Share

BAB 6

Author: Rose
last update Last Updated: 2025-05-20 15:07:02

"Jelaskan pada Mama."

Tatapan Hana menusuk, penuh tuntutan. Ia menanti jawaban. Selama ini ia mengira Tisha hanya butuh waktu untuk memulihkan diri setelah pernikahannya batal. Namun malam ini, putrinya datang bersama seorang pria asing—dan memperkenalkannya sebagai calon suami.

"Seperti yang Icha bilang, Ma. Dia laki-laki pilihan Icha," kata Tisha, suaranya terdengar tegas meski hatinya masih diliputi keraguan.

"Kamu yakin? Menikah dengan pria yang bahkan Mama belum tahu siapa dia?" tanya Hana. Nadanya menurun, tapi masih mengandung ketegasan khas seorang ibu.

"Icha yakin, Ma."

"Danu?"

Satu nama yang membuat dada Tisha menegang. Nama yang dulu membuatnya tersenyum—kini tak lebih dari luka yang nyaris membusuk.

Pengkhianatan Danu seminggu lalu masih membekas. Dan bukan hanya karena perselingkuhan itu... tapi karena siapa yang terlibat di dalamnya.

Tisha mengalihkan pandangannya. Menatap lantai sejenak sebelum kembali menatap ibunya dengan sorot yang lembut namun tak lagi rapuh.

"Ma, tolong izinkan Icha memilih jalan Icha sendiri," katanya lirih, tapi tegas.

Ia tahu pilihannya belum tentu benar.

Apakah menikah dengan Sagara akan membawa kebahagiaan? Atau hanya menunda kehancuran?

Bayang-bayang pernikahan orang tuanya dulu membayang. Dulu mereka saling mencintai saja bisa berpisah. Lalu... apa yang bisa ia harapkan dari pernikahan yang bahkan tidak dibangun dengan cinta?

Namun satu hal yang ia tahu pasti: melanjutkan pernikahan dengan Danu bukanlah pilihan.

"Dulu Mama yang mengenalkan Icha pada Mas Danu," lanjutnya pelan. "Mama bilang dia pria baik, mapan, bisa menjaga Icha. Dan Icha percaya. Kami dekat. Tapi semuanya berubah, Ma. Dan kejadian kemarin... itu bukan yang pertama."

Hana mengernyit. "Maksud kamu?"

"Selama ini Icha diam. Berpura-pura tidak tahu. Berkali-kali memaafkan Mas Danu. Tapi kemarin, saat Icha tahu siapa perempuan itu...sahabat Icha sendiri—semuanya runtuh. Rasanya seperti ditampar berkali-kali oleh kenyataan yang selama ini Icha abaikan. Dan Icha sadar... cukup. Kali ini, Icha harus memilih untuk melindungi diri Icha sendiri."

Hening.

Hana menatap putrinya lama. Matanya sedikit berkaca-kaca, tapi ia masih berusaha menahan segalanya tetap di tempat.

"Kamu yakin... Sagara, pria yang baik?"

"Kami sudah kenal hampir satu tahun, Ma. Dia atasan Icha di kantor. Memang awalnya hanya sebatas rekan kerja. Tapi seiring waktu... kami mulai saling percaya. Mulai merasa nyaman. Mungkin bukan cinta seperti yang Mama harapkan, tapi... ada rasa tenang saat Icha bersamanya."

Tisha sendiri tak yakin apakah ia sedang mencari persetujuan, atau sekadar alasan untuk menenangkan hatinya sendiri.

____

Sejak malam itu, Tisha tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Obrolan antara Sagara, Danu, dan ayahnya terasa seperti potongan film yang tak bisa ia tonton. Tak ada kabar. Tak ada penjelasan. Ayahnya pun bungkam sejak malam itu.

Hari-hari pun terus berjalan. Dua hari lagi adalah hari pernikahan yang seharusnya jadi momen paling sibuk dalam hidupnya. Tapi justru sekarang, Tisha hanya duduk di meja kerjanya... menunggu sesuatu yang bahkan ia sendiri tak tahu jawabannya.

