"Hei, kenapa melihatku seperti itu?" Arya melihat tatapan Liyana sedikit berbeda saat ia kembali ke tempat duduk usai membayar makanan.
Liyana menyodorkan kartu nama milik Arya yang telah ditemukannya. "Ini milik kamu kan, Mas?" tanyanya dengan melayangkan tatapan nanar penuh selidik."M—" Arya nampak gugup. Dimasukkannya dengan segera kartu nama itu ke dalam dompetnya."Pemilik toko perhiasan berlian. Nama kamu jelas tertera di situ, Mas." Liyana semakin merasa penasaran."Lupakan soal kartu nama ini. Mana mungkin ada pemilik toko perhiasan model begini." Arya mengelak. Ia segera beranjak dari tempat duduk bersiap akan segera pergi."Ayo. Kita harus kembali ke hotel," ajaknya seraya meraih tangan Liyana."Tidak, Mas. Kamu masih punya hutang penjelasan," tahan Liyana yang masih penasaran."Kita bahas di hotel saja," elak Arya. Akhirnya Liyana mengalah dan ikut bersama sang suami untuk kembali ke hotel.Sesampainya di hotel, seorang pria dengan setelan jas hitam nampak menghormati Arya dan Liyana. Pria yang merupakan manager hotel nampak membungkukkan punggung saat Arya melewatinya. Pemandangan yang membuat Liyana kian merasa penasaran."Mas, siapa kamu sebenarnya?" Di dalam lift, Liyana kembali bertanya."Aku hanyalah pelayan rumah makan yang jabatannya di bawah kamu. Masa kamu lupa sih," jawab Arya dengan santai tanpa membalas tatapan istrinya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana."Tapi, Mas. Mana ada manager hotel begitu menghormati pelayan seperti kita. Aku jadi merasa aneh," kata Liyana. Ia mulai menaruh curiga pada suaminya."Apaan sih. Tak usah berpikir yang aneh-aneh." Arya mengacak rambut Liyana dengan lembut."Mas!""Sudah, ayo kita ke kamar," ajaknya. Arya tetap saja membungkam. Dia tak tahu kalau perasaan Liyana saat ini teramat resah.Di dalam kamar hotel yang masih berhiaskan bunga warna-warni keduanya kini duduk di tepi ranjang. Arya nampak mulai mendekati Liyana yang wajahnya kian terlihat resah."Mas, maafkan aku. Sungguh aku belum siap." Tanpa berani membalas tatapan Arya, gadis itu nampak memainkan kedua tangannya di atas pangkuan."Aku paham. Kamu memang belum seutuhnya mencintaiku—""Tapi aku akan berusaha mencintaimu, Mas. Kamu adalah pria yang menyelamatkan kehormatan keluargaku. Percayalah, aku akan berusaha mencintaimu," potong Liyana seraya mengangkat wajahnya."Oke aku paham kok." Pria itu kemudian berjalan menuju kamar mandi.Ting!Liyana mendengar notifikasi pesan masuk. Dilihatnya layar ponsel Arya yang terletak di atas nakas. Sebuah pesan masuk yang tak sengaja dibacanya pada layar depan."Malam, Pak. Besok akan ada pertemuan dengan beberapa pimpinan dari berbagai cabang berlian—" Liyana tak tahu dengan kelanjutan isi pesan itu. Tapi dahinya tiba-tiba mengkerut.'Cabang berlian?' batinnya bertanya-tanya. Selama ini ia mengenal Arya hanya seorang pelayan rumah makan.Karena penasaran Liyana segera mengusap layar ponsel Arya yang kebetulan tidak dikunci. Ia segera melancarkan tujuan membuka aplikasi pesan berwarna hijau pada layar ponsel sang suami.Mengejutkan. Isi pesan aplikasi pesan itu semuanya berasal dari rekan bisnis. Entah ceroboh atau lupa, Arya sama sekali tak mengunci ponselnya.'Siapa Mas Arya sebenarnya? Mengapa isi pesannya berasal dari berbagai pemilik toko perhiasan berlian.' Liyana membatin. Bahkan pesan yang masuk barusan, mengabarkan kalau Arya harus menghadiri rapat direksi sebagai pimpinan dari berbagai cabang toko perhiasan berlian di indonesia. Dada Liyana bergetar sementara bola matanya nampak membulat sempurna.Gadis itu akan membaca satu persatu percakapan yang ada pada aplikasi itu, namun sepertinya niatnya harus tertahan saat suara pintu kamar mandi telah dibuka. Ia bergegas menutup layar ponsel Arya kemudian memperbaiki posisi