Share

BAB 2 - I Never Trust a Playboy

“Jules, kamu sadar nggak sih kalau kamu akan terjebak seumur hidup sama Mas Ipang? Oh, bukan akan, tapi lebih tepatnya, kamu resmi terjebak seumur hidup sama dia.”

Julie langsung memukul lengan Permaisuri Keysa Ailendra atau yang biasa dipanggil Suri itu dengan sadis. “Kalau ngomong nggak usah macem-macem.”

“Emangnya kalau nggak seumur hidup sama Mas Ipang, kamu nanti mau cerai dari dia?”

“Nggak tahu.”

“Kalau kamu nggak tahu masa depan kayak apa yang akan kamu hadapin sama Mas Ipang, kenapa kamu nikah sama dia?”

Julie menatap sahabatnya dengan intens. Beberapa jam yang lalu ia memang resmi menjadi bagian dari keluarga besar Ailendra, istri dari Ipang, sekaligus kakak ipar Suri.

Julie tak pernah berpikir ia akan menikah dengan musuhnya sejak SMA tersebut. Ketika pagi tadi Ipang menawarinya untuk menikah dengannya, Julie merasa jadi orang paling bodoh sedunia.

Tapi ketika Ipang mengemukakan alasan rasional yang bisa menyelamatkan wajah mereka berdua dan keluarga mereka, tawaran itu terdengar… wajar. Jadilah keduanya mengumpulkan dua keluarga inti tersebut dan menerima teriakan serta tatapan tidak percaya.

Orangtua mereka tentu saling mengenal, Julie dan Suri bersahabat sejak SMP hingga dewasa. Tetapi, menikah untuk sedikit menutupi aib yang timbul karena pasangan masing-masing tentu lain cerita.

“Aku nggak muna, aku nikah sama masmu ya karena kondisiku yang ditinggal Raveno,” jawab Julie.

Mereka berdua tengah duduk hanya berdua di meja yang berada di sudut paling jauh dari meja khusus keluarga mereka, selagi Candy mengambil segelas mocktail untuk dirinya sendiri.

“Awalnya aku juga nggak mau pas Ipang nawarin nikah sama dia, tapi dari semua solusi yang ada di kepalaku, yang ini lebih masuk akal dan membantu dibanding aku bunuh diri atau bener-bener batal nikah.” Julie menarik napasnya dalam-dalam. “Kalau soal nanti gimana, jujur, kamu boleh ngatain aku bodoh karena aku bahkan belum mikirin itu.”

“Aku tahu kadang kamu nggak mikir panjang sih, Jules.” Suri meringis. “Yang aku takutin tuh bukan Mas Ipang sebenernya, tapi kamu.”

“Kok aku?”

“Kalian kan musuh abadi,” jelas Suri sembari menyibak rambutnya yang panjang. “Sekarang kalian suami-istri, sedangkan Mas Ipang dulunya player abis sampai akhirnya kena pelet cewek itu dan tergila-gila sama dia. Aku cuma takut apa yang dilakuin Mas Ipang nantinya bakal bikin kamu sakit hati.”

Julie berdecak pelan. “Gampang, aku bales bikin dia sakit hati aja.”

“Kayak bisa aja,” cibir Suri.

“Kamu nggak usah khawatirin aku.”

“Kamu sahabatku, mana bisa aku nggak khawatir. Terlebih kamu akhirnya nikah sama masku yang lebih dari sepuluh tahun ini, kamu kutuk jadi batu.”

Ocehan Suri ada benarnya dan hal itu membuat Julie meringis. Namun, sebelum ia sempat menanggapi, seseorang datang padanya dan memberi tahu kalau Julie harus kembali naik ke pelaminan.

Julie pun pamit pada Suri dan melangkah dibantu oleh pegawai WO tersebut naik ke pelaminan, di mana Ipang juga baru tiba.

Tatapan keduanya bertemu dan Julie lagi-lagi menghela napas. Hal itu tentu saja diperhatikan oleh Ipang yang menghapus jarak di antara mereka sembari berbisik, “Kenapa? Nyesel sekarang udah nikah?”

“Sedikit,” jawab Julie dengan jujur. “Kalau nggak kepepet begini, mana mau aku nikah sama kamu.”

