Setelah mendesak Marsel, Anggara tidak mendapatkan jawaban pasti. Dia diminta mencari tahu sendiri siapa Arjuna sebenarnya. Orang yang Jon kirim untuk mencari tahu belum juga membawakan kabar terbaru."Menurutmu, mereka ada hubungan apa, Jon?" Terlihat wajah Anggara yang kebingungan. Sejak tadi dia mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri."Ibu dan anak." Tetap jawaban itu yang Jon berikan. Dia bahkan merasa yakin kalau mereka punya hubungan darah.Sementara di rumahnya, Arjuna tengah duduk melamun. Dia memikirkan kejadian yang terjadi di taman. Awalnya dia ingin mempersatukan kedua orang tuanya, tetapi tiba-tiba ada rasa marah saat anak itu melihat ibunya merintih kesakitan. Takut pria itu kembali melukai batin ibunya. Arjuna sebenarnya sudah memberi celah untuk ayahnya masuk. Dia ingin memulai dari awal. Saat main bola, Arjuna bukan tidak tahu kalau itu Anggara. Dia tahu, sangat tahu, hanya saja Arjuna ingin membiarkannya saja. Seandainya Anggara tahu, Arjuna ingin sekali memeluk
Amisha hanya bisa menangis dalam diam. Keputusannya menikah dengan pria yang belum dikenalnya mungkin salah besar, tetapi jika mengingat pernikahan itu bisa menyelamatkan pernikahan kakaknya, dia rela berkorban.Raisya, kakak ipar yang sangat disayanginya itu ketahuan berselingkuh oleh Amisha. Berkali-kali dia melihat kakak iparnya jalan berdua dengan pria lain dengan bergandeng tangan. Bahkan Amisha pernah melihat mereka keluar dari kamar hotel."Ngapain nangis? Bukankah ini yang kamu inginkan, Wanita Jalang?" Mendengar pria yang sudah sah menjadi suaminya memanggil dengan sebutan hina seperti itu, Amisha berdiri dan menatap Anggara dengan penuh amarah. Dia mengepalkan tangannya dan menghampiri pria itu."Jaga ucapanmu! Aku bukan wanita seperti itu!" bantah Amisha. Anggara hanya tersenyum kecut. Tidak ingin terus berdebat, Anggara meninggalkan Amisha sendirian di kamar apartemen. Dia butuh udara segar.Amisha mengabaikan kepergian Anggara. Dia mengunci pintu kamar dan masuk ke kamar
Sudah cukup lama mereka berdua terdiam. Lastri memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Amisha dengan pria itu. Mereka butuh waktu untuk menyelesaikan masalah yang sudah terjadi. Ternyata yang membuat keduanya terkejut adalah kedatangan lelaki itu.Salman, salah satu senior Amisha di kampus. Mereka baru saja menjalin hubungan satu bulan yang lalu. Pagi-pagi sekali, Amisha memutuskan hubungan mereka lewat pesan singkat tanpa memberitahu apa alasannya."Apa kamu akan diam saja?" Salman memilih untuk memecah keheningan Dia ingin kejelasan dari keputusan Amisha yang tiba-tiba."Maaf." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Amisha. Dia semakin menundukkan wajahnya dan menangis."Itu bukan jawaban yang kuinginkan, Sha!" Salman berlalu. Dia pergi dengan membawa amarahnya.Salman pria yang baik, karena itu pula Amisha mau menerimanya. Hubungan mereka baru satu bulan berjalan, tetapi dia terpaksa mengakhirinya karena tidak mau menyakiti Salman terlalu dalam.Amisha masih merahasiakan pernikahan
Keringat membasahi kemeja yang Amisha pakai. Dari apartemen Anggara hingga kampus dia harus berjalan kaki. Padahal jaraknya lumayan jauh. Amisha sampai terlambat masuk jam kuliah pertama.Wanita itu kini tengah duduk di taman kampus sendirian. Matanya terpejam dengan menyelonjorkan kakinya. Napasnya masih terdengar tidak beraturan. Dia tengah merasakan lelahnya berjalan jauh."Hai, Sha! Tumben gak masuk?" Lastri menghampiri sahabatnya. Dia menatap Amisha dengan tatapan heran."Kamu habis ngapain, Sha? Keringetan gini?" Lastri mengeluarkan tisu dari dalam tas dan memberikannya pada Amisha."Aku habis nyari kerjaan, Las," jawab Amisha."Lah, kok, kerja? Emang Kak Dito gak ngasih uang? Suami ka–?" Amisha membekap mulut Lastri. Matanya celingukan takut ada yang mendengar obrolan mereka."Jangan sebut kata suami di sini, Las. Aku takut Salman denger." Amisha bicara dengan berbisik."Maaf," ucap Lastri tidak enak."Kamu tahu sendiri semua fasilitas dari Kak Dito sudah kukembalikan dan masal
