Share

Wajah Lesu Bayu

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-21 01:31:33

Langkah kaki Jihan terdengar pelan saat ia memasuki kantor pagi itu. Udara di ruang kerja terasa biasa saja, tapi isi kepalanya penuh oleh satu hal penting—ia ingin segera menyampaikan kabar kehamilannya pada Bayu.

Namun matanya langsung menyapu sekeliling ruang kantor dan mendapati satu hal yang membuat hatinya mengerut: Bayu tidak ada di tempat. Ruangannya kosong. Tirai kacanya tertutup sebagian, dan tidak terlihat satu pun tanda kehadirannya sejak pagi.

Jihan menggigit bibir bawahnya, sedikit ragu sebelum akhirnya melangkah ke meja pria yang ia kenal sebagai asisten pribadi Bayu.

“Pak Rafi?” ucap Jihan, menghampiri pria berkacamata yang sedang sibuk mengetik di depan laptopnya.

Rafi segera menoleh dan tersenyum ramah. “Ya, Mbak Jihan? Ada yang bisa saya bantu?”

Jihan berdiri tegak di samping mejanya, jari-jarinya saling menggenggam gugup. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, “Pak Bayu ke mana, ya? Dari tadi saya nggak lihat dia.”

Rafi ikut melirik ke arah ruang kerja Bayu yan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Wajah Lesu Bayu

    Langkah kaki Jihan terdengar pelan saat ia memasuki kantor pagi itu. Udara di ruang kerja terasa biasa saja, tapi isi kepalanya penuh oleh satu hal penting—ia ingin segera menyampaikan kabar kehamilannya pada Bayu.Namun matanya langsung menyapu sekeliling ruang kantor dan mendapati satu hal yang membuat hatinya mengerut: Bayu tidak ada di tempat. Ruangannya kosong. Tirai kacanya tertutup sebagian, dan tidak terlihat satu pun tanda kehadirannya sejak pagi.Jihan menggigit bibir bawahnya, sedikit ragu sebelum akhirnya melangkah ke meja pria yang ia kenal sebagai asisten pribadi Bayu.“Pak Rafi?” ucap Jihan, menghampiri pria berkacamata yang sedang sibuk mengetik di depan laptopnya.Rafi segera menoleh dan tersenyum ramah. “Ya, Mbak Jihan? Ada yang bisa saya bantu?”Jihan berdiri tegak di samping mejanya, jari-jarinya saling menggenggam gugup. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, “Pak Bayu ke mana, ya? Dari tadi saya nggak lihat dia.”Rafi ikut melirik ke arah ruang kerja Bayu yan

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sudah Tiga Minggu

    Satu minggu kemudianPagi itu, udara di dalam rumah Jihan begitu lembap. Aroma mint dari diffuser kamar tak mampu menutupi bau tak sedap yang terus-menerus memancing rasa mual di perutnya.Ia menunduk di depan wastafel kamar mandi, tangannya mencengkeram sisi marmer dengan lemah, sementara tubuhnya bergetar tiap kali muntah menghampiri.Tubuhnya lemas, peluh membasahi pelipis. Sudah tiga hari terakhir ini ia merasa aneh. Perutnya terasa kosong tapi juga penuh, pusing datang tanpa alasan, dan pagi ini muntahnya lebih parah dari sebelumnya.“Ada apa ini? Apa aku…” bisiknya pelan. Ia menatap cermin, melihat wajahnya yang tampak pucat, bibirnya memucat, dan mata yang terlihat sayu.Perlahan, ia menyentuh perutnya, mengusap permukaan datar itu dengan tangan yang masih bergetar.“Apakah aku hamil?” gumamnya dengan suara hampir tak terdengar.Dengan tergesa, Jihan keluar dari kamar mandi. Kakinya terasa ringan namun tak stabil.Ia menuju laci kecil di samping ranjang, membukanya dengan cepat