duduknya kembali.Arya sudah berganti pakaian. Ia kini mengenakan piyama tidur dan langsung mengambil satu bantal di atas ranjang."Ngapain, Mas?" tanya Liyana terkejut."Aku akan tidur di sofa ya." Pria dewasa yang kini telah menjadi suami Liyana, nampak beranjak menuju sofa dengan satu bantal di tangannya. Dia sangat menghargai perasaan sang istri. Cinta memang tak bisa dipaksakan tapi bisa diperjuangkan.Malam itu di kamar hotel pasangan pengantin baru yang harusnya memadu kasih, terlihat tidur terpisah. Arya yang sudah terbaring di atas sofa, sementara Liyana masih duduk menatap suaminya dari atas ranjang."Maafkan aku, Mas. Aku tidak berniat mempermainkan perasaan kamu. Hanya saja, aku butuh waktu untuk bisa benar-benar mencintaimu," desis Liyana berbicara sendiri. Ia bangkit menghampiri Arya yang sudah tertidur pulas karena kelelahan. Di selimutinya tubuh sang suami dengan selimut yang dia ambil dari lemari.Wajah Arya memang terlihat tampan bak artis-artis hollywood. Hanya saja, perbedaan usia yang cukup jauh membuat Liyana merasa ngeri jika membayangkan malam pertama dengannya. Ia bergegas kembali ke atas ranjang berharap bisa tertidur dengan lelap disaat kekhawatiran melanda jiwa. Ia takut kalau Arya sampai bangun dan berubah pikiran lalu menerobos lubang berharga miliknya.Liyana segera menutup tubuhnya dengan selimut tebal berwarna putih. Namun, begitu mata terasa berat dan hendak terlelap, sesuatu terasa menurunkan selimutnya."Kamu mau ngapain, Mas?" Liyana terperanjat. Ia melihat Arya sudah berdiri di tepi ranjang menarik cepat selimut yang sempat menutupi tubuhnya."Ini malam pertama kita, Li. Kita harus melewatkannya dengan momen yang indah," kata Arya. Tatapannya fokus pada sang istri menafsirkan ambisi.Liyana beringsut mundur dan berakhir di bahu ranjang. "Apa maksud kamu, Mas? Kembali ke sofa dan tidurlah dengan tenang," sentaknya. Keringat dingin tiba-tiba mengkilat di dahi. Ia ketakutan."Mana bisa tidur sebelum mendapatkan hakku sebagai suami." Arya bersi kukuh. Ia mulai naik ke atas ranjang. Tatapannya penuh ambisi membuat Liyana kian merasa takut.Pria dewasa itu tak seperti yang Liyana kenal. Arya sangat baik dan sopan. Kebaikannya bahkan membuat Liyana merasa yakin kalau hidupnya akan tertolong. Namun, berbeda dengan malam ini. Sorot pasang manik itu tak lagi sama. Tajam bagaikan belati yang hendak menusuk jantung dan menghancurkan perasaan Liyana."Mohon jangan lakukan apa-apa padaku, Mas. Bukankah sudah kukatakan, aku hanya butuh waktu saja." Liyana memelas. Akan tetapi Arya tetap dalam ambisinya.Liyana tak bergeming, dilemparkannya benda apa saja yang bisa digapai ke hadapan Arya. Sampai vas kecil yang terletak di atas nakas Liyana lempar dan pecah pada dada bidang Arya. Malam ini laki-laki itu nampak kuat. Entah pengaruh apa yang membuatnya kalap."Tolong!!!" Akhirnya Liyana berteriak. Namun tangan kekar itu segera membekap mulutnya."Jangan berteriak karena kamu adalah istriku. Kita nikmati malam ini bersama-sama," ujar Arya diiringi tawa menyeramkan. Tubuh kekar itu sudah berada di atas Liyana.Liyana menggelengkan kepala. Bulir bening merembes keluar dari sudut mata. Dia tak mau kesuciannya direnggut tanpa perasaan cinta, meski pun oleh suami dadakannya.'Ya Tuhan, semoga ini hanya mimpi.''Ya Tuhan, semoga ini hanya mimpi.'Kepalanya menggeleng. Tubuhnya memberontak. Hingga ia merasa tubuhnya terlempar jatuh."Aw!" Liyana membuka mata bersamaan dengan itu pria tadi menghilang entah kemana. Tubuh Liyana sudah berada di atas lantai. Bulir peluh tampak membanjiri keningnya. Ia baru saja sadar sesuatu."Ya ampun, ternyata hanya mimpi." Gadis itu menghela napas cukup panjang. Ia langsung bangkit ke atas ranjang. Raut wajahnya lelah seperti telah lari maraton seratus kilo meter.Saat menoleh pada dinding hotel, waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Bisa-bisanya dia bangun kesiangan."Mas Arya kemana ya?" Liyana bertanya-tanya sendirian.Tak lama seseorang membuka pintu hotel. Masuklah pria dewasa bertubuh tinggi berisi yang saat ini telah menjadi suami Liyana."Kamu dari mana, Mas?" tanya Liyana dengan suara napas yang masih memburu."Kamu tak sadar ya. Semalam aku kan keluar. Aku menghargai kamu yang masih butuh waktu. Aku memilih tidur di kamar sebelah yang kebetul
