Bel pulang berbunyi, Aoi sangat bosan berada di UKS sendirian.
Akhirnya pulang juga, saat dirinya turun dari ranjang sebuah uluran tangan besar membuat Aoi tau siapa. Makoto lagi.
"Apa kondisimu sudah lebih baik?" tanya Makoto khawatir.
Aoi mengangguk. Ia terlalu kejam mengabaikan Makoto, pria itu sudah berbuat banyak demi melindunginya.
"Ambilkan tasku di kelas," titah Aoi, rasanya senang juga tinggal duduk manis dan menyuruh Makoto.
"Biar aku suruh temanmu saja," Makoto mengirimkan pesan ke adiknya itu.
Makoto menatap Aoi. "Masih sakit? Apa perlu kita ke rumah sakit saja? Sepertinya kondisimu sangat parah ya," ujar Makoto kasihan.
Aoi berdecak kesal. Kenapa Makoto berlebihan? Memangnya ia sakit hati yang perlu di perikaakan ke dokter? Eh? Tidak akan pernah.
"Kenapa sih
Aoi tidak bisa tidur. Entah kenapa pikirannya bermasalah, selalu ada Makoto yang menjadi bayang-bayangnya."Kenapa mikirin dia sih? Bikin orang susah tidur aja," teriak Aoi frustasi. Untung saja kamarnya kedap suara, kalau tidak orang tuanya pasti khawatir.Entah kenapa tubuhnya panas, mulai bersin-bersin dan pusing."Pasti gara-gara kehujanan," Aoi menarik selimut sebatas dada, mencoba tidur meskipun sangat sulit.***Makoto sudah lebih sehat dari sebelumnya. Saatnya bersemangat menjemput Aoi.Saat sampai di rumah, Karin mengatakan Aoi sedang sakit. Tentu saja dirinya siaga jika calon istrinya itu sakit.Aoi tidur dengan wajah damainya. Makoto saja yang melihat itu terasa adem."Kalau tidur aja kayak putri salju yang nunggu pangerannya datang. Sekarang udah ada disini loh. Yakin gak mau bangun?" Makoto mengajak Aoi bicara, entah cewek judes itu dengar atau tidak.Aoi meras
Makoto tersenyum, akhirnya habis juga bubur buatannya. Aoi sangat doyan."Kamu istirahat sekarang. Biar besok bisa sekolah lagi," Makoto membenarkan rambut Aoi yang lupa di sisir.Aoi mengangguk. "Ya udah, sana pulang," usir Aoi ketus.Makoto menoleh, menatap Aoi. "Yakin nih? Masa gak kangen?""Gak! Mimpi aja dulu," Aoi masuk ke dalam rumah, biarkan saja Makoto berdiri sendirian disana.'Duh tambah gemes deh,' senang? Iya, apalagi menemani Aoi sakit. Sifat galaknya tidak pernah hilang.***Aoi sudah siap dengan seragamnya. Akhirnya ia bisa bersekolah lagi setelah dua hari di rumah saja.Saat ia berjalan menuju meja makan, tidak ada siapapun."Ma! Mama!" Aoi berteriak memanggil mamanya. Tumben banget sepi."Jam berapa sih?" Aoi menatap arloji di tangannya, masih jam 6."Orangnya gak ada, tapi makanannya ada. Aneh," Aoi duduk dan mengambil roti. 
Taiga melempar kertas dan tepat mengenai Ryuji yang tengah melamun.Ryuji menoleh. "Apa sih? Ganggu aja," ketusnya membuang kertas itu sembarangan."Jangan ngelamun. Perhatikan penjelasan pak Jiro. Mau maju di depan tapi gak bisa?"Ryuji mengangguk. "Iya-iya dasar cerewet," Ryuji menatap pak Jiro yang menjelaskan aljabar.***Saat bel istirahat berbunyi, Ryuji melangkah menuju kelas 12 Ipa 1."Aoi, ada Ryuji. Sana, kayaknya ngajak istirahat bareng," Haruka bisik-bisik, takut Fumie bangun.Aoi menutup buku Fisikanya. Akhirnya setelah dua hari tidak bertemu Ryuji, kalau saja tidak ada Makoto pasti waktunya hanya untuk Ryuji.Aoi menghampiri Ryuji. "Jadi kangen gak masuk dua hari," Aoi tersenyum kikuk."Sakit ya?" Ryuji mengecek dahi Aoi, normal.