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Keputusannya sudah Bulat

    Suara pintu yang terbuka memecah keheningan rumah mereka yang terasa dingin dan jauh dari kesan nyaman.Bayu baru saja pulang dari kantor, dasinya masih menggantung longgar di leher, wajahnya lelah, dan langkahnya berat.Nadya sudah menunggunya di ruang tamu, duduk tegak di sofa dengan tangan terlipat di pangkuan dan sorot mata yang tak bisa didefinisikan, antara marah, kecewa, atau mungkin—sudah menyerah.“Kamu sudah memutuskan?” tanya Nadya tanpa basa-basi, suaranya datar, nyaris tak beremosi.Bayu menghentikan langkahnya, mengangkat kepalanya perlahan untuk menatap istrinya.Di wajah lelaki itu terlihat ketegangan yang sudah dipendam sejak beberapa hari terakhir. Ia membalas dengan pertanyaan yang tak kalah menusuk.“Dan kamu sudah bulat dengan keputusanmu?”Tatapan Nadya tak berubah. Datar. Dingin. Seolah tak ada sedikit pun ruang tersisa untuk diskusi.“Aku nggak bisa kalau harus rawat bayi itu selama dua puluh empat jam. Dan kamu juga nggak mau sewa babysitter. Jadi, untuk apa d

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sudah Menjadi Keputusanku

    “Hei! Jangan melamun.”Suara yang cukup lantang itu membuat Bastian tersentak dari lamunannya. Ia yang sejak tadi duduk sendirian di bangku taman kampus, dengan pandangan kosong menatap rerumputan, segera menoleh.Di hadapannya berdiri seorang pria berkemeja biru muda dengan lengan yang digulung hingga siku, menatapnya sambil tersenyum tipis.Kaivan—dosen sekaligus pembimbing akademiknya.“Pak Kaivan,” gumam Bastian gugup seraya bangkit berdiri dengan canggung.“Ada apa, Bas? Kayaknya kamu lagi banyak pikiran banget? Kamu sudah sembuh, kan?” tanya Kaivan sambil melipat tangan di dada, memperhatikan mahasiswanya itu dengan tatapan penuh perhatian.Bastian menganggukkan kepalanya pelan. Senyumnya terpaksa, dan matanya masih menyimpan gurat kecemasan yang tak bisa disembunyikan. “Sudah, Pak. Makasih, ya, udah perhatian sama saya.”Kaivan mengangguk dan tersenyum kecil. Ada ketulusan dalam raut wajahnya. Ia tahu, Bastian adalah mahasiswa yang tangguh.Anak bungsu yang beberapa kali izin k

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Bicarakan Secara Baik-Baik

    “Kak Jihan nggak boleh deket sama pria lain sebelum kalian bercerai, ya?” tanya Bastian tiba-tiba, diiringi cengiran jahil yang khas dari wajah polosnya.Pertanyaan itu menghentikan aktivitas makan Jihan seketika.Ia sedang mengunyah roti isi telur buatan sendiri, tapi langsung tersedak begitu mendengar kata-kata adiknya yang nyaris seperti ledakan kecil di ruang makan yang tadinya tenang. Matanya membola, mulutnya terbuka, napasnya tertahan.“Bastian!” tegur Jihan dengan nada setengah marah, setengah panik. Ia meneguk air dengan cepat untuk mengatasi tersedak yang membuatnya batuk-batuk kecil.Bastian justru menyeringai lebar, jelas menikmati kekagetan kakaknya sendiri. Namun ia cepat melirik ke arah Bayu, menyadari kehadiran lelaki itu yang duduk hanya beberapa langkah darinya.Bayu tidak langsung menjawab. Ia tetap menyesap kopinya dengan tenang, menatap ke arah cangkir seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.Lalu Bayu mengangkat wajahnya, menatap Bastian lurus-lurus.“Ya,” ucapnya

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Tak Mau Menggantungkan Hidupnya

    Dalam keadaan linglung, Bayu menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mengenali tempat asing yang kini mengelilinginya.Matanya yang masih sembab memandang dinding kamar dengan cat pastel yang terasa terlalu lembut untuk suasana hatinya yang kacau.Udara pagi menerobos dari celah jendela, membawa aroma samar dari luar yang tidak terlalu ia kenali.Ia mengangkat tangan dan menggaruk kepalanya yang masih terasa pening. Sakit kepala itu menusuk pelipisnya seperti hukuman atas malam-malam panjang yang ia habiskan dalam kabut alkohol dan kebingungan.“Kenapa aku ada di sini?” gumamnya dengan suara serak, seperti suara orang yang baru saja bangun dari tidur yang tak benar-benar memberi istirahat.Matanya menyapu ruangan sekali lagi, mencoba mencocokkan ingatan yang masih acak dan kabur.Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Uap hangat yang keluar bersamaan dengan kehadiran seorang perempuan membuat Bayu sedikit tersentak.Jihan muncul dengan rambut basah yang masih meneteskan air. Ia semp

