Home / Romansa / Terpaksa Menikahi Sopir Bapak / 80. Perjalanan yang Dingin

Share

80. Perjalanan yang Dingin

Author: Banyu Biru
last update Huling Na-update: 2025-08-25 21:06:28

Dengan berat hati, kutinggalkan rumah Mbok Nah. Berpamitan dengan Mbok Nah, Mbak Srii, Bayu juga beberapa warga yang kebetulan bertandang. Tak ada yang kubawa selain keperluan Dipta, itupun tak seberapa karena Fatih tak mengijinkan aku membawa semuanya.

"Tinggalkan saja. Ambil untuk keperluan perjalanan!" Aku tahu, harga dirinya yang memaksaku untuk melakukannya.

jPerjalanan kembali ke Jakarta dimulai dalam keheningan yang pekat. Mobil yang dikemudikan Bram melaju mulus, meninggalkan jalanan desa Ciptagelar yang berdebu dan memasuki jalur aspal yang lebih lebar. Di luar jendela, hamparan sawah hijau perlahan digantikan oleh bangunan-bangunan yang lebih padat. Namun, perubahan pemandangan itu tidak terasa sama sekali di dalam kabin mobil yang terasa dingin dan hampa.

​Aku duduk di kursi penumpang belakang, di samping car seat tempat putraku tertidur pulas. Satu-satunya perlengkapan yang Bram beli mendadak di sealayan ujung desa.

Seluruh duniaku hanya terpusat pada Dipta, mak
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   196. Yang Tua yang Jatuh Cinta

    Pagi hari, Paman dan Tante sudah menunggu kami untuk sarapan bersama. Aku dan Fatih segera bergabung bersama mereka. Isna yang sedang menjaga Dipta bersama Bram, segera berdiri dan meraih Raina yang ada dalam gendonganku. "Gak saraoan dulu, Is?" Isna tersenyum. "Sudah Mbak. Duluan tadi sama Bram. Biar bisa gantiin Mbak Safira jagain Raina!" Aku mengangguk. Kuserahkan Raina dalam gendongan Isna. Aku dan Fatih kembali berpandangan. Ada yabg aneh pagi ini. Paman Hermawan tampak rapi meskipun terkesan santai. Sementara Tante Arini sendiri terlihat luar biasa hari ini meskipun tetap bergaya klasik seperti biasanya. a mengenakan blus sutra berwarna pastel yang elegan, rambutnya ditata rapi, dan riasannya tipis namun menawan. “Wah, Tante Arini terlihat sangat segar hari ini. Siap menemani kami keliling seharian, ya?” goda Fatih saat kami sarapan. Tante Arini tersipu malu. “Tentu saja!" Jawab Tante Arini cepat. Paman Hermawan tersenyum lembut, memberikan sepotong croissant ke pi

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   195. Ada yang Terpikat

    Paginya, kami menyampaikan kabar itu pada semua. Kakek dan Tante Arini terlihat cukup senang. "Sebenarnya, perusahaan itu kembali ke tanganmu saja. kami sudah cukup senang Safira!" Kakek menatapku haru. "Apalagi dengan profit yang besar, dan kamu berniat untuk membuka yayasan. Ini lebih bagus lagi. Jangan sampai uang yang kita hasilkan cukup berhenti di kita tapi kita gunakan untuk membantu sesama. Lebih berkah dan berpahala!" Semua manggut-manggut setuju. "Lalu, apa rencana kalian?" Tante Arini menurunkan Dipta. Anak itu sudah mulai besar sekarang, siapapun yang memangkunya, gak akan bisa lebih dari lima belas menit!"Rencana kita sih, mau mengunjungi Paman Hermawan Tante. Kasihan dia. Gak ada yang nemenin di Surabaya. Jadi kita mau main beberapa hari di sana!" Jelas Fatih. "Oh, begitu. Kapan berangkat? Biar Tante siapkan oleh-oleh untuk Paman Safira!" Aku tersenyum sambil menggeleng. "Urusan Tante kan udah kelar. Kita bisa sekalian liburan!" Tante memicingkan mata. Sepertinya tah

