Share

BAB 7

Author: Rose
last update Last Updated: 2025-05-20 15:14:34

Latisha menatap pantulan dirinya di cermin. Kebaya putih sederhana membalut tubuhnya dengan anggun, memberikan kesan lembut sekaligus elegan. Tapi keindahan itu tak mampu menyamarkan kegundahan di matanya.

Detik-detik menjelang akad, keraguan justru semakin menguat. Ia masih belum benar-benar yakin dengan keputusannya menikah dengan Sagara, pria itu adalah atasannya sendiri, pria yang belum lama ia kenal secara pribadi. Semuanya terjadi terlalu cepat, terlalu tiba-tiba. Hanya karena ia tak ingin membuat mamanya kecewa, tak ingin terlihat gagal lagi setelah pernikahannya dengan Danu batal.

Ia memilih Sagara... pria yang tidak pernah Latisha duga sebelumnya.

"Sudah siap, Sayang?"

Suara lembut yang begitu familiar membuyarkan lamunan Latisha. Ia menoleh dan menemukan sosok ayahnya berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan jas rapi, dengan senyum hangat yang langsung meluruhkan hatinya.

"Sudah, Pa," jawabnya pelan, tersenyum kecil.

Atmaja melangkah masuk, menatap putri semata wayangnya dengan mata yang sedikit berkaca. "Papa nggak nyangka, putri kecil papa hari ini akan menikah," ucapnya serak, namun penuh kebanggaan.

Latisha menunduk, menyembunyikan perasaan yang berkecamuk. "Doain Tisha ya, Pa..."

"Selalu. Bahkan tanpa kamu minta pun, doa papa nggak pernah putus untuk kamu."

Latisha mendekat, memeluk ayahnya erat. Pelukan yang lama, seolah ingin menggantikan tahun-tahun yang terlewat tanpa kebersamaan sejak perceraian kedua orang tuanya. Hubungan mereka tak pernah putus, tapi waktu yang sempit membuat momen seperti ini jadi langka dan berharga.

Beberapa saat kemudian, Latisha melepaskan pelukan itu perlahan. Ia menatap wajah ayahnya dengan rasa ingin tahu yang sulit disembunyikan.

"Pa," panggilnya pelan. "Kenapa papa menyetujui Mas Sagara? Maksud Tisha... kenapa papa yakin dia pilihan yang tepat?"

Atmaja terdiam sejenak, menatap mata putrinya seolah sedang mencari jawaban yang paling jujur.

"Bukankah dia pria yang kamu pilih?" tanyanya pelan.

Latisha menggigit bibirnya, ragu, lalu mengangguk pelan. "Iya, Pa... Mas Sagara pilihan Tisha."

Atmaja tersenyum, mengusap pipi Latisha lembut. "Selama ini papa mungkin nggak selalu hadir, papa yakin kamu nggak sembarangan memilih calon suami."

Latisha hanya bisa terdiam.

Ia menghela napas. "Papa nggak bisa kasih banyak untuk kamu, Cha. Tapi kalau dengan menyetujui pilihanmu ini papa bisa bikin kamu bahagia, itu sudah cukup buat papa."

Latisha tersenyum lagi, kali ini dengan mata yang basah. Keyakinannya mungkin belum utuh, tapi langkahnya sudah terlanjur maju. Tidak ada tombol "undo", tidak ada jalan mundur.

Apa pun yang menantinya di depan sana, ia akan menghadapinya karana ini pilihannya.

"Papa keluar dulu, ya. Sepertinya acaranya sebentar lagi dimulai," ucap Atmaja sambil merapikan ujung jasnya. Wajahnya tampak gugup dan tegang.

Latisha mengangguk sambil tersenyum. "Jangan lupa tarik napas, Pa. Yang nikah Icha, bukan Papa."

Atmaja tertawa kecil, tapi matanya masih menyiratkan kegugupan. "Iya juga, ya… Tapi rasanya tetap deg-degan. Apalagi ini pertama kalinya Papa mengantarkan putri kecil Papa untuk pria pilihannya."

Latisha terkekeh pelan. Melihat wajah cemas ayahnya membuat jantungnya sedikit lebih tenang.

