Suara ketukan lembut di pintu depan membuat Jihan menoleh dari dapur. Ia sedang menyiapkan makan siang sederhana untuk Bastian, tumis tahu dan sup ayam hangat yang aromanya menenangkan.
Tangannya masih menggenggam sendok kayu ketika suara Bastian terdengar dari ruang tengah.
“Kak! Ada tamu!” teriak Bastian kepada sang kakak.
Jihan berjalan perlahan. Saat matanya menangkap sosok pria tinggi berjas abu-abu itu berdiri di ambang pintu dengan kantong belanjaan di tangan, jantungnya langsung berdetak lebih cepat.
“Mas Bayu?” gumamnya lirih. Matanya menatap Bayu dengan senyum tipis di bibirnya.
Pria itu tersenyum hangat. “Hai.”
“Aku kira Mas Bayu lagi sibuk...” Jihan mengerjap, mencoba menyembunyikan harunya.
“Memang,” jawab Bayu sambil masuk. “Tapi aku lebih sibuk mikirin kamu akhir-akhir ini. Jadi, kuputuskan datang sekalian bawa makan siang.”
Ia mengangkat kan
Langit mulai mendung ketika Bayu tiba di pelataran Hotel Skypark, sebuah penginapan mewah yang hanya dihuni kalangan atas. Namun bagi Bayu, kemewahan itu kini hanya tampak seperti sarang busuk yang menyembunyikan aib.Sementara Rafi sudah menunggu di lobby hotel. Ia mengenakan hoodie dan topi, menyamar agar tak menarik perhatian. Begitu melihat Bayu, Rafi langsung mendekat.“Mereka masih di kamar 1605,” bisiknya. “Baru saja Dion turun sebentar ke minimarket dekat hotel. Sementara Mbak Nadya masih di atas. Saya sudah arahkan staf hotel untuk tidak mencatat keberadaan Dion. Mereka pikir dia tamu bayangan.”“Bagus,” jawab Bayu cepat. “Sekarang giliran kita ambil langkah,” ucapnya dengan suara tegasnya.Rafi menyerahkan sebuah alat kecil. “Ini perekam dan transmitter. Cukup tempelkan di dalam kamar, nanti kita bisa rekam semua percakapan mereka, bahkan dari mobil.”Bayu menyel
Suara ketukan lembut di pintu depan membuat Jihan menoleh dari dapur. Ia sedang menyiapkan makan siang sederhana untuk Bastian, tumis tahu dan sup ayam hangat yang aromanya menenangkan.Tangannya masih menggenggam sendok kayu ketika suara Bastian terdengar dari ruang tengah.“Kak! Ada tamu!” teriak Bastian kepada sang kakak.Jihan berjalan perlahan. Saat matanya menangkap sosok pria tinggi berjas abu-abu itu berdiri di ambang pintu dengan kantong belanjaan di tangan, jantungnya langsung berdetak lebih cepat.“Mas Bayu?” gumamnya lirih. Matanya menatap Bayu dengan senyum tipis di bibirnya.Pria itu tersenyum hangat. “Hai.”“Aku kira Mas Bayu lagi sibuk...” Jihan mengerjap, mencoba menyembunyikan harunya.“Memang,” jawab Bayu sambil masuk. “Tapi aku lebih sibuk mikirin kamu akhir-akhir ini. Jadi, kuputuskan datang sekalian bawa makan siang.”Ia mengangkat kan
Pagi itu, Jihan membuka mata dengan rasa kantuk yang belum tuntas. Ia melirik ke arah jam dinding. Pukul enam lebih sepuluh.Matahari baru mulai menyembul di ufuk timur, menyinari tirai kamarnya yang belum sempat ditutup sepenuhnya tadi malam.Tapi ada sesuatu yang aneh.Ia merasa seperti diawasi. Bukan oleh Bastian, bukan juga oleh tetangga atau teman. Tapi oleh seseorang yang tidak ia kenal.Perasaan itu sudah muncul sejak semalam. Saat ia duduk di balkon belakang, memandangi langit malam dan mengelus perutnya, bulu kuduknya berdiri meski udara tidak dingin. Ia sempat menoleh ke belakang, tapi tidak melihat siapa pun.“Ah, mungkin cuma perasaanku saja,” bisiknya saat itu.Namun, pagi ini... perasaan itu kembali.Setelah mencuci muka dan mengganti pakaian tidur dengan daster longgar, Jihan berjalan pelan ke dapur. Ia membuka kulkas, mengambil sebotol susu, lalu duduk di meja makan kecil.Hening. Terlalu hening, bah
