Hujan mengguyur malam itu, tidak deras hanya gerimis kecil. Tapi itu sudah berlangsung lama dan membuat tubuh Naya basah. Dia kedinginan, bahkan tubuhnya juga sudah menggigil. Naya duduk di depan sebuah ruko kosong yang sudah tidak berpenghuni. Berjongkok di sana sembari memeluk dirinya sendiri.Entah sudah berapa banyak air mata yang tertumpah. Dia takut, dia kedinginan dan benar-benar sedih.Hari sudah dini hari, sudah dua jam Naya ada di pinggir jalan. Dia tidak tahu harus kemana dan dia tidak tahu ini ada dimana.Bibir Naya menggeletak kedinginan, sesekali pandangan matanya melirik ke daerah sekitar yang sepi dan memang jauh dari pemukiman. Beruntungnya ada ruko kosong ini dan lampu jalanan di seberang sana. Dan lebih beruntung lagi hari hanya gerimis dan tidak hujan badai, jika sampai seperti kemarin, mungkin Naya akan benar-benar mati."Bu," Naya tertunduk dan semakin meringkuk menahan dingin.Rayden benar-benar tega membiarkannya berada di sini. Tanpa iba dan tanpa rasa belas k
Naya membuka mata, terasa berat dan pusing. Dia menghela nafas sedih ketika dia tahu jika dia berada bersama Alex sekarang. Hari sudah pagi, dan Naya tidak tahu ini ada di mana.Sebuah kamar mewah, dan mungkin saja ini kamar Alex. Beberapa waktu lalu Naya pingsan karena ketakutan sebab Alex terus saja mengancam dan menekannya. Hingga akhirnya dia tidak tahu dibawa kemana oleh pria itu.Naya beranjak, dia memandang penampilannya yang sudah berganti pakaian. Siapa yang mengganti pakaian ini, pikirnya.Pintu kamar tiba-tiba terbuka, seorang pelayan masuk dengan sebuah nampan makanan di tangannya."Anda sudah bangun, Nona," sapa wanita paruh baya itu. Dia meletakkan nampan makanan di atas meja. Naya hanya memandangnya saja."Tuan satu jam lagi akan tiba, sebaiknya Nona sarapan dan membersihkan diri. Semua perlengkapan Nona sudah ada di sana," Pelayan itu menunjuk sebuah paper bag besar di dekat meja rias.Naya tidak menjawab, matanya melirik ke arah pintu. Dimana di depan sana terlihat be
Alex melompat cepat dan menjangkau bagian tubuh Naya ketika gadis itu benar-benar nekad terjun ke bawah. Beruntungnya tangannya dapat dicekal oleh Alex hingga Naya tidak sampai terjatuh."Lepaskan aku!" teriak Naya yang mencoba memberontak. Tubuhnya tergelantung di atas balkon, dan dia sama sekali tidak mempedulikan jika dia akan mati kalau terjatuh dari atas sini."Dasar bodoh!" umpat Alex begitu menggeram. Sekuat yang dia bisa dia menarik Naya untuk naik ke atas. Namun cukup sulit karena Naya yang memang berusaha untuk melepaskan cengkraman Alex dari tangannya.Beberapa anggota Alex di bawah sana cukup terkejut. Dengan sigap Jack meminta orang-orangnya untuk menyiapkan sebuah tempat untuk menjaga agar Naya tidak terluka saat jatuh nanti.Tapi, tentu saja Alex tidak akan membiarkan itu terjadi. Tubuh Naya yang kurus dan kecil mudah saja untuk dia menarik ke atas. Naya meringis saat tangannya di tarik paksa. Bahkan tubuhnya juga langsung diangkat oleh Alex ketika dia sudah berada di a
Rayden memandang miris pada Naya yang tersandar lemah di dekat meja nakas. Tubuh gadis itu di penuhi dengan darah yang masih mengalir deras. Rayden berpikir jika dia adalah iblis yang kejam selama ini karena sudah berlaku tidak adil pada Naya.Tapi ternyata, Alex lebih mengerikan. Dia sangat tega memperlakukan Naya sampai seperti ini. Bahkan Rayden saja masih berpikir berulang kali untuk melukai Naya.Pantas saja Naya begitu takut dengan pria ini, jika perbuatannya benar-benar kejam.Entah kenapa, melihat Naya yang tidak berdaya seperti itu membuat Rayden tidak terima. Meski dia juga pernah menyiksa Naya hingga masuk rumah sakit. Tapi walau bagaimanapun tetap saja Naya masih istrinya."Dasar brengsek, kau mau membuat dia mati ha!" Rayden langsung berjalan ke arah Alex yang masih dipenuhi amarah. Mereka saling memandang dengan tajam. Agra yang ada di ambang pintu masih diam membatu. Dia juga tidak menyangka jika Alex sejekam ini. "Mau apa kau kemari?" tanya Alex."Kau sudah membawa m