Ipang mendecakkan lidahnya dengan kesal. Padahal ia hanya sedikit menggoda Julie agar wajah perempuan itu tidak terlihat terlalu stress saat di pelaminan bersamanya, siapa sangka jawaban Julie terlampau jujur seperti itu?

“Aku tadi nggak maksa kamu.”

“I know.”

“Jadi tolong kontrol ekspresimu supaya nggak keliatan terlalu tertekan,” lanjut Ipang lagi seraya menggamit pinggul Julie yang ramping. “Kita semua tahu ini tiba-tiba, tapi kalau kamu begitu terus, semua orang mikir aku yang maksa kamu buat nikah sama aku.”

Julie menoleh dan wajahnya langsung berhadapan dengan Ipang hingga ia bisa merasakan deru napas lelaki itu.

“Tadi aku sempat liat foto mantan calon suamimu,” beri tahu Ipang dengan nada pongah. Mereka memang memutuskan untuk memakai ballroom yang sebelumnya disewa Ipang untuk acara mereka.

Maka dari itu butuh waktu sekitar dua jam untuk mengatur ulang layout ballroom dan tentu membuat stress pihak WO serta pengelola hotel.

Ipang sempat mampir ke ballroom yang tadinya akan digunakan Julie untuk berdiskusi mengenai keinginannya menikahi Julie, sampai kemudian mereka melaksanakan akad nikah.

Di sudut ballroom itulah terdapat jajaran foto pre-wed Julie dan Raveno yang sempat diamati olehnya.

“Kamu harusnya beruntung lepas dari dia, gantengan aku dibanding calon suamimu.”

Julie mendecakkan lidahnya. “Narsis.”

“Lagian tampangnya keliatan kayak laki-laki nggak baik gitu kok kamu masih bisa sampai mau nikah sama dia sih?”

Kedua mata bulat Julie yang jernih dan manik matanya berwarna cokelat gelap itu melebar begitu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ipang.

“Ke toilet yuk,” ajak Julie tiba-tiba.

“Berdua?” Ipang kebingungan.

“Iya.”

“Mau ngapain?”

“Ngajak kamu buat ngaca.” Julie mendengus. “Kamu juga bukan cowok baik-baik kok.”

“Makanya aku tahu yang satu spesies kayak aku,” jawab Ipang dengan kalem. “Tapi setidaknya aku mengakui sejak awal kalau aku bukan laki-laki baik.”

Ipang mendekatkan wajahnya dan membuat Julie dengan spontan langsung mundur, tapi tangan Ipang yang melingkar di pinggulnya membuat Julie tak bisa melakukan apa pun selain mendesis kesal.

“Aku bukan laki-laki baik dan mungkin nggak akan jadi suami sesempurna yang kamu bayangkan, Jules,” kata Ipang dengan tegas. Suaranya sangat pelan hingga hanya Julie yang bisa mendengarnya.

Tapi kata-kata Ipang selanjutnya membuat Julie sadar kalau hidupnya tak akan sama lagi setelah hari ini. “Hai, Nyonya Ailendra.”

***

“Oh, sial, aku nggak pernah bayangin sahabatku akan malam pertama sama masku sendiri.”

Candy tersedak begitu mendengar ucapan Suri yang dramatis, sedangkan Julie sudah siap melayangkan heels-nya ke kepala Suri.

Resepsi pernikahan yang sempat chaos pada awalnya (karena tentu saja menggabungkan dua acara jadi satu bukan hal yang mudah), akhirnya berakhir dengan lancar.

Saat ini Julie, Suri, dan Candy berada di presidential suite yang akan ditempati Ipang dan Julie. Sebelum Julie ke sini, Suri dan Candy sudah menyuruh seseorang membuang semua barang-barang yang mungkin berhubungan dengan mantan calon istri Ipang.

“Aku pindah ke kamarmu aja deh,” gumam Julie sambil melepas kepangan rambutnya. “Please, Permaisuri….”

Di resepsinya tadi, Julie tetap mengenakan gaun yang ia pilih dan syukurlah warna gaunnya yang almost mauve(warna dari palet Pantone yang selalu Julie sukai) tetap cocok dengan setelan jas Ipang.

Dekorasi di ballroom yang serba putih dan gold tersebut juga tidak terlalu melenceng. Kalau ada orang yang tidak tahu mereka sebenarnya bukan pasangan, pasti akan menilai detail acara mereka tadi sempurna.

