Seorang gadis berlari kencang di pinggir jalan yang terlihat begitu sepi malam itu. Lecet di kakinya tidak lagi dia hiraukan, entah kemana sepatu heels yang sejak tadi sempat dia buka dengan paksa. Yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara dia untuk pergi dari kejaran orang jahat itu.
"Hei, jangan lari kau!" teriakan seorang pria membuat gadis itu semakin mengencangkan langkah kakinya."Kanaya!" teriak pria itu lagi.Namun, Naya terus berlari dengan kencang. Dia tidak ingin menjadi budak nafsu pria itu. Hingga ketika sebuah mobil melaju di jalanan itu, Naya langsung berlari ketengah dan menghadang mobil itu untuk berhenti.Hampir saja tubuh kecilnya tertabrak jika saja supir mobil itu tidak menginjak rem dengan cepat."Hei, apa kau mau mati!" bentaknya dengan kuat."Tuan, tolong saya Tuan. Tolong selamatkan saya dari kejaran orang jahat itu, saya mohon," pinta Naya begitu memelas. Dia menggedor-gedor pintu mobil itu dengan kuat. Alex, pria itu sudah dekat kearah Naya hingga membuat dia semakin ketakutan."Tuan, tolong!" pinta Naya kembali. Dia terlihat ketakutan saat ini."Minggir!" seru supir mobil itu. Dia ingin melajukan mobilnya kembali, namun ucapan seorang wanita membuat dia mengurungkan niatnya.Wanita itu membuka pintu mobil untuk Naya, "naiklah," ujarnya pada Naya.Tanpa berpikir panjang Naya langsung masuk ke dalam mobil itu hingga akhirnya mobil melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Alex yang nampak meradang."Naya! awas kau!" teriaknya begitu kesal.Naya hanya bisa menahan tangis dan memandang Alex yang masih mengumpat di belakang sana. Dia takut jika pria itu akan menjadikannya budak nafsu. Naya sudah berhasil melarikan diri dari Alex yang membelinya di sebuah tempat pelacuran. Jadi sekarang, dia harus bisa pergi dari kejaran pria itu."Siapa dia?" tanya wanita paruh baya itu. Masih terlihat cantik dan begitu elegan di usianya yang tidak muda lagi.Naya menarik nafas dalam-dalam dan mengusap air mata di wajahnya yang sudah berantakan, "dia orang yang ingin menjadikan saya pelacurnya, Nyonya," jawab Naya. Suaranya masih bergetar, karena dia memang sangat takut saat ini.Wanita itu mengangguk pelan. Dia terus memperhatikan Naya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Cukup cantik dan masih muda, tapi sayang sudah menjadi seorang gadis malam."Siapa namamu, dan mau kemana?" tanya wanita itu.Naya terdiam, dia bingung harus menjawab apa karena untuk sekarang dia sama sekali tidak tahu harus kemana. Hidup Naya sudah hancur dan berantakan. Dia diusir dari rumah oleh ayahnya sendiri dan malah berakhir di tempat pelacuran. Dimana lagi tempat yang aman untuk gadis malang seperti dia? Apakah masih ada orang baik di dunia ini setelah semua yang terjadi pada kehidupannya?"Saya Kanaya, Nyonya. Saya, saya tidak tahu mau kemana," lirih Naya. Dia tertunduk, menyembunyikan wajahnya yang ingin menangis kembali."Kamu bisa kerumah saya," ujar wanita itu. Dia masih terus memandang Naya, namun kali ini dengan senyum penuh arti. Membuat Steve yang membawa mobil sesekali melirik kearah Nyonya nya. Sepertinya dia tahu apa yang diinginkan oleh Nyonya besar ini."Saya boleh ke rumah anda, Nyonya?" tanya Naya kembali.Wanita itu mengangguk dan tersenyum tipis, "kamu bisa memanggilku Nyonya Dena, aku akan menolong mu dari kejaran pria itu, tapi dengan satu syarat," ucap Nyonya Dena."Syarat?" gumam Naya."Ya, kamu harus mau menikah dengan putraku," jawab Nyonya Dena.Naya langsung meringis mendengar itu. Menikah? Dengan putranya? Apa Nyonya Dena tidak salah bicara. Bagaimana mungkin dia meminta Naya untuk menikah dengan putranya? Mereka baru bertemu beberapa menit yang lalu tapi dia sudah meminta hal itu.Apa jangan-jangan putra Nyonya Dena cacat? atau lumpuh?"Bagaimana? saya tidak menawarkan kesempatan ini dua kali. Jika kamu menolak, maka saya akan menurunkan kamu di tempat