"Papa ke bawah dulu, ya," ujar Atmaja pelan, lalu berbalik menuju pintu kamar.

Namun sebelum sempat membukanya, ketukan pelan terdengar.

"Om…" suara Nadya menyusul, disertai kepala yang mengintip dari balik daun pintu. Seperti biasa, aura Nadya langsung membawa hawa segar. Sedikit berisik, tapi selalu menyenangkan.

Atmaja tersenyum melihat kehadiran sahabat putrinya. "Masuk, Nadya. Icha di dalam."

"Terima kasih, Om,"

Nadya berjalan masuk, dan matanya langsung menyapu seluruh penampilan sahabatnya. "Whoa… Latisha. Lo cantik banget. Tapi... tunggu. Ini kebaya yang mana, ya? Kok beda dari yang kita pilih di butik waktu itu?"

Latisha terkekeh. "Ini dikirim semalam. Katanya dari keluarganya Pak Sagara."

Nadya langsung mendekat, memperhatikan detail kebaya itu. "Bentar. Ini bagus dan lebih cocok di badan lo sih... Seriusan, ini dia yang siapin?"

"Iya. Kirimannya banyak banget. Kebaya, perhiasan, sampai seserahan baru."

"Gila. Gokil. Gue pikir dia dateng cuma modal niat doang. Ternyata totalitas."

Latisha tertawa pelan. "Katanya ibunya desainer di Semarang. Jadi dia pengen gue pakai kebaya buatan ibunya."

Nadya melongo. “Lo seriusan nikah sama Pak Saga? Yang mukanya kayak es batu permanen, misterius, jarang ngomong, tapi… ya, gue akuin, ganteng sih.”

Latisha terkekeh, lalu mengangkat bahu. “Yakin nggak yakin, Nad. Tapi akad bentar lagi. Emang masih bisa kabur sekarang?”

“Kalau lo mau viral di Medsos karena pengantin kabur sebelum ijab kabul sih, silakan,” kata Nadya sambil menyeringai. “Tapi kalau denger saran gue, mendingan nikah aja sama Pak Saga. Minimal lo dapet calon suami yang sempurna kaya Pak Saga bukan kaya si Panu yang suka selingkuh itu.”

Latisha tertawa pelan. “Ini gue beneran nikah, ya?”

“Ya iyalah,” Nadya mengangguk mantap. “Pak Saga itu paket komplit, Cha. Oke, emang dia keliatan cuek dan dingin, kayak kenebo kering belum direndam. Tapi… dia tipe yang kalau udah sayang, pasti total. Worth it banget, percaya deh.”

Latisha menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang masih sedikit kacau. “Doain aja, ya. Semoga ini bukan cuma pernikahan mendadak yang penuh drama, tapi juga bisa jadi awal dari sesuatu yang... entah, mungkin bahagia?”

Nadya langsung menggenggam tangan sahabatnya erat. “Gue doain banget. Dan kalau suatu saat dia mulai ngeselin, lo tinggal ingetin...dia yang lamar lo untuk jadi istrinya, dan dia juga pernah ngirimin kebaya spesial dari Semarang. Itu effort, Cha. Cowok effort tuh langka, kayak diskon di akhir bulan.”

Latisha tertawa lagi lebih lepas, lebih lega. Mungkin hatinya belum sepenuhnya yakin. Tapi hari ini, setidaknya ia tidak sendiri. Dan tawa yang hadir bersamaan dengan doa, adalah awal yang cukup baik untuk sebuah perjalanan panjang.

“Eh, eh..bentar-bentar,” ujar Nadya tiba-tiba, sambil menegakkan badan dan mengangkat satu tangan, seolah sedang menangkap sinyal penting dari alam semesta.

Latisha mengerutkan dahi. “Kenapa? Lo mau berak?”

Nadya berdecak kemudian memasang wajah serius. “Dengerin deh. Kayaknya akad bakal dimulai. Barusan ada suara MC dari bawah ngomong, ‘mohon para tamu undangan berkumpul... bla bla bla... mempelai pria sudah siap’.”