Belum sempat Arya menjawab pertanyaan, beberapa wanita berseragam ala-ala pembantu eropa nampak berbaris menyambut kedatangan Arya."Selamat datang, Tuan, Nona!"Liyana tercengang mendengar sapaan wanita di depannya. Ia menajamkan tatapan pada Arya kemudian menarik sikutnya."Mas?!"Pria berusia empat puluh tahun itu hanya mengulum senyum pada Liyana kemudian mengalihkan pandangannya pada tiga orang wanita berseragam pembantu itu."Perkenalkan ini adalah, Liyana Zahira. Ini adalah istri saya dan kalian harus menghormatinya sebagaimana menghormati saya." Arya memerintah pada pembantu di rumahnya. Mereka mengangguk, menyapa Liyana dengan ramah kemudian kembali dengan tugas-tugas di rumah besar itu.Liyana semakin dibuat kelimpungan dengan keadaan di depan mata. Sebelah tangannya ditarik lembut oleh Arya kemudian mereka duduk di sofa berwarna putih di ruang tengah. Liyana menaksir, sofa yang didudukinya dipastikan bernilai puluhan juta, apalagi dengan hiasan dinding berikut funiture di r
Wanita itu menggenggam gelang yang baru saja ia temukan di dalam lemari. Masih lekat dalam ingatan kalau gelang itu adalah miliknya yang telah diberikan pada seseorang yang pernah ia cintai di masa sekolah menengah atas. Langkah Liyana terlihat cepat mencari salah satu pembantu rumah tangga senior di rumah suaminya."Siapa nama kamu?" Liyana bertanya terlebih dahulu pada wanita berseragam asisten rumah tangga yang usianya lebih tua dari yang lainnya.Asisten itu segera menjawab pertanyaan Liyana dengan ramah, "Nama saya, Kiki. Jika Nona Liyana butuh bantuan, bisa segera panggil saya.""Baik, Kiki. Saya butuh bantuan kamu. Jawab pertanyaan saya, siapa pemilik kamar yang itu sebelumnya?" Liyana meluruskan jari telunjuk pada kamar yang baru saja ia tempati.Asisten rumah tangga bernama Kiki itu terdiam dalam beberapa saat. "Tidak ada pemiliknya," jawabnya seraya menurunkan tatapan."Kamu bohong ya? Saya tahu kok, kamar itu pernah dimiliki seseorang sebelumnya," tekan Liyana dengan mene
"Bagaimana kamu bisa seyakin itu, Mas? Kamu kan tidak mengenal Ari."Arya menaikkan kedua alisnya. "Hanya menerka saja," jawabnya beralasan.Liyana menggelengkan kepala seraya menepuk keningnya. Dia pikir Arya mengetahui suatu hal. Namun tanpa Liyana sadari, Arya nampak menatapnya begitu dalam. Tatapan pria itu menyiratkan suatu hal yang serius namun masih disembunyikannya dari Liyana.Setelah makan usai, pasangan beda usia itu segera beranjak dari tempat duduk dan mereka akan segera pulang setelah ponsel pintar milik Arya menerima laporan kalau keadaan rumah sudah benar-benar aman.Pernikahan antara Liyana dan Arya memang terlihat harmonis, namun karena Liyana tak memiliki perasaan cinta, mereka akhirnya harus tidur terpisah untuk waktu yang belum bisa ditentukan."Aku menikahinya hanya terpaksa, demi janjiku memenuhi keinginan mendiang adikku." Sebuah kalimat keluar begitu saja dari mulut Arya Bagaskara. Dia kini sudah berada di kamarnya sendirian. Sementara Liyana di kamar yang lai