Amisha tidak bisa tidur. Dia takut Anggara tiba-tiba datang dan melakukan hal yang tidak diinginkan padanya. Tatapan mata Anggara padanya tadi membuat Amisha ketakutan. Sebisa mungkin dia terlihat biasa saja. Jangan sampai Anggara tahu kalau dia ketakutan.Sementara pria yang Amisha takuti sudah terlelap. Tidak biasanya Anggara tidur sebelum larut malam. Bahkan kini dia tengah bermimpi indah. Pikiran buruk tentang sesuatu yang ingin dia lakukan pada wanita itu, di tekannya dalam-dalam.Pagi-pagi sekali sebelum Anggara bangun, Amisha sudah keluar dari apartemen. Dia semangat sekali untuk bekerja. Di hari pertamanya, Amisha ingin memberi kesan yang baik dengan tidak membuat si pemilik laundry kecewa.Amisha disambut hangat pemilik laundry. Bu Sari namanya. Dia langsung diberi seragam bertuliskan laundry Jaya Amanah. Hari pertamanya bekerja, dia akan mengantarkan pakaian yang sudah dicuci bersih kepada para pelanggan."Selamat bekerja dan hati-hati," ucap Bu Sari. Amisha pun pamit. Dia
Plaak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Anggara. Tangan Amisha bergetar hebat. Dia bergegas pergi sebelum Anggara membalas perbuatannya. Amisha lari sekencang mungkin tanpa arah dan tujuan. Yang ada dalam pikiran wanita itu, dia harus pergi sejauh mungkin. Memang tidak baik berada dalam satu ruangan dengan Anggara di saat dia tengah marah.Amisha hanya bisa menangis sendirian di bangku taman. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika tidak bisa lepas dari pria itu. Dia bergidik ngeri membayangkannya.Sentuhan tangan di pundaknya membuat Amisha kaget bukan main. Dia langsung menepis tangan itu dan beranjak. Matanya membulat sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Salman berdiri dengan tatapan penuh rasa khawatir."Kamu ngapain menangis sendirian di sini, Sha? Apa ada yang menyakitimu? Katakan padaku!" Salman terlihat sangat khawatir. Masih terlihat di matanya cinta yang begitu besar untuk wanita itu.Amisha menepis tangan Salman saat hendak memegang pundaknya. Dia
Terlalu fokus dengan foto Amisha, Anggara sampai tidak memperhatikan foto lain. Di mana ada foto Dito dan Raisya saat melangsungkan pernikahan mereka. Anggara menyimpan ponselnya kembali saat melihat Amisha melajukan motornya. Dia bergegas mengikuti wanita itu hingga motor yang Amisha pakai berhenti di kampus. Amisha terlihat menuju toilet dan tidak berselang lama, wanita itu sudah berganti pakaian."Jadi kamu bekerja sebelum kuliah? Kenapa harus jadi pengantar pakaian? Bukankah kakakmu punya kafe?" Anggara bicara sendiri. Dia merasa ada yang salah.Ponsel Anggara berdering. Terlihat sebuah pesan masuk ke aplikasi hijaunya. Tertulis nama Raisya di sana."Sayang, kamu di mana?" tulis Raisya."Kemarin kita gagal melakukannya. Apa kamu mau mencobanya lagi?" Kembali Raisya mengirimkan pesan."Aku tunggu di tempat biasa." Pesan terakhir yang Raisya kirimkan.Anggara hanya membacanya saja, enggan untuk membalasnya. Dia ingin sedikit menjauh dari wanita itu. Entah mengapa, Raisya tidak lagi
Cukup lama Amisha duduk sendirian di taman depan apartemen. Hati juga pikirannya sedikit rileks, setidaknya untuk beberapa saat. Dia berharap ini hanya mimpi buruk saja yang suatu saat nanti dia bisa terbangun. Dengan langkah malas, Amisha kembali ke apartemen Anggara. Sebelum masuk ke area apartemen, Amisha membeli roti untuk mengganjal perutnya di minimarket. Wanita itu sudah jarang sekali makan nasi karena terlalu sibuk. Sebisa mungkin dia juga hidup hemat, apalagi mengingat waktu gajian masih sangat jauh."Sha, ngapain kamu di sekitar sini?" Jantung Amisha seakan berhenti berdegup saat mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya."Beli ro–roti," jawab Amisha gugup. Salman menatap Amisha penuh tanya."Beli roti sejauh ini?" Salman memicingkan matanya.Meskipun hatinya merindukan pria itu, Amisha berusaha mengabaikannya. Dia tidak mau melibatkan Salman dalam masalahnya. Cintanya pada pria itu masih tersimpan dengan baik. Berh