"Jelas itu urusan saya Aoi!" tegas Makoto marah. Langkah Aoi berhenti, menoleh menatap Makoto. "Silahkan hukum saya sekarang kalau memang anda benar pak Makoto," pungkas Aoi berani, apa Makoto sengaja membuat peraturan sendiri? "Ok," Makoto mengangguk. "Beridiri disitu dengan satu kaki selama pelajaran saya," Makoto mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat Aoi diam tak berkutik. "Dan itu, sampai pelajaran saya selesai!" Aoi melangkah sesuai perintah Makoto, mengangkat satu kaki sampai pelajaran bahasa Jepang selesai. "Pak Makoto killer juga ya?" "Aku kira dia sabar loh. Tapi pas Aoi di anterin Ryuji ke kelas, udah marah gitu aja. Kan aneh ya?" Aoi juga berpikir seperti itu. Kenapa Makoto bisa se-marah itu dan tega menghukumnya? Selama dua jam itu lah, kaki Aoi pegal. Aoi berusaha menyeimbangi tubuhnya, tapi... Bruk! Dengan sigap Makoto menangkap Aoi yang limbung. "
Ryuji masih tidak percaya bahwa Aoi adalah anak Amschel. "Kenapa Aoi nyuruh aku tutup mulut? Bukannya bagus kalau semua siswa di SMA Sakura tau?" tapi Ryuji akan menurut apa yang di sampaikan Aoi, mungkin ada niat tersembunyi. "Kalau itu maunya Aoi, aku janji gak akan ngasih tau siapa-siapa," Ryuji tersenyum memandangi lock screen wallpaper Aoi yang ia ambil dari I*******m. *** Seorang cewek duduk di gazebo rumah menatap kerlip bintang, membayangkan senyum seseorang yang selama ini ia kagumi sejak lama. Dia adalah Ryuji Sakuma. Cowok tampan kapten basket yang memiliki kekasih bernama Aoi. "Apa aku kurang cantik sampai Ryuji memilih Aoi," Nakura menatap coklat batang itu dengan nanar, percuma saja ia berikan secara diam-diam kalau pada akhirnya berakhir di tempat sampah. Kedua alis Nakura menyatu. Sebelumnya Aoi dan Ryuji saling benci. Rasanya tidak masuk akal langsung sama-sama jatuh cinta. "Liat
Nakura mengajak Rumi di Wagyu Restaurant sepulang sekolah. Ia ingin merencanakan sesuatu yang cemerlang."Apa sih Naku? Cepetan! Kalau Ryuji, aku pulang aja deh," Rumi beranjak dari duduknya, Nakura menahan tangan Rumi."Kamu bisa pesan sepuasnya disini Rum. Aku yang bayar," mungkin dengan cara ini, sangat ampuh membuat Rumi menurut.Rumi tersenyum senang. "Nah, kalau gitu aku mau aja deh," dasar tukang makan, tapi Rumi akan menjalankan apa saja setelah semuanya terpenuhi."Aku mau mengaku sebagai mantan Ryuji. Biar Aoi memutuskan hubungannya. Aku ada ide, tapi kamu yang ngedit fotonya. Terus aku jelasin ke Aoi, kalau Ryuji masih belum bisa move on dari aku. Gimana? Faham kan?" tanya Nakura sedikit ragu, masalahnya Rumi lambat dalam berpikir.Rumi masih memakan salmon steak dengan lahap. Kata-kata Nakura bagaikan angin lalu.Tak ada sahutan, Nakura kesal."Rumi, dengerin aku gak sih?"R
Karin menyibak selimut yang membalut tubuh Aoi."Aoi, bangun sayang. Makoto nungguin kamu di bawah tuh. Mama sama ayah mau keluar kota, jaga diri baik-baik ya?" Karin mengecup kening Aoi.Aoi terbangun. "Ma, kok mendadak sih? Jangan pergi ma, aku di rumah sama siapa? Masa sendirian?"Aoi meraih tangan sang mama. Menahannya agar tidak pergi."Kan ada Makoto. Dia yang bakal jagain kamu disini. Kalau mau masak, di kulkas udah mama isi semua. Masakin juga Makoto ya? Belajar jadi istri yang baik. Mama berangkat dulu ya? Ayah udah nungguin tuh," Karin melepas tangan Aoi yang berusaha menahannya."Ma! Jangan tinggalin aku! Masa harus sama Makoto sih! Mama!" teriak Aoi saat mamanya sudah menghilang menuruni tangga.Aoi menuju ruang tamu, lagipula hanya Makoto. Tidak masalah kalau bangun tidur dan ileran. Kalau Ryuji, perlu dandan dan cantik.Makoto menatap Aoi. Rambut berantakan, dan mata yang setengah terb
Aoi berangkat pagi-pagi demi menghindari Makoto. Untung saja pria itu tidurnya pulas di ruang tamu."Enaknya ngapain ya?" Aoi gabut, apalagi kelas masih sepi.Haruka dan Fumie memasuki kelas. Keduanya terkejut melihat Aoi yang sudah ada di kelas."Aoi? Tumben banget berangkat pagi," Haruka meletakkan tasnya yang sangat berat itu. Rasanya pegal di hari Senin, pelajaran banyak, upacara di campur Matematika dan Fisika."Males ah sama dia. Apalagi kemarin. Maunya sih berdua aja sama Ryuji. Tapi om-om nyebelin itu ganggu!" Aoi curhat dengan berapi-api."Kencan gitu sama Ryuji?" tanya Fumie.Aoi mengangguk. "Iya. Aku sama Ryuji pingin naik kincir angin, tapi om nyebelin itu ngajak nonton bioskop. Filmnya aja aku gak suka," Aoi menggerutu."Kamu sama Ryuji jauhan terus ya kalau aku liat-liat," celetuk Fumie setelah berpikir beberapa saat kemudian.Benar juga. Tapi mau bagaimana lagi? Mak