Share

Tetap Saja Rasanya Sakit

Maya datang untuk memenuhi perintah mama Indah, seperti kesepakatan kemarin saat di rumah sakit. Bryan semakin takut karena kekasihnya tak kunjung datang. Jika dihitung ini sudah lebih dari lima menit.

Karena waktu semakin bertambah dan kekasih Bryan yang tak kunjung datang, akhirnya Bryan terpaksa menikah dengan Maya. Pernikahan mereka pun segera dilangsungkan.

***

"Sini kamu!" sentak Bryan.

"A-aku?" Maya menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu lah, siapa lagi? Di sini cuma ada kamu! Apa kamu buta sampai-sampai tidak bisa melihat kondisi disekitar kamu!" bentak Bryan.

"I-iya maaf, Ma-Mas,"

"Lancang sekali kamu memanggil ku dengan sebutan 'Mas'? Oh, ternyata kamu memang benar-benar percaya diri sekali ya? Dasar perempuan murahan!" Bryan terus mengeluarkan kalimat yang menyakiti hati Maya.

Maya bingung dengan semua kalimat yang keluar dari mulut suaminya, Bryan. Apa salahnya jika dia memanggil Bryan dengan sebutan itu? Bukankah Bryan seorang lelaki dan lebih tua dari dirinya? Bukankah itu hal yang wajar?

Maya terus berpikir dalam diamnya dan tak hanya itu, hati Maya pun sakit karena disebut perempuan murahan. Memangnya kapan Maya menjual diri?

"Maaf, aku tidak pernah menjual diri jadi aku bukan perempuan murahan!" bantah Maya dengan suara lembut.

"Oh ya? Lalu tujuan kamu masuk ke dalam kehidupan keluarga aku apa? Bukankah untuk harta?" kalimat yang berisi tuduhan itu kembali menyakiti hati Maya.

Maya memejamkan matanya sembari menahan perih di dadanya.

"Ti-tidak! Aku tidak punya tujuan apa pun, aku hanya..."

"Bryan! Hentikan omong kosong kamu itu!" teriak mama Indah.

"Hem, apa lagi si, Ma? Mau belain perempuan murahan ini sekarang? Mama sebenarnya dikasih apa sih sama dia? Bisa-bisanya Mama terus memihak ke dia!"

"Stop panggil dia perempuan murahan! Dia itu istri kamu sekarang, Bryan! Jadi mama mohon kamu terima dia dan sayangi dia mulai sekarang!" Mama Indah benar-benar dibuat naik darah oleh Bryan.

"Mana bisa? Memang dia perempuan murahan kok! Apa kata Mama? Terima dan sayang? Sama dia? Sampai mati pun aku nggak bakal terima kehadiran dia di sini apalagi jadi istri aku!" Maya pun pergi begitu saja meninggalkan mama Indah dan Bryan menggunakan kursi rodanya.

"Bryan!" Teriak Mama Indah yang ingin menyusul kepergian Kevin tapi ditahan oleh Maya.

"Ma, sudah jangan diteruskan lagi! Biarkan saja, Mas Bryan berkata apa pun semau dia. Karena pernikahan ini memang begitu mendadak, jadi jelas dia belum bisa menerima kehadiran aku sebagai istrinya."

Mama Indah menghela napas panjang lalu tersenyum pada Maya. Beliau mengusap kepala Maya lembut.

Perlakuan Mama Indah membuat Maya tertegun sejenak, ia juga begitu terharu karenanya. Ini adalah kali pertamanya ia mendapat perlakuan istimewa dari seorang wanita. Lebih tepatnya sosok ibu untuknya.

'Jadi seperti ini rasanya punya seorang ibu? Baru diusap saja rasanya begitu hangat! Tidak masalah jika suami ku belum bisa menerima kehadiran ku bahkan membenci diriku akan tetapi, ibu mertua ku begitu menyayangi diriku! ' Maya membatin sembari menikmati momen itu.

"Maya, mama mau kasih kabar bahwa besok ayah kamu akan melakukan operasi. Jadi, kamu jangan khawatir dan merasa takut lagi ya! Sekarang yang terpenting adalah doa buat ayah kamu, semoga operasinya berjalan dengan lancar dan ayah kamu diberi kesembuhan!" ucap mama Indah pada Maya.

"Besok ayah operasi, Ma? Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Ma!" Sontak Maya langsung memeluk mama Indah karena begitu senangnya mendapat kabar baik itu.

"Sama-sama, sayang! Ya sudah, sekarang kamu ke kamar ganti pakaian, terus istirahat sejenak lalu kita makan malam bersama. Mama tunggu di ruang makan ya!" Mama Indah mengusap pipi Maya lalu pergi meninggalkannya di sana.

Maya sangat bersyukur karena ayahnya akan segera dioperasi, ia juga sangat bersyukur karena telah bertemu dengan seseorang yang baik hati seperti mama Indah. Ya, meski suaminya jelas tidak menerima kehadirannya.

