Belum sempat Arya menjawab pertanyaan, beberapa wanita berseragam ala-ala pembantu eropa nampak berbaris menyambut kedatangan Arya."Selamat datang, Tuan, Nona!"Liyana tercengang mendengar sapaan wanita di depannya. Ia menajamkan tatapan pada Arya kemudian menarik sikutnya."Mas?!"Pria berusia empat puluh tahun itu hanya mengulum senyum pada Liyana kemudian mengalihkan pandangannya pada tiga orang wanita berseragam pembantu itu."Perkenalkan ini adalah, Liyana Zahira. Ini adalah istri saya dan kalian harus menghormatinya sebagaimana menghormati saya." Arya memerintah pada pembantu di rumahnya. Mereka mengangguk, menyapa Liyana dengan ramah kemudian kembali dengan tugas-tugas di rumah besar itu.Liyana semakin dibuat kelimpungan dengan keadaan di depan mata. Sebelah tangannya ditarik lembut oleh Arya kemudian mereka duduk di sofa berwarna putih di ruang tengah. Liyana menaksir, sofa yang didudukinya dipastikan bernilai puluhan juta, apalagi dengan hiasan dinding berikut funiture di r
Wanita itu menggenggam gelang yang baru saja ia temukan di dalam lemari. Masih lekat dalam ingatan kalau gelang itu adalah miliknya yang telah diberikan pada seseorang yang pernah ia cintai di masa sekolah menengah atas. Langkah Liyana terlihat cepat mencari salah satu pembantu rumah tangga senior di rumah suaminya."Siapa nama kamu?" Liyana bertanya terlebih dahulu pada wanita berseragam asisten rumah tangga yang usianya lebih tua dari yang lainnya.Asisten itu segera menjawab pertanyaan Liyana dengan ramah, "Nama saya, Kiki. Jika Nona Liyana butuh bantuan, bisa segera panggil saya.""Baik, Kiki. Saya butuh bantuan kamu. Jawab pertanyaan saya, siapa pemilik kamar yang itu sebelumnya?" Liyana meluruskan jari telunjuk pada kamar yang baru saja ia tempati.Asisten rumah tangga bernama Kiki itu terdiam dalam beberapa saat. "Tidak ada pemiliknya," jawabnya seraya menurunkan tatapan."Kamu bohong ya? Saya tahu kok, kamar itu pernah dimiliki seseorang sebelumnya," tekan Liyana dengan mene
"Bagaimana kamu bisa seyakin itu, Mas? Kamu kan tidak mengenal Ari."Arya menaikkan kedua alisnya. "Hanya menerka saja," jawabnya beralasan.Liyana menggelengkan kepala seraya menepuk keningnya. Dia pikir Arya mengetahui suatu hal. Namun tanpa Liyana sadari, Arya nampak menatapnya begitu dalam. Tatapan pria itu menyiratkan suatu hal yang serius namun masih disembunyikannya dari Liyana.Setelah makan usai, pasangan beda usia itu segera beranjak dari tempat duduk dan mereka akan segera pulang setelah ponsel pintar milik Arya menerima laporan kalau keadaan rumah sudah benar-benar aman.Pernikahan antara Liyana dan Arya memang terlihat harmonis, namun karena Liyana tak memiliki perasaan cinta, mereka akhirnya harus tidur terpisah untuk waktu yang belum bisa ditentukan."Aku menikahinya hanya terpaksa, demi janjiku memenuhi keinginan mendiang adikku." Sebuah kalimat keluar begitu saja dari mulut Arya Bagaskara. Dia kini sudah berada di kamarnya sendirian. Sementara Liyana di kamar yang lai
'Apa! Jadi Mas Arya hanya berpura-pura miskin? Ada apa ini sebenarnya?' Dalam hati yang penasaran Liyana bertanya-tanya. Dia mengurungkan niat menemui Kiki—asisten rumah tangga Arya. Langkahnya kembali menuruni anak tangga menuju lantai satu.Kondisi jantungnya terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Liyana tampak berpikir di kamarnya. Selama ini yang dia tahu, Arya adalah seorang pria dewasa yang bekerja sebagai pelayan di rumah makan tempatnya bekerja. Hampir enam bulan lebih Liyana mengenal Arya. Berlian seharga seratus juta dan rumah mewah beserta isinya, Liyana pikir benar saja hanya milik majikan Arya. Tapi perkataan Kiki barusan seketika membuyarkan kepercayaan yang selama ini ia ketahui."Sepertinya aku harus menyelidiki identitas Mas Arya yang sebenarnya." Liyana membulatkan tekad. Rasa penasaran di dalam dadanya harus segera terpecahkan.Di saat para asisten rumah tangga berjibaku dengan kesibukan pekerjaan rumah, Liyana memanfaatkan kesempatan. Langkah kakinya perlahan