ini," ucap Nyonya Dena. Dia berkata dengan serius dan terdengar tidak bisa di bantah.Naya bingung, harus apa dia sekarang? Jika dia menolak, sudah pasti Alex akan menemukannya. Tapi jika dia menerima, apa mungkin bisa. Naya masih berusia 21 tahun saat ini. Masih begitu muda."Pilihan ada di tanganmu, iya atau tidak," tegas Nyonya Dena kembali.Naya tertunduk, dan akhirnya dia hanya bisa mengangguk pasrah. Daripada melayani banyak pria, lebih baik dia melayani satu orang pria, bukan.Nyonya Dena tersenyum sinis melihat Naya, dia tahu ini tidak akan bagus. Tapi keluarga Bagaspati berada dalam keadaan genting saat ini. Putranya harus segera menikah untuk menyelamatkan perusahaan dan nama baik yang hampir hancur. Mungkin dengan menggunakan Naya bisa sedikit menjadi jalan keluar untuk keluarga mereka."Kamu tenang saja, kamu hanya perlu melayani putraku dengan baik. Hanya untuk beberapa waktu, setelah itu kamu bisa pergi," Nyonya Dena berucap dengan begitu tenang. Dia tidak tahu jika perasaan Naya yang saat ini tidak baik-baik saja.Terusir dari rumah karena fitnah ibu tirinya, hampir menjadi seorang jalang juga karena ibu tirinya, dan sekarang dia harus menerima nasib untuk menikah dengan seorang pria yang tidak dia kenal. Terpaksa semua harus Naya lakukan, dia sangat berharap jika dia bisa terbebas dari kejaran Alex yang begitu menginginkan dirinya.Satu jam kemudian, mereka tiba di sebuah rumah mewah yang cukup megah. Naya turun dan mengikuti Nyonya besar itu masuk kedalam rumah. Terlihat sepi karena hari sudah hampir larut. Hanya ada seorang pelayan yang menyambut mereka. Pandangan pelayan itu terlihat memandang Naya dengan sinis. Tapi tidak Naya hiraukan."Bantu dia bersihkan diri. Satu jam lagi temui aku di ruang tengah," ujar Nyonya Dena pada pelayannya.Pelayan itu mengangguk patuh dan langsung beralih pada Naya."Ayo," ajaknya.Naya hanya mengangguk, sebelum pergi dia menoleh ke arah Nyonya Dena yang sudah pergi meninggalkan mereka tanpa kata.Naya membersihkan diri di kamar tamu. Mengganti pakaiannya dengan sebuah pakaian baru, tidak tahu dari mana pelayan itu mendapatkannya. Naya tidak lagi perduli. Dia masih mengenangkan nasibnya yang seperti ini. Terlunta-lunta kesana dan kemari padahal sebelumnya dia memiliki kehidupan yang indah. Semua berubah karena ibu tirinya."Ayo, Nyonya sudah menunggumu di luar," ucap pelayan itu."Bibi, apa Bibi tahu bagaimana putra Nyonya Dena?" tanya Naya. Dia sudah tidak sabar sekali. Dia penasaran seperti apa putra Nyonya Dena. Apakah seorang autisme atau pria yang lumpuh hingga Nyonya Dena mau menikahkan Naya pada putranya."Bibi tidak bisa menjawab. Lebih baik kita pergi," ajak pelayan itu.Naya hanya bisa menghela nafas dan pergi keluar mengikuti pelayan itu berjalan ke ruang tengah. Rumah ini cukup besar, bahkan lebih besar dari rumah keluarga Naya. Tapi rumah ini terlihat menyeramkan dan sepi.Di ruang tengah terlihat Nyonya Dena bersama dengan seorang pria. Pria yang nampak gagah dan berwibawa. Wajahnya tidak nampak karena dia duduk membelakangi Naya. Tidak mungkin pria itu adalah orang yang ingin dinikahkan padanya, bukan?"Nyonya," sapa Bibi pelayan.Nyonya Dena dan pria itu langsung menoleh kearah mereka. Hingga kini Naya bisa melihat wajah pria itu dengan jelas."Dia Kanaya, gadis yang akan menikah denganmu," ucapan Nyonya Dena membuat Naya terkejut. Begitu pula dengan pria itu."Dia? yang benar saja, Ma," sahut pria itu. Rayden Bagaspati. Matanya langsung menatap tajam pada Naya. Pasalnya dia tahu siapa Naya. Gadis yang pernah dia temui di sebuah club' malam dua hari yang lalu."Apa Ma, menikah dengan dia? Yang benar saja!" Suara berat Rayden yang terkejut membuat Naya tertunduk takut. Dia sangat terkejut jika orang yang akan menikah dengannya adalah Rayden. Begitu pula dengan Rayden."Nak, Mama mau kamu menikah. Jangan membantah lagi. Ini demi kebaikan kamu