Dan hari ini, menjadi hari terakhir ia bekerja sebelum resmi mengambil cuti pernikahan.

"Ca, jadi gimana kelanjutan nikahan lo?" Nadya mencondongkan tubuh, matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan.

Tisha menghela napas pelan. "Gue juga belum tahu. Sejak malam itu... semuanya diam. Nggak ada kabar apa pun."

Ia menggigit bibir bawahnya pelan. Hatinya sama gelisahnya dengan pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Sebelum sempat tenggelam dalam pikirannya sendiri, sebuah suara memanggil namanya.

"Latisha, bisa ke ruangan saya sebentar?"

Suara berat itu memotong lamunannya. Tisha mendongak dan menemukan sosok yang dua hari ini menghilang dari peredaran: Sagara.

"S-saya, Pak?" tanyanya gugup.

Sagara hanya mengangguk singkat, lalu berbalik dan berjalan menuju ruang kerjanya tanpa menoleh.

Latisha tetap terpaku di tempat. Matanya masih mengikuti punggung pria itu yang menghilang di balik pintu kaca.

"Udah sana, dipanggil calon suami sendiri tuh," goda Nadya dengan nada iseng.

"Gue takut," lirih Tisha, nyaris seperti gumaman untuk diri sendiri.

"Takut? Lah, ngajak dia ke rumah aja berani, masa dipanggil ke ruangan aja ciut? Ingat, sekarang statusnya calon suami lo."

Latisha hanya mendengus kecil, setengah kesal, setengah malu. Tapi ia tahu Nadya benar. Maka dengan langkah pelan, ia berdiri dan mulai berjalan menuju ruangan Sagara, membawa serta sejuta pertanyaan dalam dadanya.

Setelah mengetuk dan mendapat izin masuk, Tisha membuka pintu. Di sana, Sagara sudah duduk seperti biasa—tenang, tak terbaca. Hanya matanya yang menatap Tisha dengan sorot berbeda. Dalam dan langsung menembus lapisan keraguan di hatinya.

"Ada perlu apa, Bapak memanggil saya?" tanyanya hati-hati, tetap berdiri di depan meja.

"Duduk dulu. Ada hal yang harus kita bicarakan."

Tisha menurut, menarik kursi dan duduk di hadapan pria itu. Tangannya bertaut di atas pangkuan. Ia merasa seperti duduk di ujian hidup.

"Kamu tahu kamu akan menikah dengan siapa dua hari lagi?"

Pertanyaan itu membuat Tisha membeku sejenak. Ia menggeleng perlahan. Wajahnya menampakkan kebingungan, cemas, dan segalanya yang tak bisa ia ucapkan.

"Papa kamu merestui kita." Ucapan Sagara tenang. Pasti. Tidak ada jeda keraguan di sana. "Jadi dua hari lagi, kita menikah."

Tisha mengangkat kepalanya, menatap pria itu tak percaya. Bagaimana bisa? Bagaimana ayahnya yang dulu begitu ketat, begitu selektif, bisa merestui Sagara dengan mudah?

Dulu, Danu bahkan harus melewati serangkaian 'tes'—pertanyaan tajam, tugas mendadak dari Papa, hingga akhirnya mendapat restu. Dan karena itu Tisha pun luluh. Ia menerima Danu karena orang tuanya setuju, karena Danu tampak ideal... hingga kenyataan membongkar topeng itu.

"Maksudnya... saya dan Bapak... menikah?" Suara Tisha terdengar pelan, nyaris tercekat. Ia menatap pria di hadapannya dengan ekspresi tak percaya.

"Bagaimana bisa?" tanyanya lagi, mencoba mencari celah dari logika yang tak bisa ia pahami.

Sagara tetap tenang. Pandangannya tidak bergeser sedikit pun dari wajah Tisha.

"Kamu tidak perlu tahu semua detailnya," ucapnya, datar tapi tegas. "Yang jelas, kamu bisa lepas dari Danu... dan keluar dari kekacauan yang kamu alami."