'Apa! Jadi Mas Arya hanya berpura-pura miskin? Ada apa ini sebenarnya?' Dalam hati yang penasaran Liyana bertanya-tanya. Dia mengurungkan niat menemui Kiki—asisten rumah tangga Arya. Langkahnya kembali menuruni anak tangga menuju lantai satu.Kondisi jantungnya terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Liyana tampak berpikir di kamarnya. Selama ini yang dia tahu, Arya adalah seorang pria dewasa yang bekerja sebagai pelayan di rumah makan tempatnya bekerja. Hampir enam bulan lebih Liyana mengenal Arya. Berlian seharga seratus juta dan rumah mewah beserta isinya, Liyana pikir benar saja hanya milik majikan Arya. Tapi perkataan Kiki barusan seketika membuyarkan kepercayaan yang selama ini ia ketahui."Sepertinya aku harus menyelidiki identitas Mas Arya yang sebenarnya." Liyana membulatkan tekad. Rasa penasaran di dalam dadanya harus segera terpecahkan.Di saat para asisten rumah tangga berjibaku dengan kesibukan pekerjaan rumah, Liyana memanfaatkan kesempatan. Langkah kakinya perlahan
Liyana berniat segera mengejar langkah wanita itu, namun seketika Tiara menahan langkahnya."Sudah, Li. Tak usah mengurus wanita itu," tahan Tiara seraya meraih pergelangan tangan Liyana."Tapi, wanita itu yang telah merebut Arsenio dariku." Liyana terkekeh.Namun, Tiara dengan cepat membawa Liyana kembali ke tempat duduknya."Arsenio bukanlah pria yang patut kamu urus. Dia adalah pria yang telah meninggalkan kamu disaat waktu yang mendesak hingga akhirnya kamu memilih Arya sebagai pengantin pengganti." Penuturan Tiara seketika membuat Liyana mematung dalam beberapa saat."Aku hanya khawatir kalau wanita tadi telah mengkhianati Arsenio," desis Liyana yang lagi-lagi menampilkan kekhawatirannya pada sang mantan kekasih."Itu bukan lagi urusan kamu, Li. Biarkan Arsenio dengan pilihannya." Tiara menekan. Wanita itu hanya tak mau kalau sahabatnya kembali keliru dengan iba terhadap Arsenio.Liyana kembali diam. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Memorynya bahkan se
Liyana akhirnya duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Perasaan cinta yang masih tersisa untuk Arsenio membuatnya lunak."Apa maksud kamu bicara tentang suamiku?" tanya Liyana dengan tatapan sinis."Aku sudah bicara dengan Ayah dan Ibu, aku sudah menyesali semua perbuatan fatal yang pernah aku lakukan. Semua itu terjadi karena aku terlalu percaya dengan fitnah," ungkap Arsenio."Apa maksud kamu? Bicara langsung, Arsenio. Tidak usah basa-basi karena aku tak punya banyak waktu," tekan Liyana. Bagaimana pun pria yang kali ini melayangkan tatapan memelas di hadapannya, telah menoreh luka sayatan paling dalam di lubuk hatinya."Satu minggu sebelum pernikahan itu, deretan informasi berdatangan. Ada beberapa orang yang mengatakan kalau kamu sudah tak perawan lagi. Ada lagi yang mengatakan kalau kamu sempat menjadi gadis simpanan om-om. Bahkan ada lagi yang mengatakan kalau salah seorang pria telah membeli tubuhmu," terang Arsenio yang mengejutkan Liyana. Sementara orang tua Liyana nampak diam
Hinggap sebentar di rumah orang tua, nyatanya tak membuat perasaan Liyana lebih tenang. Ia memilih pulang saja setelah memberikan uang pada ibunya.Dengan menaiki taksi online, Liyana telah tiba di depan rumah mewah dan luas. Rumah yang kata Arya adalah milik majikannya.Mobil mewah berwarna hitam telah terparkir di depan rumah itu. Nampaknya Arya sudah pulang. Liyana bergegas masuk ke dalam rumah."Li, kamu kemana saja?"Kedatangan Liyana langsung di sambut dengan pertanyaan oleh sang suami.Liyana menghentikan langkah. Ia menatap wajah Arya begitu dalam. Wajah ramah penuh dengan keramahan dan kesopanan yang selama ini rasanya tak sesuai dengan apa yang dituduhkan Arsenio tadi siang."Kok malah diam. Kamu kenapa? kamu dari mana?" Arya bertanya lagi tatkala Liyana hanya mematung menatapnya.Gadis berbulu mata lentik itu langsung tersadar dari lamunan singkat. Ia membuang tatapan kemudian berusaha mengukir senyuman pada Arya."Aku dari rumah Ibu," jawab Liyana akhirnya.Tangan lembut A