Masih di rumah sakit, dua hari berlalu dan Naya belum sadar juga. Gadis itu sempat kritis sebab darahnya banyak keluar dan juga jantungnya yang lemah.Rayden cukup khawatir, dia takut Naya mati. Dan jika itu terjadi, Nyonya Dena pasti murka. Ibunya itu belum mengetahui keadaan Naya karena baik Rayden maupun Agra tidak ada satupun dari mereka yang ingin memberitahu. Meski sebenarnya ini cukup beresiko.Dua hari ini setelah pulang dari perusahaan Rayden selalu kembali ke rumah sakit untuk melihat istri kecilnya itu. Seperti sekarang, hari sudah senja dan dia baru saja tiba. Langkah kakinya berjalan tegap menuju ruangan Naya. Agra berjalan di belakangnya, asisten setia itu selalu ada di samping Rayden setiap saat."Apa ada yang datang ke sini selama kita tidak ada?" Rayden bertanya tanpa menoleh ke belakang."Tidak ada, Tuan. Mungkin Alex juga masih dalam masa perawatan," jawab Agra.Rayden tidak lagi menjawab, jika karena tidak ingin terlibat dengan polisi maka sudah dari dulu dia ingin
Cukup lama Naya berada di rumah sakit, mungkin hampir seminggu. Dan setelah keadaannya pulih Rayden membawa Naya kembali ke rumah. Selama seminggu di rumah sakit, Rayden tidak pernah pulang ke rumah. Setiap malam dia selalu menemani Naya di sana. Bukan hanya khawatir dengan keadaan gadis itu, tapi dia juga khawatir jika Alex datang dan membawa Naya kembali."Turun," Suara Rayden membuat Naya sedikit terkesiap. Selama di perjalanan dia hanya diam dan melamun saja. Tidak tahu harus senang atau tidak, tapi Rayden kembali membawanya ke rumah ini.Naya tidak menjawab, dia hanya keluar dari dalam mobil dan berjalan mengikuti Rayden masuk.Agra berjalan di belakang Naya, sesekali dia memperhatikan istri Tuannya itu yang sedikit lesu. "Selamat datang kembali Nona, Tuan," sapa Bu Minah.Naya tersenyum, dia mengangguk pelan memandang satu-satunya orang yang tulus padanya di rumah ini. Tapi … biasanya Vian yang akan menyambut mereka, kemana dia?"Nona sudah baikan?" Bu Minah terlihat khawatir
Naya membuka mata perlahan, dia menggeliat seiring matanya yang terbuka lebar. Namun, dia langsung terkejut saat melihat Rayden ada di sebelahnya dan masih nampak tertidur dengan tenang.Tubuh Naya menjadi kaku dan tegang, bahkan nafasnya terasa berhenti untuk beberapa saat ketika melihat Tuan muda ini tidur dengannya.Mata Naya mengerjap, dia baru ingat jika malam tadi Rayden memintanya untuk tidur di atas ranjang. Naya berpikir jika Rayden yang akan tidur di sofa. Tapi nyatanya, mereka malah tidur di atas ranjang yang sama.Hanya sebuah bantal guling yang menjadi pemisah di antara mereka. Dan sekarang, Naya bisa memandangi wajah tampan suaminya ini dari dekat.Sangat tampan, pria dewasa yang seharusnya sudah memiliki istri dan anak. Tapi Rayden masih sendiri dalam traumanya.Naya beralih, dia memandang langit-langit kamar. Jam masih menunjukkan pukul lima tiga puluh. Mungkin Rayden begadang malam tadi hingga saat ini dia masih tertidur.Karena tidak ingin mengganggu, Naya memutuskan
Naya memandang Diandra yang kini berdiri di hadapan mereka. Dia juga menoleh ke arah Rayden yang masih duduk di kursinya. Pria itu mengusap mulutnya dengan tisu dan langsung menoleh pada Diandra.“Mau apa kau kemari?” Rayden memandang Diandra dengan lekat. Seperti biasa, mantan istrinya itu akan selalu tampil modis dengan pakaian formalnya. Selalu cantik dan juga menarik. Tapi wajahnya yang angkuh sangat jauh berbeda dari Naya yang lembut.Rayden mengerjapkan mata, kenapa dia jadi membandingkan Diandra dan Naya? Sialan.“Aku hanya rindu dengan rumah ini,” Tanpa merasa canggung ataupun malu, Diandra langsung duduk di hadapan Rayden. Duduk dengan senyum yang cukup memikat.Sungguh demi apapun, Naya hanya bisa memandang aneh. Kenapa ada wanita tidak tahu malu seperti Diandra. Rayden hanya masa lalu, tapi dia bisa bersikap seperti ini. “Ini bukan rumahmu lagi, kau lupa?” Nada suara yang terdengar dingin dan datar, mampu membuat Naya takut, tapi tidak dengan Diandra.“Ya, aku tahu. Tapi a