Liyana berniat segera mengejar langkah wanita itu, namun seketika Tiara menahan langkahnya."Sudah, Li. Tak usah mengurus wanita itu," tahan Tiara seraya meraih pergelangan tangan Liyana."Tapi, wanita itu yang telah merebut Arsenio dariku." Liyana terkekeh.Namun, Tiara dengan cepat membawa Liyana kembali ke tempat duduknya."Arsenio bukanlah pria yang patut kamu urus. Dia adalah pria yang telah meninggalkan kamu disaat waktu yang mendesak hingga akhirnya kamu memilih Arya sebagai pengantin pengganti." Penuturan Tiara seketika membuat Liyana mematung dalam beberapa saat."Aku hanya khawatir kalau wanita tadi telah mengkhianati Arsenio," desis Liyana yang lagi-lagi menampilkan kekhawatirannya pada sang mantan kekasih."Itu bukan lagi urusan kamu, Li. Biarkan Arsenio dengan pilihannya." Tiara menekan. Wanita itu hanya tak mau kalau sahabatnya kembali keliru dengan iba terhadap Arsenio.Liyana kembali diam. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Memorynya bahkan se
Liyana akhirnya duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Perasaan cinta yang masih tersisa untuk Arsenio membuatnya lunak."Apa maksud kamu bicara tentang suamiku?" tanya Liyana dengan tatapan sinis."Aku sudah bicara dengan Ayah dan Ibu, aku sudah menyesali semua perbuatan fatal yang pernah aku lakukan. Semua itu terjadi karena aku terlalu percaya dengan fitnah," ungkap Arsenio."Apa maksud kamu? Bicara langsung, Arsenio. Tidak usah basa-basi karena aku tak punya banyak waktu," tekan Liyana. Bagaimana pun pria yang kali ini melayangkan tatapan memelas di hadapannya, telah menoreh luka sayatan paling dalam di lubuk hatinya."Satu minggu sebelum pernikahan itu, deretan informasi berdatangan. Ada beberapa orang yang mengatakan kalau kamu sudah tak perawan lagi. Ada lagi yang mengatakan kalau kamu sempat menjadi gadis simpanan om-om. Bahkan ada lagi yang mengatakan kalau salah seorang pria telah membeli tubuhmu," terang Arsenio yang mengejutkan Liyana. Sementara orang tua Liyana nampak diam
Hinggap sebentar di rumah orang tua, nyatanya tak membuat perasaan Liyana lebih tenang. Ia memilih pulang saja setelah memberikan uang pada ibunya.Dengan menaiki taksi online, Liyana telah tiba di depan rumah mewah dan luas. Rumah yang kata Arya adalah milik majikannya.Mobil mewah berwarna hitam telah terparkir di depan rumah itu. Nampaknya Arya sudah pulang. Liyana bergegas masuk ke dalam rumah."Li, kamu kemana saja?"Kedatangan Liyana langsung di sambut dengan pertanyaan oleh sang suami.Liyana menghentikan langkah. Ia menatap wajah Arya begitu dalam. Wajah ramah penuh dengan keramahan dan kesopanan yang selama ini rasanya tak sesuai dengan apa yang dituduhkan Arsenio tadi siang."Kok malah diam. Kamu kenapa? kamu dari mana?" Arya bertanya lagi tatkala Liyana hanya mematung menatapnya.Gadis berbulu mata lentik itu langsung tersadar dari lamunan singkat. Ia membuang tatapan kemudian berusaha mengukir senyuman pada Arya."Aku dari rumah Ibu," jawab Liyana akhirnya.Tangan lembut A
Tak mau menunda waktu, Liyana segera masuk ke dalam ruangan yang nampak gelap gulita. Tak ada cahaya di dalamnya kecuali cahaya yang masuk dari ruangan yang lain.Gadis itu segera menutup kembali pintu gudang setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya. Liyana juga segera menyalakan senter yang sudah disiapkan dari dalam saku bajunya. Begitu senter menyala menerangi sebagian sudut. Liyana tak melihat apa-apa. Hanya ada beberapa benda yang tertutup rapi oleh kain. Dia segera menyoroti sekeliling sudut gudang dengan senternya. Di dalam gudang yang berukuran luas itu nampak banyak sekali barang-barang yang tertata rapi ditutup oleh kain.Liyana menarik napas cukup dalam. Ia segera memperbaiki perasaan takut yang sempat menyeruak di dalam dada.'Tenang, Liyana. Ini jaman modern. Jaman dimana sosok makhluk halus sudah jarang menampakan diri.' Liyana meyakinkan diri.Setelah itu ia mencoba membuka kain penutup pada benda yang berada di dekatnya. Hanya sebuah foto sepasang suami istri