Latisha langsung menegang. Tawa yang tadi sempat lepas kini menguap entah ke mana. Nafasnya terasa lebih pendek, jantungnya mulai berdetak tak karuan. Tangannya dingin seperti baru keluar dari kulkas.

Nadya memperhatikan perubahan ekspresi Latisha, lalu mendekat dan bertanya pelan, “Lo gugup, Cha?”

“Dikit…” Latisha meringis sambil mengipasi dirinya dengan tangan kosong. “Oke, banyak. Jantung gue udah kayak drum band, nggak beraturan, dan berisik banget.”

Nadya tertawa kecil, lalu meraih tangan sahabatnya dan menggosok punggungnya dengan lembut. “Wajar lah. Lo bukan cuma mau ganti status, Cha, tapi juga ganti partner hidup. Ini langkah gede. Tapi gue harap banget, pernikahan ini jadi awal dari kebahagiaan lo. Yang beneran.”

Latisha menatap sahabatnya dengan mata hangat. Degup jantungnya masih cepat, tapi hatinya terasa sedikit lebih ringan. “Thanks, Nad. Lo selalu jadi orang pertama yang bikin gue ketawa, bahkan pas lagi gugup begini.”

Nadya menyeringai lebar. “Itu tugas gue sebagai sahabat lo. Dan sekarang, tugas gue juga buat nganter lo ke pelaminan... sama Pak Saga!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 13

    Latisha menatap ragu ke arah rumah dua lantai bergaya klasik yang berdiri megah di hadapannya. Ada desakan tak nyaman yang perlahan merayap di dadanya, menyesakkan. Pernikahannya dengan Sagara bukan sekadar janji suci—ini adalah simpul rumit dari keputusan tergesa dan alasan yang tak pernah sepenuhnya jujur.Pria yang kini berdiri di sampingnya resmi menjadi suaminya, namun segalanya terasa asing. Sejak awal, Latisha tahu mereka berasal dari dunia yang berbeda. Ia hanya perempuan biasa, sementara Sagara... terlalu sempurna, terlalu jauh, seperti bintang yang indah tapi tak terjangkau."Kenapa?" Suara Sagara memecah lamunannya. Lembut, namun cukup kuat untuk menariknya keluar dari belenggu kegelisahan yang membungkus hati.Latisha buru-buru menggeleng. “Enggak, cuma capek aja, Pak,” bisiknya pelan. Dengan langkah berat, ia turun dari mobil, mencoba menyembunyikan kegugupan yang berdesak di dadanya. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah mertuanya — apalagi s

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 12

    Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih satu jam, pesawat yang mereka tumpangi akhirnya mendarat mulus di Bandar Udara Ahmad Yani, Semarang. Sejak beberapa waktu lalu, Latisha mulai merasakan perutnya kosong—keroncongan yang semakin memekik seiring waktu. Ia melewatkan makan siang, dan kini rasa lapar itu berubah menjadi nyeri yang menyesak.Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, sementara pandangannya sempat mengabur sejenak. Perutnya melilit seperti diperas, namun ia masih berusaha tegar, menahan rasa tak nyaman itu di perutnya.Latisha nyaris kehilangan keseimbangan saat langkahnya melemah—tubuhnya sudah terlalu lemas karena menahan lapar. Untung saja Sagara sigap menggandeng lengannya, menuntunnya dengan tenang hingga mereka keluar dari pesawat.“Tunggu di sini. Saya ambil bagasi dulu.” Suara bariton Sagara memecah kesadarannya. Tatapan pria itu sempat singgah di wajah Latisha, memperhatikan rona pucat yang mulai muncul di pipinya, lalu tanpa banyak kata, ia b