Tisha terdiam. Ia tahu Sagara benar. Pernikahan ini seperti jalan keluar dari pusaran masalah yang tak kunjung selesai. Tapi tetap saja, hatinya penuh tanya.

"Tapi... pernikahan seperti apa yang akan kita jalani, Pak?"

Ada jeda sesaat. Suasana di dalam ruangan seperti menegang. Denting jarum jam terdengar sangat jelas di antara sunyi mereka.

"Pernikahan yang tidak akan membuatmu menunduk karena rasa malu," jawab Sagara, lirih namun penuh makna. "Dan tidak akan membuat orangtuamu merasa gagal membesarkanmu."

"Kenapa Bapak melakukan semua ini? Kita bukan dekat... kita bahkan hampir tidak pernah bicara kecuali soal pekerjaan. Apa Bapak punya tujuan lain?"

Sagara menatap Tisha dengan wajah tenang yang sangat sulit untuk Tisha baca, pria di depannya benar-benar misterius.

"Setiap orang punya alasan saat memilih sesuatu yang tidak masuk akal di mata orang lain, Latisha."

"Dan alasan Bapak... tidak bisa saya ketahui?"

"Bukan tidak bisa. Hanya belum waktunya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 13

    Latisha menatap ragu ke arah rumah dua lantai bergaya klasik yang berdiri megah di hadapannya. Ada desakan tak nyaman yang perlahan merayap di dadanya, menyesakkan. Pernikahannya dengan Sagara bukan sekadar janji suci—ini adalah simpul rumit dari keputusan tergesa dan alasan yang tak pernah sepenuhnya jujur.Pria yang kini berdiri di sampingnya resmi menjadi suaminya, namun segalanya terasa asing. Sejak awal, Latisha tahu mereka berasal dari dunia yang berbeda. Ia hanya perempuan biasa, sementara Sagara... terlalu sempurna, terlalu jauh, seperti bintang yang indah tapi tak terjangkau."Kenapa?" Suara Sagara memecah lamunannya. Lembut, namun cukup kuat untuk menariknya keluar dari belenggu kegelisahan yang membungkus hati.Latisha buru-buru menggeleng. “Enggak, cuma capek aja, Pak,” bisiknya pelan. Dengan langkah berat, ia turun dari mobil, mencoba menyembunyikan kegugupan yang berdesak di dadanya. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah mertuanya — apalagi s

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 12

    Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih satu jam, pesawat yang mereka tumpangi akhirnya mendarat mulus di Bandar Udara Ahmad Yani, Semarang. Sejak beberapa waktu lalu, Latisha mulai merasakan perutnya kosong—keroncongan yang semakin memekik seiring waktu. Ia melewatkan makan siang, dan kini rasa lapar itu berubah menjadi nyeri yang menyesak.Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, sementara pandangannya sempat mengabur sejenak. Perutnya melilit seperti diperas, namun ia masih berusaha tegar, menahan rasa tak nyaman itu di perutnya.Latisha nyaris kehilangan keseimbangan saat langkahnya melemah—tubuhnya sudah terlalu lemas karena menahan lapar. Untung saja Sagara sigap menggandeng lengannya, menuntunnya dengan tenang hingga mereka keluar dari pesawat.“Tunggu di sini. Saya ambil bagasi dulu.” Suara bariton Sagara memecah kesadarannya. Tatapan pria itu sempat singgah di wajah Latisha, memperhatikan rona pucat yang mulai muncul di pipinya, lalu tanpa banyak kata, ia b

