku?" "Hahahaha...Apakah kamu bodoh Alia? Dirga ini seorang pebisnis. Dia tidak akan pernah mencampur aduk urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Perusahaan keluargamu dibawah naungan keluargaku dan itu bukan hak Dirga untuk mencampurinya. Lebih baik kamu sadar posisimu! Seberapa keras kamu bersaing denganku, selamanya kamu akan tetap berada dibawahku! Ingat itu!"Alia meninggal
Alia memperhatikan beberapa tamu yang hadir malam itu, dan tidak ada satupun yang dia kenal. Dia berdiri sedikit menjauh dari keramaian, dia tidak begitu nyaman dengan suasana pesta itu. "Pesta orang-orang kaya ternyata begitu membosankan."Pandangan mata Alia tertuju pada sesaorang yang baru saja tiba di pesta itu bersama seorang wanita yang menggandneg tangannya. "Dirga dan megan?" tanya Alia dalam hati.Terlihat Dirga yang tengah sibuk melayani orang-orang yang menyapanya satu persatu. Namun, tatapan mata mereka tiba-tiba bertemu. Alia cepat-cepat memalingkan wajahnya, kemudian menatap kembali ke arah Dirga yang tersenyum nakal meliahat kearahnya kemudian kembali berbincang-bincang dengan tamu yang hadir malam itu.Penampilan Alia yang begitu anggun dengan paras yang cantik membuat beberapa tamu yang hadir meliriknya sesekali. Apalagi Alia berdiri sendiri tanpa sesorangpun yang menemani. Kecantikan wajahnya dan keanggunannya membuat beberapa tamu yang datang malam itu terpesona da