Maya menarik napas panjang lalu memijakkan kakinya perlahan menuju kamar pribadinya bersama Bryan sang suami.

Sementara itu di dalam sebuah kamar, Papa Putra dan Mama Indah tampak sedang mengobrol serius perihal anak semata wayangnya.

"Bagaimana, Ma? Bryan sudah mau menerima Maya sebagai istrinya kan?"

"Huh, tidak semudah itu, Pa! Papa tahu apa yang terjadi tadi waktu mama menemui mereka berdua?"

Papa Putra mengubah posisi duduknya menjadi tegap dan siap menerima informasi dari mama Indah.

"Memang apa yang terjadi, Ma? Apa Bryan melakukan kesalahan?"

"Si Bryan terus memaki Maya, Pa! Masa dia bilang kalo Maya itu perempuan murahan. Pokoknya dia terus menuduh Maya yang enggak baik lah!" jawab Mama Indah dengan ekspresi kesalnya.

"Astaga anak itu! Mama yang sabar ya, semua butuh waktu dan proses. Mungkin saat ini Bryan belum bisa menerima Maya sepenuhnya tapi lambat laun pasti Bryan akan berubah kok, kita berdoa aja yang terbaik buat mereka berdua ya Ma!"

"Iya, Pa! Mama pengin mereka nantinya bisa saling menerima dan saling mencintai, menjadi keluarga yang utuh!"

"Iya,"

Kembali lagi pada Maya yang sudah berada di dalam sebuah kamar. Di sana, Maya kebingungan, ini bukanlah kamarnya sendiri. Kamar yang begitu mewah, ia sungguh tidak tahu apa pun apa yang harus ia lakukan.

Handuk? Pakaian? Yang mana lemari miliknya? Apa pakaian untuknya sudah tersedia? Jika belum, dia harus memakai apa nanti? Baju pengantin lagi?

"Heh, perempuan murahan! Sedang apa kamu di sini? Jangan harap kamu bisa tidur satu ranjang denganku ya!" ucap Bryan sinis.

Maya tersentak. Sedang apa di sini? Bukankah ini adalah kamarnya juga?

"Mama menyuruhku untuk mandi dan berganti pakaian juga istirahat sejenak sebelum makan malam, Mas,"

"Akh, sebutan itu lagi! Sakit telinga ku mendengar itu! Dasar perempuan murahan!" Bryan kembali kesal dan memaki Maya.

"Memangnya aku harus memanggil dengan sebutan apa? Kamu kan memang suami ku, Mas! Kamu lelaki juga lebih tua dari umur ku!"

"Hih, terserah lah! Denger ya, jangan pernah sentuh apa pun yang ada di kamar ini! Itu adalah lemari milik calon istri ku jadi kamu jangan pernah menyentuhnya! Kamu juga jangan pernah naik ke ranjang itu jika aku tidak menyuruh! Satu hal lagi, kamu harus mengikuti semua perintahku! Kamu paham?" Bryan menunjukkan jarinya ke dahi Maya.

"I-iya, Mas, aku paham!" Maya memejamkan matanya kala jari itu menempel di dahinya.

"Bagus! O iya, saya muak melihat wajah kamu, jadi nanti kamu jangan ikut makan malam bersama! Dan lagi, jangan pernah mengadu pada Mama apalagi Papa soal ini! Jika di depan mereka, kamu harus terlihat baik-baik saja!" Bryan pergi begitu saja setelah puas dengan apa yang terlontar dari mulutnya.

"Ta-tapi, Mas?"

BRAK!!!

Bryan membanting pintu dengan begitu keras dan membuat Maya kaget bukan main.

"Akh, sakit sekali rasanya!" Maya memegangi dadanya yang terasa sesak dan sakit.

Maya mendekat ke arah pintu dan mencoba membuka pintu dan ternyata,

Ceklek! Ceklek!

"Tidak bisa dibuka, Jangan-jangan?"

***

Waktu makan malam telah tiba. Semua berada di ruang makan kecuali Maya, anggota keluarga baru di dalam keluarga Putra.

Mama Indah dan Papa Putra sempat saling pandang setelah kedatangan putranha yaitu Bryan yang hanya seorang diri. Mengapa Bryan tidak datang bersama Maya? Apa Maya masih beristirahat di kamarnya?

"Bryan kok datang sendirian, Ma?" bisik Papa Putra.

"Entah, Pa, mungkin Maya masih di kamarnya?"

"Semoga saja, Bryan tidak melakukan kesalahan lagi, Ma?!"

Mama Indah hanya mengangkat kedua bahunya untuk merespon ucapan Papa Putra.

"Malam, Ma, Pa!" sapa Bryan yang duduk dikursi rodanya.

"Malam," balas Mama Indah dan Papa Putra bersamaan.

Kini, saatnya Papa Putra membuka suara perihal Maya yang tidak datang bersama Bryan.

"Ekhem! Bryan, istri kamu mana?"

Bersambung...

Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.

New chapter =>

Terima kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status