Suri tahu Julie akan memanggil namanya lengkap kalau benar-benar tengah merengek. “Ya… kamu izin dulu deh sama Mas Ipang. Aku nggak mau cari ribut. Gimana pun kan dia suami kamu sekarang.”

“Dia juga nggak peduli kali aku tidur di mana.” Julie berbalik dan menatap kedua sahabatnya dengan lesu. “Aku dulu dosa apa sih sampai hari pernikahanku kacau begini?”

Suri dan Candy yang masih mengenakan gaun bridesmaid mereka langsung memeluk Julie dari sisi kanan dan kirinya. Keduanya tahu, bukannya jadi hari yang menyenangkan dan paling membahagiakan, hari ini malah jadi hari paling tidak terduga untuk Julie.

Sampai saat ini mantan calon suaminya masih tak bisa ditemukan di mana pun. Pecundang itu benar-benar kabur atau mungkin sudah masuk ke lubang tikus.

“Jules,” panggil Candy setelah beberapa saat. “Apa pun yang kamu pilih dan menurut kamu itu yang terbaik, kita akan dukung kok. Kalau misal setelah ini Mas Ipang malah nyakitin kamu, aku siap hajar dia meskipun dia ganteng.”

“Biasanya kamu selalu kasih pengecualian buat orang ganteng, Ndy.”

“Kali ini nggak deh.” Candy beralih pada Suri. “Sorry ya, Ri. Sisters before misters.”

Suri terkekeh pelan mendengar moto mereka ‘sisters before misters’ tersebut diucapkan oleh Candy dan kali ini ditujukan kepada kakaknya sendiri.

“Tenang aja, nggak ada pengecualian untuk Mas Ipang kok.”

Pelukan itu terurai ketika pintu dibuka oleh Ipang. Julie melirik kedua sahabatnya bergantian lalu menghampiri Ipang yang tengah membuka jasnya. “Aku mau tidur sama Suri dan Candy.”

“Nope,” tolak Ipang dengan cepat. “We need to talk.”

“Hah?!”

Tidak memedulikan Julie yang baru saja hampir menghancurkan gendang telinganya, Ipang beralih kepada Suri dan Candy. “Udah malam, mendingan kalian kembali ke kamar. Malam ini Julie tidur denganku.”

“Mas—”

“Tenang, temen kamu nggak bakal Mas cekik atau apa kok.”

Suri menatap Ipang dengan ragu, tapi ia tahu, sekali kakaknya berkata tidak, maka berapa kali pun Julie memohon hasilnya akan tetap sama.

Akhirnya Suri dan Candy pamit kepada pengantin baru tersebut dan meninggalkan keduanya dalam keheningan.

Julie merasa kesal, tapi memilih untuk menyibukkan diri menghapus riasannya serta melepas semua aksesorisnya. Ipang sendiri bergegas mandi dan keluar dengan mengenakan celana pendek serta kaos oblong putih polos yang tidak menyembunyikan detail tubuh tegapnya.

“Butuh berapa lama lagi kamu liatin badanku?”

Pertanyaan Ipang yang tengah berdiri sambil menggosok rambutnya dengan handuk kepada Julie, membuat perempuan itu langsung melengos dan fokus ke isi kopernya.

“Kepedean,” gumam Julie dengan malas.

Ipang hanya memperhatikan saja bagaimana Julie langsung kabur ke kamar mandi. Lelaki itu menaruh handuknya, lalu mengambil ponsel untuk membuka ratusan pesan dari sahabatnya.

Sepanjang acara tadi, sahabat-sahabatnya itu berbaik hati untuk tidak bertanya lebih dari sekali saat melihat Julie-lah yang ia nikahi. Mereka semua tahu kalau Priska, mantan calon istri Ipang, menghilang sesaat sebelum akad nikah dimulai.

Tapi mereka belum tahu apa penyebabnya, Ipang masih menyimpan hal itu sendirian dan merasa belum bisa membagi hal itu pada kelima sahabatnya tersebut.

Malas melihat banyaknya pesan yang menanyakan ‘kekacauan’ pernikahannya, Ipang memilih menaruh ponselnya dengan asal ke atas nakas dan berbaring di ranjang. Ia bisa mendengar kucuran shower dari kamar mandi dan teringat pesan ayah Julie yang menitipkan Julie padanya.

Semua jadi semakin rumit dan sulit.