dan juga nama baik kamu selama ini." Nyonya Dena berbicara dengan tegas, tanpa ingin dibantah hingga membuat Rayden Bagaspati menahan nafas emosi. "Apa Mama tidak tahu siapa gadis ini?" tanya Rayden dengan suara berat yang tertahan. Dia tidak pernah berbicara kasar pada ibunya selama ini. Meski saat ini dia benar-benar terkejut. "Kenapa memangnya? Hanya untuk enam bulan Rayden. Setelah itu kamu boleh menceraikannya. Setidaknya kamu bisa membuat Naya sebagai alat terapi untukmu," sahut Nyonya Dena. Rayden tersenyum miris dan menggeleng tidak percaya, "gadis jalang yang Mama ambil dari tempat pelacuran, malah Mama jadikan istri untukku. Ini benar-benar gila," gumamnya. Rayden tahu Naya, dia pernah meliha
Naya duduk didalam kamar Rayden seorang diri. Memandangi sebuah figura besar yang ada di dinding kamar itu. Figura lukisan Monalisa. Cukup estetik namun terkesan menyeramkan. Begitulah dia saat ini yang sudah menjadi bagian dari keluarga Bagaspati. Keluarga yang terkenal dengan kemewahan dan nama baik. Hingga harus menyebabkan Naya menjadi sesuatu yang membantu Rayden memulihkan nama baik itu. "Untuk apa kau di kamarku?" Tiba-tiba suara Rayden membuat Naya terlonjak kaget. Dia yang melamun sama sekali tidak menyadari jika Rayden sudah masuk ke dalam kamar setelah satu harian menghilang.Naya berdiri, dia memandang Rayden dengan ragu. Wajah pria itu datar dan begitu dingin. Membuat suhu diruangan yang semula hangat kini menjadi seperti ingin membeku."Maaf, Tuan. Nyonya Dena meminta saya untuk tidur disini." Nada bicara Naya terdengar bergetar. Bahkan tubuhnya juga ikut bergetar seiring dengan langkah kaki Rayden yang mendekat."Apa yang sudah kau janjikan pada Mama hingga dia mau men
Sarapan pagi ini di meja makan terasa hening. Wajah datar Rayden membuat Naya tidak bisa menikmati makanannya dengan fokus. Apalagi pandangan Nyonya Dena yang terus memandang Naya dengan lekat. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, yang jelas dia pasti memikirkan bagaimana mereka malam tadi."Besok Mama akan ke Jerman." Nyonya Dena mulai membuka percakapan setelah sejak tadi mereka hanya bisa terdiam.Rayden dan Naya langsung menoleh pada wanita itu. Ucapan Nyonya Dena terasa seperti sebuah peringatan jika ujian pernikahan ini akan segera dimulai. Baik bagi Rayden tapi tidak untuk Naya."Mama mau melihat Nenek?" tanya Rayden. Suara denting sendok dan piring yang beradu membuat Naya mengerjapkan matanya sekilas."Ya, Nenekmu sedang sakit saat ini. Kamu sudah ada Naya yang mengurus, jadi Mama akan pergi kesana," jawab Nyonya Dena.Rayden hanya bisa tersenyum tipis saja. Perkataan Nyonya Dena terasa begitu menyakitkan telinga. Apa ibunya berpikir jika Rayden tidak bisa mengurus diri
Naya memandang wajah Rayden dengan lekat. Wajah tampan yang begitu mempesona dan rupawan. Tidak ada celah dan cacat dari fisik yang dimiliki oleh Rayden. Tapi sayang, pria ini cacat dari dalam. "Aku kira kau gadis penakut yang cengeng, tapi ternyata kau seorang kucing yang begitu buas," Rayden berucap dengan tangan yang masih menahan tubuh Naya di atas tempat tidur."Awalnya saya memang takut, tapi setelah saya mengenal Tuan beberapa hari ini, saya menjadi paham, jika orang yang saya takuti hanyalah seorang pria yang butuh sandaran," jawab Naya.Rayden langsung mendengus, rahangnya langsung mengeras mendengar penuturan Naya barusan. "Kau mau mengatai ku lemah, ha!" geram Rayden. Sepertinya dia merasa begitu tersinggung.Naya menggeleng pelan, dia masih memandang wajah tampan itu dengan lekat. "Saya tidak pernah melihat kelemahan seseorang, tapi saya hanya melihat apa yang dibutuhkan oleh orang itu," jawab Naya."Jiwa jalang mu memang sudah mendarah daging ternyata, betapa banyaknya l