Pagi itu, suasana rumah besar milik Bayu masih terasa lengang. Nadya belum turun dari kamar, mungkin masih pura-pura tidur atau sedang menyusun kebohongan baru untuk menutupi kegugupannya semalam.Bayu sendiri sudah bangun sejak fajar, duduk di meja kerja dengan laptop terbuka dan secangkir kopi hitam di sampingnya.Di layar, panggilan video dari seseorang menyala.“Pak Bayu,” sapa pria berkacamata di seberang layar. “Saya sudah membaca semua dokumen dan bukti yang Anda kirimkan. Termasuk rekaman suara dan catatan transaksi kartu kredit atas nama Ny. Nadya.”Bayu mengangguk. “Bagaimana menurut Anda, Pak Fahmi?”“Jelas ada indikasi penggelapan dana dalam rumah tangga, juga perselingkuhan. Bila Anda ingin melayangkan gugatan cerai dan membawa ini ke ranah hukum, kita bisa menyiapkan dokumen secepatnya.”“Tapi saya belum akan bertindak sekarang,” jawab Bayu tenang. “Saya ingin semuanya siap rapi. Saat saya menjatuhkan ini ke meja pengadilan, tidak akan ada satu pun celah bagi dia untuk m
Nadya melirik jam tangannya. Sudah lewat pukul sembilan malam, namun Bayu belum pulang. Ia duduk sendirian di sofa ruang keluarga, jari-jarinya menari-nari gelisah di atas ponsel.Sejak pagi, sikap Bayu terasa berbeda. Lebih diam. Lebih hati-hati. Bukan lagi seperti pria yang bisa ia kendalikan semudah membalikkan telapak tangan.Matanya menyipit saat mengingat kejadian sore tadi—Bayu pulang lebih cepat dari biasanya, masuk kamar kerja tanpa menyapa, lalu langsung ke kamar tidur tanpa berkata apa-apa. Ia tahu, Bayu menyembunyikan sesuatu. Dan itu membuat Nadya tak bisa tenang.Ia mengetik pesan cepat pada seseorang di kontak bernama Dion.“Kita harus bicara. Sekarang.”Balasan datang cepat.“Kamu di rumah?”“Iya. Datang sekarang. Bawa laptopmu.”Nadya bangkit, merapikan rambutnya di depan cermin. Ia menyemprotkan sedikit parfum dan mengganti bajunya dengan kemeja putih tipis dan celana panjang hitam—gaya santai tapi tetap elegan.Ia tidak mau terlihat lengah, bahkan di depan Dion, pri
Pagi itu, udara di paviliun tempat Jihan tinggal terasa lebih tenang dari biasanya. Namun, dalam hati Jihan, ada gelombang perasaan yang tak bisa ia jelaskan.Sejak kemarin, Bayu belum mampir lagi, bahkan tidak mengirim kabar atau sekadar menanyakan kondisinya. Padahal, dua hari sebelumnya, Bayu sempat sangat hangat. Terlalu hangat bahkan—dan itu yang membuat Jihan memilih menjaga jarak.Ia melirik ke perutnya yang mulai terlihat bulat saat mengenakan daster longgar warna krem. Kandungannya memasuki bulan ketiga. Emosi dalam dirinya juga mulai naik turun. Tapi ini berbeda.Ia merasa takut.Bukan takut akan kehamilannya, melainkan takut pada apa yang terjadi di antara dirinya dan Bayu. Ia khawatir Bayu benar-benar mulai menaruh hati, lalu menyesal kemudian.Atau lebih buruk: Nadya tahu semuanya dan memperkeruh keadaan. Jihan tidak ingin jadi duri dalam pernikahan orang lain.Dengan ragu, ia melangkah ke luar kamar, menuju dapur untuk membuat teh hangat. Namun, langkahnya terhenti saat