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 11

    "Pak Saga emang seotoriter itu, Mas?" tanya Latisha, memecah keheningan dalam perjalanan pulang.Seperti yang terjadi pagi tadi, rencana liburannya kembali gagal. Alih-alih menikmati waktu luang, kini ia harus menerima kenyataan: Sagara memintanya ikut ke Semarang. Memaksa, lebih tepatnya.Memangnya harus secepat ini? Bagaimana kalau keluarga Sagara salah paham?Apa pria itu sudah memikirkannya matang-matang sebelum mengambil keputusan?"Otoriter gimana maksudnya?" Kevin menoleh sebentar, melirik Latisha yang duduk bersedekap di kursi penumpang."Masa tiba-tiba ngajakin ke Semarang?" sahut Latisha dengan nada jengkel, matanya memandang jalanan kosong seolah mencari jawaban.Kevin tersenyum kecil, lalu kembali fokus ke jalanan. "Kayaknya sih dia cuma mau maksimalkan masa cuti kamu, Ca."Latisha mengerucutkan bibir, merenung. "Hmm...bisa jadi. Kenapa aku nggak kepikiran ya?" gumamnya pelan.Mungkin memang begitu. Ini cara Sagara menjaga agar tidak muncul masalah baru, seperti kekhawatir

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 10

    Latisha menoleh saat pintu kamar terbuka. Sagara masuk dengan langkah tenang. Handuk kecil menggantung di bahunya, sementara leher dan pelipisnya masih basah oleh sisa keringat. Latisha tak tahu sejak kapan pria itu pergi. Saat terbangun pagi tadi, tempat di sebelahnya sudah dingin dan kosong.“Dari mana, Pak?” tanyanya.“Gym,” jawab Sagara singkat, nyaris tanpa menoleh.Latisha menyodorkan secangkir kopi yang telah ia siapkan sejak beberapa menit lalu. “Saya sudah pesan sarapan. Kalau Bapak berkenan, kita bisa makan sekarang.”Sagara menerima cangkir itu tanpa banyak kata. Sekilas, tatapannya menelusuri wajah Latisha sebelum akhirnya berkata pelan, “Terima kasih.” Lalu duduk di sofa seberang, menyeruput kopi perlahan.Keheningan merambat, hanya diisi detik jam dinding yang kini terdengar begitu nyaring.Latisha menggeser duduknya, berusaha mencairkan suasana yang terasa canggung. Terlalu asing bagi dua orang yang baru saja menikah.“Bapak kerja hari ini?”“Ya. Sampai sore. Kamu bisa

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 9

    Latisha baru saja selesai membersihkan diri. Uap hangat masih memenuhi kamar mandi saat ia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri. Wajah yang tadi tersembunyi di balik lapisan make-up kini tampak polos, tanpa topeng. Tak ada lagi riasan untuk menutupi kecemasannya. Tak ada senyum palsu untuk menyamarkan gelisah yang sejak tadi bersarang di hatinya.Tadi, ia bisa menyembunyikannya. Duduk anggun, tersenyum sopan, menjalani peran dengan nyaris sempurna. Tapi sekarang, di ruang sunyi ini, segalanya runtuh. Riasan telah hilang. Begitu pula pertahanan dirinya.Ia menarik napas dalam, seolah mencoba mengembalikan kendali atas pikirannya yang berlarian ke mana-mana. Lalu, dengan gerakan pelan, ia membuka pintu dan melangkah keluar.Kamar hotel terasa terlalu luas, terlalu sepi. Ia melangkah menuju ranjang dan duduk perlahan, menyandarkan punggung pada headboard. Seolah berharap sandaran itu bisa menampung lelah yang tak hanya fisik, tapi juga batinnya.“Hari ini benar-benar

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 8

    “Saya terima nikah dan kawinnya Latisha Salsabila binti Atmaja dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”Suara tegas dan lantang itu menggetarkan dada Latisha. Tangannya otomatis menggenggam erat tangan Nadya, seolah mencari sandaran di tengah derasnya kenyataan.Penghulu menoleh ke para saksi. “Bagaimana, para saksi? Sah?”“Sah!” serempak suara itu terdengar.Latisha masih seperti melayang. Ia nyaris tak percaya bahwa dirinya baru saja resmi menjadi istri Sagara Alverio Dirgantara — atasannya, sekaligus pria yang muncul membawa jalan keluar di saat dunia seolah runtuh.“SAHHH!” seruan Nadya memecah keheningan, terdengar lebih nyaring dan bersemangat dibanding saksi-saksi lain, membuat beberapa kepala menoleh ke arahnya.Wajah Nadya langsung berubah. Ia meringis, menyadari kekeliruannya sendiri. “Oops…”Latisha hanya bisa menggeleng, menahan tawa di antara gugup dan haru.“Gila, lo beneran jadi istrinya Pak Saga, Ca!” bisik Nadya, matanya membulat dengan campuran kagum dan tidak perc