Setelah kepulangan Rengga dari rumah itu, Naya langsung pergi menuju kamar Rayden. Dia benar-benar penasaran dengan apa yang diucapkan oleh pria itu. Bagaimana mungkin Rayden masih menyimpan semua barang-barang mantan istrinya?Apa sebegitu cintanya dia pada wanita itu, hingga tidak sedikitpun Rayden ingin melepaskan kenangan mereka. Tapi, jika masih cinta seharusnya mereka tidak berpisah kan? Bukankah istrinya bisa membantu Rayden untuk sembuh.Naya sangat penasaran hingga akhirnya dia memilih memberanikan diri untuk membuka lemari Rayden dan tidak mengindahkan perkataan Rayden tempo hari. Jika pria itu tahu Naya menyentuh barang-barangnya, sudah Naya pastikan jika dia pasti akan marah besar.Naya tertegun, matanya mengerjap saat dia melihat beberapa sisa pakaian wanita di dalam lemari ini. Lemari yang memang tidak pernah Rayden buka selama ini karena dia memiliki lemari pakaian yang lain."Jadi ini barang mantan istrinya," Naya bergumam seorang diri. Semua masih lengkap, mungkin Ray
Naya memandang Rayden dengan sedih. Perkataan pria itu membuat hatinya merasa tersayat. Kenapa dia selalu berpikiran jika Naya adalah seorang wanita murahan? Padahal Rayden tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya."Tuan, tolong jangan tinggalkan saya di luar sini!" Naya berteriak saat Rayden berbalik dan menutup pintu balkon. Dia ingin mendekat, namun pria itu malah mendorong tubuhnya dengan kuat hingga Naya terhempas keluar."Tuan!" Naya menangis ketakutan, apalagi angin yang cukup kencang dan juga petir yang semakin kuat.Pria itu memandang Naya dingin. Tanpa merasa iba dia langsung menutup pintu dan membiarkan Naya menangis sendirian di tengah hujan deras itu."Tuan! Tolong buka pintunya! Saya takut!" teriak Naya begitu kuat. Dia memukul-mukul daun pintu kaca itu dan memelas memandang Rayden. Berharap pria itu akan iba, tapi yang dia dapatkan malah wajah dingin Rayden."Tuan saya takut," Naya berucap dengan tubuh yang gemetar. Dia terus berusaha untuk membuka pintu, namun Rayden sud
Ternyata dimana-mana kau memang selalu mengikutiku ya," Alex berucap dengan begitu angkuh. Melihat wajah pria itu membuat Rayden benar-benar muak."Banyak hal yang lebih penting selain mengikutimu, pergi dari sini!" usir Rayden dingin.Namun, Alex malah terkekeh sinis dan mengedikkan bahunya. "Yeah, aku memang akan pergi. Berada di sini hanya membuatku mengingat mantan istrimu yang cantik itu."Rayden langsung memandang Alex dengan tajam. Sepertinya pria ini memang ingin membuat emosi Rayden memuncak. "Pergi atau aku akan menghajarmu sekarang," geram Rayden dengan dada yang sudah bergemuruh hebat.Alex begitu menyukai kemarahan Rayden. Dia seolah memantikkan api untuk membuat Rayden semakin murka. "Aku memang akan pergi. Untuk apa juga aku terus berada di sini," jawabnya. Namun, sebelum pergi dia kembali memandang ke arah Rayden."Jangan lupa datang besok malam datang ke pesta ulang tahun perusahaan mantan mertuamu. Tapi kau ingat, kau juga harus membawa seorang wanita agar kau tidak
Keadaan Naya sudah jauh lebih baik. Tapi yang tidak baik adalah kesendirian ini yang terasa menyiksa hatinya. Sudah dua hari Naya berada di rumah sakit. Selama itu pula dia hanya sendirian, sesekali Rayden datang itupun hanya untuk melihat keadaan Naya. Sore ini dia sudah bisa pulang, dan akan kembali ke rumah keluarga Bagaspati. Entah sampai kapan Naya akan bertahan di sana. Belum ada dua Minggu tapi dia sudah merasa berat. Apalagi dengan sikap dingin Rayden yang selalu memandangnya penuh benci.Naya menghela nafas, tujuannya dan permintaan Nyonya Dena belum tercapai, dia harus bisa bertahan untuk enam bulan lagi. Menjadi istri yang baik dan tentunya merebut sedikit perhatian Rayden. Tapi, apa mungkin bisa?Tiba-tiba pintu yang terbuka membuat Naya menoleh. Pria itu masuk ke dalam, sepertinya dia baru saja pulang dari perusahaan. Terlihat masih memakai setelan formal yang begitu pas membalut tubuh gagahnya. Jika saja pria ini adalah suami yang mencintainya, mungkin Naya pasti akan m