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 11

    "Pak Saga emang seotoriter itu, Mas?" tanya Latisha, memecah keheningan dalam perjalanan pulang.Seperti yang terjadi pagi tadi, rencana liburannya kembali gagal. Alih-alih menikmati waktu luang, kini ia harus menerima kenyataan: Sagara memintanya ikut ke Semarang. Memaksa, lebih tepatnya.Memangnya harus secepat ini? Bagaimana kalau keluarga Sagara salah paham?Apa pria itu sudah memikirkannya matang-matang sebelum mengambil keputusan?"Otoriter gimana maksudnya?" Kevin menoleh sebentar, melirik Latisha yang duduk bersedekap di kursi penumpang."Masa tiba-tiba ngajakin ke Semarang?" sahut Latisha dengan nada jengkel, matanya memandang jalanan kosong seolah mencari jawaban.Kevin tersenyum kecil, lalu kembali fokus ke jalanan. "Kayaknya sih dia cuma mau maksimalkan masa cuti kamu, Ca."Latisha mengerucutkan bibir, merenung. "Hmm...bisa jadi. Kenapa aku nggak kepikiran ya?" gumamnya pelan.Mungkin memang begitu. Ini cara Sagara menjaga agar tidak muncul masalah baru, seperti kekhawatir

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 10

    Latisha menoleh saat pintu kamar terbuka. Sagara masuk dengan langkah tenang. Handuk kecil menggantung di bahunya, sementara leher dan pelipisnya masih basah oleh sisa keringat. Latisha tak tahu sejak kapan pria itu pergi. Saat terbangun pagi tadi, tempat di sebelahnya sudah dingin dan kosong.“Dari mana, Pak?” tanyanya.“Gym,” jawab Sagara singkat, nyaris tanpa menoleh.Latisha menyodorkan secangkir kopi yang telah ia siapkan sejak beberapa menit lalu. “Saya sudah pesan sarapan. Kalau Bapak berkenan, kita bisa makan sekarang.”Sagara menerima cangkir itu tanpa banyak kata. Sekilas, tatapannya menelusuri wajah Latisha sebelum akhirnya berkata pelan, “Terima kasih.” Lalu duduk di sofa seberang, menyeruput kopi perlahan.Keheningan merambat, hanya diisi detik jam dinding yang kini terdengar begitu nyaring.Latisha menggeser duduknya, berusaha mencairkan suasana yang terasa canggung. Terlalu asing bagi dua orang yang baru saja menikah.“Bapak kerja hari ini?”“Ya. Sampai sore. Kamu bisa

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 9

    Latisha baru saja selesai membersihkan diri. Uap hangat masih memenuhi kamar mandi saat ia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri. Wajah yang tadi tersembunyi di balik lapisan make-up kini tampak polos, tanpa topeng. Tak ada lagi riasan untuk menutupi kecemasannya. Tak ada senyum palsu untuk menyamarkan gelisah yang sejak tadi bersarang di hatinya.Tadi, ia bisa menyembunyikannya. Duduk anggun, tersenyum sopan, menjalani peran dengan nyaris sempurna. Tapi sekarang, di ruang sunyi ini, segalanya runtuh. Riasan telah hilang. Begitu pula pertahanan dirinya.Ia menarik napas dalam, seolah mencoba mengembalikan kendali atas pikirannya yang berlarian ke mana-mana. Lalu, dengan gerakan pelan, ia membuka pintu dan melangkah keluar.Kamar hotel terasa terlalu luas, terlalu sepi. Ia melangkah menuju ranjang dan duduk perlahan, menyandarkan punggung pada headboard. Seolah berharap sandaran itu bisa menampung lelah yang tak hanya fisik, tapi juga batinnya.“Hari ini benar-benar

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 8

    “Saya terima nikah dan kawinnya Latisha Salsabila binti Atmaja dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”Suara tegas dan lantang itu menggetarkan dada Latisha. Tangannya otomatis menggenggam erat tangan Nadya, seolah mencari sandaran di tengah derasnya kenyataan.Penghulu menoleh ke para saksi. “Bagaimana, para saksi? Sah?”“Sah!” serempak suara itu terdengar.Latisha masih seperti melayang. Ia nyaris tak percaya bahwa dirinya baru saja resmi menjadi istri Sagara Alverio Dirgantara — atasannya, sekaligus pria yang muncul membawa jalan keluar di saat dunia seolah runtuh.“SAHHH!” seruan Nadya memecah keheningan, terdengar lebih nyaring dan bersemangat dibanding saksi-saksi lain, membuat beberapa kepala menoleh ke arahnya.Wajah Nadya langsung berubah. Ia meringis, menyadari kekeliruannya sendiri. “Oops…”Latisha hanya bisa menggeleng, menahan tawa di antara gugup dan haru.“Gila, lo beneran jadi istrinya Pak Saga, Ca!” bisik Nadya, matanya membulat dengan campuran kagum dan tidak perc