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 7

    Latisha menatap pantulan dirinya di cermin. Kebaya putih sederhana membalut tubuhnya dengan anggun, memberikan kesan lembut sekaligus elegan. Tapi keindahan itu tak mampu menyamarkan kegundahan di matanya.Detik-detik menjelang akad, keraguan justru semakin menguat. Ia masih belum benar-benar yakin dengan keputusannya menikah dengan Sagara, pria itu adalah atasannya sendiri, pria yang belum lama ia kenal secara pribadi. Semuanya terjadi terlalu cepat, terlalu tiba-tiba. Hanya karena ia tak ingin membuat mamanya kecewa, tak ingin terlihat gagal lagi setelah pernikahannya dengan Danu batal.Ia memilih Sagara... pria yang tidak pernah Latisha duga sebelumnya."Sudah siap, Sayang?"Suara lembut yang begitu familiar membuyarkan lamunan Latisha. Ia menoleh dan menemukan sosok ayahnya berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan jas rapi, dengan senyum hangat yang langsung meluruhkan hatinya."Sudah, Pa," jawabnya pelan, tersenyum kecil.Atmaja melangkah masuk, menatap putri semata wayangnya

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 6

    "Jelaskan pada Mama."Tatapan Hana menusuk, penuh tuntutan. Ia menanti jawaban. Selama ini ia mengira Tisha hanya butuh waktu untuk memulihkan diri setelah pernikahannya batal. Namun malam ini, putrinya datang bersama seorang pria asing—dan memperkenalkannya sebagai calon suami."Seperti yang Icha bilang, Ma. Dia laki-laki pilihan Icha," kata Tisha, suaranya terdengar tegas meski hatinya masih diliputi keraguan."Kamu yakin? Menikah dengan pria yang bahkan Mama belum tahu siapa dia?" tanya Hana. Nadanya menurun, tapi masih mengandung ketegasan khas seorang ibu."Icha yakin, Ma.""Danu?"Satu nama yang membuat dada Tisha menegang. Nama yang dulu membuatnya tersenyum—kini tak lebih dari luka yang nyaris membusuk.Pengkhianatan Danu seminggu lalu masih membekas. Dan bukan hanya karena perselingkuhan itu... tapi karena siapa yang terlibat di dalamnya.Tisha mengalihkan pandangannya. Menatap lantai sejenak sebelum kembali menatap ibunya dengan sorot yang lembut namun tak lagi rapuh."Ma, t

  • Terpaksa Menikahi Atasanku   BAB 5

    Latisha membeku di tempat. Tatapannya terkunci pada mobil putih yang baru saja berhenti di seberang jalan. Saat pintunya terbuka dan sosok yang tak asing melangkah keluar, napasnya tercekat.Danu.Dengan kemeja putih tergulung di lengan dan potongan rambut cepak rapi khas abdi negara, pria itu berjalan cepat ke arahnya.“Latisha,” panggilnya, suara pelan tapi sarat tekanan. “Aku bisa jelasin semuanya.”Latisha hanya menatapnya tanpa ekspresi. Luka yang ditorehkan Danu belum sempat mengering. “Lo masih mau menjelaskan apa lagi? Setelah lo tidur sama sahabat gue sendiri?”Raut wajah Danu mengeras, napasnya tertahan. “Itu nggak seperti yang kamu pikir, Ca. Aku bisa jelasin semuanya... tolong, kasih aku kesempatan.”“Lo pikir gue masih butuh penjelasan?” potong Latisha, suaranya gemetar, tapi nadanya tajam. “Gue udah cukup hancur, Dan. Dan sekarang lo muncul, seolah semuanya bisa lo perbaiki cuma dengan permintaan maaf?”Danu menunduk sejenak, lalu menatap Latisha dalam-dalam. “Aku masih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status