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Gumaman Mengguncang Dada

    “Kalau soal itu, saya tidak tahu, Mas. Mungkin... Mas Bayu memang sangat mencintai Mbak Nadya,” ucap Jihan pelan, dengan nada yang seolah berusaha menyingkirkan harapan kecil di hatinya sendiri.Suasana hening sesaat. Arkan menatap Jihan tajam, kedua alisnya bertaut. Wajahnya menunjukkan keraguan yang tak bisa ia sembunyikan.“Tapi... seingatku tadi, yang Bayu sebut-sebut terus saat mabuk itu kamu, Jihan. Bukan Nadya,” katanya pelan, seolah tak ingin menyakiti Jihan dengan kenyataan yang justru bisa menumbuhkan harapan.Jihan tertawa kecil, meski tawanya terdengar hambar, nyaris seperti upaya menutupi kepedihan. “Tidak mungkin, Mas. Mungkin Mas Bayu mengigau saja,” katanya cepat, berusaha menyangkal. Senyum yang ia pakai lebih seperti tameng daripada kebahagiaan.Arkan menatap Jihan lebih dalam, namun tak ingin memaksa. Saat itu, Jihan merapikan letak cangkir teh yang sudah setengah dingin di meja, lalu duduk tegak dengan tangan bertaut di pangkuan.“Pernikahan kami ini semacam… simbi

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Pulang dalam Keadaan Mabuk

    Hampir dua minggu lamanya Bayu tak pernah menginjakkan kaki di rumah Jihan.Meski rasa khawatir sempat menyusup diam-diam ke dalam benaknya, Jihan menolaknya keras-keras.Ia menenangkan dirinya sendiri, berusaha tetap berpikir logis walau hatinya terasa semakin rapuh hari demi hari.“Biarin aja deh. Kan emang dia cuma mau anak aja dariku,” gumam Jihan pelan, nyaris seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri, bukan berbicara kepada siapa pun.Ia menunduk, menyentuh perutnya yang mulai membuncit sedikit. “Untuk apa pulang setiap hari ke rumah ini?” lanjutnya, berusaha menyingkirkan bayang-bayang cemas yang mulai menggerogoti pikirannya.Ia menghela napas dan melangkah perlahan menuju kamar. Tangannya sudah menyentuh gagang pintu ketika suara derit pintu utama membuatnya menoleh reflek. Jantungnya berdetak lebih cepat, tubuhnya menegang seketika.Pintu rumah terbuka dan masuklah tiga orang pria—salah satunya Bayu. Dua pria yang lain tampak asing, dan hanya satu yang tampak akrab, meski sa

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Debat

    "Apa maksudmu, Mas? Tentu kita membutuhkan babysitter karena aku tidak bisa menjaganya selama dua puluh empat jam. Aku juga punya kesibukanku sendiri, nggak harus stay terus jaga bayi," ucap Nadya tajam, sambil melipat tangan di dadanya.Ekspresi wajahnya mencerminkan kejengkelan yang sudah tertahan cukup lama. Suaranya bergetar, menahan amarah dan rasa tidak dimengerti.Bayu yang duduk di seberangnya memandang istrinya itu dengan tatapan bingung, seolah tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya.Ia menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, kedua alisnya menyatu dalam kerutan yang dalam."Kamu yang mau, kan? Kenapa sekarang bilang kalau kamu tidak bisa menjaganya, Nadya?" tanyanya datar, tapi jelas ada nada kekecewaan dalam suaranya. Bibirnya menegang, dan tatapannya tajam menusuk.Nadya bangkit dari duduknya, tubuhnya tegak dengan dagu sedikit terangkat. Ia berjalan mendekat ke arah Bayu dan menatap suaminya itu dengan sorot mata yang datar, namun menyimpan api protes di balik keten

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status