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 7

    Latisha menatap pantulan dirinya di cermin. Kebaya putih sederhana membalut tubuhnya dengan anggun, memberikan kesan lembut sekaligus elegan. Tapi keindahan itu tak mampu menyamarkan kegundahan di matanya.Detik-detik menjelang akad, keraguan justru semakin menguat. Ia masih belum benar-benar yakin dengan keputusannya menikah dengan Sagara, pria itu adalah atasannya sendiri, pria yang belum lama ia kenal secara pribadi. Semuanya terjadi terlalu cepat, terlalu tiba-tiba. Hanya karena ia tak ingin membuat mamanya kecewa, tak ingin terlihat gagal lagi setelah pernikahannya dengan Danu batal.Ia memilih Sagara... pria yang tidak pernah Latisha duga sebelumnya."Sudah siap, Sayang?"Suara lembut yang begitu familiar membuyarkan lamunan Latisha. Ia menoleh dan menemukan sosok ayahnya berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan jas rapi, dengan senyum hangat yang langsung meluruhkan hatinya."Sudah, Pa," jawabnya pelan, tersenyum kecil.Atmaja melangkah masuk, menatap putri semata wayangnya

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 6

    "Jelaskan pada Mama."Tatapan Hana menusuk, penuh tuntutan. Ia menanti jawaban. Selama ini ia mengira Tisha hanya butuh waktu untuk memulihkan diri setelah pernikahannya batal. Namun malam ini, putrinya datang bersama seorang pria asing—dan memperkenalkannya sebagai calon suami."Seperti yang Icha bilang, Ma. Dia laki-laki pilihan Icha," kata Tisha, suaranya terdengar tegas meski hatinya masih diliputi keraguan."Kamu yakin? Menikah dengan pria yang bahkan Mama belum tahu siapa dia?" tanya Hana. Nadanya menurun, tapi masih mengandung ketegasan khas seorang ibu."Icha yakin, Ma.""Danu?"Satu nama yang membuat dada Tisha menegang. Nama yang dulu membuatnya tersenyum—kini tak lebih dari luka yang nyaris membusuk.Pengkhianatan Danu seminggu lalu masih membekas. Dan bukan hanya karena perselingkuhan itu... tapi karena siapa yang terlibat di dalamnya.Tisha mengalihkan pandangannya. Menatap lantai sejenak sebelum kembali menatap ibunya dengan sorot yang lembut namun tak lagi rapuh."Ma, t

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 5

    Latisha membeku di tempat. Tatapannya terkunci pada mobil putih yang baru saja berhenti di seberang jalan. Saat pintunya terbuka dan sosok yang tak asing melangkah keluar, napasnya tercekat.Danu.Dengan kemeja putih tergulung di lengan dan potongan rambut cepak rapi khas abdi negara, pria itu berjalan cepat ke arahnya.“Latisha,” panggilnya, suara pelan tapi sarat tekanan. “Aku bisa jelasin semuanya.”Latisha hanya menatapnya tanpa ekspresi. Luka yang ditorehkan Danu belum sempat mengering. “Lo masih mau menjelaskan apa lagi? Setelah lo tidur sama sahabat gue sendiri?”Raut wajah Danu mengeras, napasnya tertahan. “Itu nggak seperti yang kamu pikir, Ca. Aku bisa jelasin semuanya... tolong, kasih aku kesempatan.”“Lo pikir gue masih butuh penjelasan?” potong Latisha, suaranya gemetar, tapi nadanya tajam. “Gue udah cukup hancur, Dan. Dan sekarang lo muncul, seolah semuanya bisa lo perbaiki cuma dengan permintaan maaf?”Danu menunduk sejenak, lalu menatap Latisha dalam-dalam. “Aku masih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status