“Kok kamu tidur di sini sih?”

Pertanyaan bernada judes itu membuat Ipang membuyarkan lamunannya. Entah sudah berapa lama ia melamun sampai tak sadar kalau Julie sudah keluar dari kamar mandi dengan piyama bermotif strawberry miliknya.

“Ini persiapan malam pertama kamu?” Bukannya menjawab pertanyaan Julie, Ipang malah bertanya balik. “Kamu mau pajamas party sama Suri dan Candy atau gimana?”

“Aku punya sekoper lingerie seksi sama sekoper piyama ini,” tampik Julie yang marah karena piyamanya dipandang seperti itu oleh Ipang. “Dan sorry, aku nggak minat pakai lingerie di deket kamu. Sekarang kamu pindah ke sofa gih.”

“Ngapain? Ini kamar yang aku pesen kok. Kamu aja yang di sofa.”

“Nggak, enak aja! Kamu kan tadi ngelarang aku pindah ke kamar Suri.”

“Aku mesti bilang apa kalau ayahmu besok nanya kamu tidur di mana? Dia khawatir sama kamu dan minta aku buat jagain kamu, supaya kamu nggak bertindak yang aneh-aneh. Jadi bisa nggak kamu stay di sini malam ini dan nggak bikin kepalaku mau pecah?”

Julie terdiam begitu Ipang menyebut ayahnya. Ayahnya memang tidak terlihat kesal dan marah ketika Ipang tadi pagi mengatakan kalau ia akan menggantikan posisi Raveno. Lelaki paruh baya itu sudah mengenal Ipang sejak lama, jadi tahu bagaimana tabiat Ipang.

Melepas anak perempuannya pada lelaki dengan julukan playboy tersebut bukan perkara mudah. Namun, melihat bagaimana yakinnya Julie pagi tadi untuk menikah dengan Ipang dibanding acara pernikahannya bubar jalan begitu saja, membuat ayah Julie akhirnya luluh dan menikahkan mereka.

Kini ketika ayahnya disebut oleh Ipang, mau tak mau Julie jadi langsung terdiam.

Perempuan itu akhirnya ikut berbaring di ranjang, di sisi yang berseberangan dengan Ipang dan menatap punggung Ipang yang tidur membelakanginya.

“Ipang, geser dong, jangan terlalu ke tengah tidurnya.”

Ipang yang hampir terpejam jadi kembali membuka kedua matanya karena permintaan Julie. “Ribet banget,” gerutunya sambil menuruti permintaan Julie. Ia malas berdebat jadi lebih memilih untuk bergeser hingga pinggir ranjang.

“Nanti kalau kamu terlalu ke tengah, pagi-pagi kamu udah meluk aku,” gumam Julie yang langsung bergidik begitu membayangkannya. “Hiiiy.”

“Kurang-kurangin baca novel romance untuk memenuhi jiwa hopeless romantic-mu itu.” Ipang mencoba memejamkan matanya. Julie, Suri, dan Candy sama-sama hopeless romantic dan Ipang mengetahuinya sejak dulu.

Makanya tak heran kalau tingkah Julie sebelas-dua belas dengan Suri.

“Kamu ngomong begitu sama aja kayak aku nyuruh kamu berhenti keluar-masuk klub bawa perempuan yang beda tiap harinya. Percuma.”

“Berisik, Jules!”

“Pemarah.” Julie bergumam seraya mencoba memejamkan matanya.

Keduanya tertidur di pinggiran ranjang yang berseberangan, saling memunggungi dan memiliki jarak yang cukup lebar di antara mereka.

Ipang tak tahu sudah berapa lama ia tertidur ketika tiba-tiba tanpa sadar ia bergeser dan malah terjatuh ke lantai.

“Shit,” maki Ipang sambil mengusap keningnya yang menghantam lantai. Untung lantai tersebut berlapis karpet yang cukup tebal, tapi tetap saja kini keningnya terasa nyeri.

Lelaki bertubuh tegap itu bangun dari lantai dan kembali naik ke atas ranjang. Namun ketika akan kembali memunggungi Julie, Ipang memperhatikan punggung Julie terbalut piyama untuk anak usia tujuh tahun tersebut.

“Jules, Jules….” Ipang menggeleng pelan. “Bisa-bisanya kamu tidur tenang di sini padahal kamu seranjang denganku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status