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   194. Rencana Besar

    Setelah menidurkan Raina yang kembali rewel, aku dan Fatih menikmati kebersamaan di sofa dekat jendela. Menikmati semilir angin yang berhembus lirih. "Bagaimana urusan di Bandung. Kau bilang sehari?" Aku duduk di sisinya, bergelayut manja di pundaknya. Fatih mengangguk. Tangannya membelai lembut rambut panjangku yang terurai. "Aku. datang hanya untuk tanda tangan, masalah pertemuan ternyata bisa via daring. Jadi, aku bisa cepat pulang!" Jelasnya. "Lagi pula beberapa pertemuan ada yang di tunda beberapa hari ke depan karena masalah tekhnis!" Fatih memelukku erat. "Syukurlah!" Jawabku lega. Fatih sedikit bersandar sambil memejamkan matanya. "Bagaimana kalau kita tidur? Kita perlu istirahat cepat malam ini!" Aku segera berdiri. Menutup jendela lalu mensrik tubuh Fatih. Baru saja aku hendak merapikan selimut di ataa tubuh Fatih, ponselku bergetar di atas nakas. Aku segera beringut menggeser bobot tubuhku mendekat. "Siapa? Tumben ponselmu bunyi malam-malam begini?" Fatih hafal betul

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   193. Hampir Saja

    Aku bangun dengan perlahan tanpa memganggu Raina yang kini tampak tertidur pulas. Puas rasanya bisa memejamkan mata meski sejenak. Aku menyelimuti Raina, lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melepaskan sisa ketegangan dari conference call yang cukup melelahkan tadi. Aku membiarkan air hangat mengalir di tubuhku. Pikiranku masih terbagi. Di satu sisi, aku merasa bersalah karena meninggalkan Raina saat ia sakit. Di sisi lain, aku tahu aku harus mendukung Paman Hermawan untuk memulihkan perusahaan Wiratmaja. Dan dengan semua itu, sepertinya aku harus berterima kasih pada Diana. Jika bukan karena bantuannya, aku pasti sudah kebingungan hari ini. “Diana? A-apa yang kau lakukan di sini?” Aku menajamkan telingaku. Itu suara Fatih. Bukankah Fatih akan pulang besok? Kenapa suaranya terdengar sangat jelas? Diana? Kenapa dengan Diana? Aku penasaran. Aku buru-buru memakai handuk dan berjalan keluar kamar. Aku tersenyum lebar saat Fatih berdiri di sisi sofa, tapi langkah

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   192. Memupus Curiga

    Pagi hari, rumah kembali repot dengan persiapan kepulangan Bapak dan Ibu. Banyak oleh-oleh yang harus mereka bawa. Siapa lagi kalau bukan Tante Arini yang menyiapkannya. Tante beralasan jika Ibu dan Bapak jarang bisa berkunjung jadi semua disiapkan hingga mobil penuh barang dan makanan. Ibu, seperti biasa, masih tak rela meninggalkanku apalagi setelah melihat gerak gerik Diana yang buat Ibu cukup membahayakan rumah tanggaku. Sayangnya Ibu gak bisa berbuat banyak dan tak bisa memaksa untuk tinggal karena Bapak juga tak mungkin kembali sendirian. Ibu memelukku lebih lama. sambil membisikkan kata-kata itu lagi. Bukan. Bukan kata-kata, peringatan lebih tepatnya. Aku mengangguk berulang kali dan berusaha menenangkannya bahwa semua tak seperti yang Ibu takutkan. "Ingat baik-baik pesan Ibu, Safira. Kamu tahu kan, Ibu dan Bapak gak bisa lama-lama di sini!" bisik Ibu. "Aku mengerti, Bu. Tenang saja. Aku akan baik-baik saja." Tangan Ibu memukul dahiku pelan, "Awas kamu!" Aku hanya meringi

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   191. Yang berbeda dari Diana

    Aku sedang membersamai Dipta saat Diana dan Bayu datang dari luar. Wajah mereka memang terlihat sedikit lelah. "Jadi, suka yang mana?" Bayu duduk dan mengisi gelas kosong dengan air. Diana hanya menggeleng lalu ikut duduk di sebelahku, mencoba menggoda Dipta yang sedang menyusun mobil-mobilannya. "Kayaknya lebih enak di sini, deh Bay. Lebih rame tahu gak. Kalau kita pindah, sepi. Cuman kita berdua!" Bayu membuang nafasnya, "Terus kenapa tadi gak bilang waktu aku ajak kamu lihat-lihat rumah yang lain?" Diana mengangkat bahu. “Aku merasa lebih nyaman di sini,” kata Diana tanpa merasa bersalah. Hingga saat Fatih datang dengan Raina di gendongannya.“Lagipula, Safira baru melahirkan. Aku tidak tega melihatnya bolak-balik antara mengurus bayi dan video conference Wiratmaja. Biarkan aku di sini untuk membantunya!" Diana mendekat ke arah Fatih lalu meminta Raina. Tanpa curiga, Fatih menyerahkan Raina lalu duduk di sisiku. "Lihat! Lucu kan? Mana tega ninggalin mereka, Bayu!" Diana terliha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status