Share

Segera Urus Perceraian itu

last update Last Updated: 2025-05-22 11:10:05

"Jihan?"

Tatapan mata Bayu menyambutnya, mata yang memancarkan kelelahan, kebingungan, dan sesuatu yang tak bisa Jihan pahami sepenuhnya.

“Saya mau bertanya tentang keputusan yang diambil oleh Mbak Nadya,” ucap Jihan tanpa basa-basi, mencoba tetap tenang walau suara hatinya bergemuruh.

Ia tahu, percakapan ini bisa menjadi akhir dari semua harapan yang sempat tumbuh di hatinya.

Bayu menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Ia menunduk sejenak, seolah mencari kekuatan untuk mengatakan hal yang paling tidak ingin diucapkannya.

Lalu, dengan nada suara yang lebih rendah, ia bertanya, “Kalau saya menceraikanmu, apa kamu tidak keberatan? Saya tidak akan meminta kembali uang yang sudah saya berikan padamu. Tapi, saya bertanya tentang perasaanmu.”

Ucapannya menggantung di udara, seolah waktu ikut berhenti bersama jeda di antara mereka. Jihan membeku.

Bukan karena Bayu menawarkan cerai, tapi karena ia menanyakannya dengan begitu tenang, seperti semua ini bukan keputusan berat. Meski ia tahu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Segera Urus Perceraian itu

    "Jihan?"Tatapan mata Bayu menyambutnya, mata yang memancarkan kelelahan, kebingungan, dan sesuatu yang tak bisa Jihan pahami sepenuhnya.“Saya mau bertanya tentang keputusan yang diambil oleh Mbak Nadya,” ucap Jihan tanpa basa-basi, mencoba tetap tenang walau suara hatinya bergemuruh.Ia tahu, percakapan ini bisa menjadi akhir dari semua harapan yang sempat tumbuh di hatinya.Bayu menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Ia menunduk sejenak, seolah mencari kekuatan untuk mengatakan hal yang paling tidak ingin diucapkannya.Lalu, dengan nada suara yang lebih rendah, ia bertanya, “Kalau saya menceraikanmu, apa kamu tidak keberatan? Saya tidak akan meminta kembali uang yang sudah saya berikan padamu. Tapi, saya bertanya tentang perasaanmu.”Ucapannya menggantung di udara, seolah waktu ikut berhenti bersama jeda di antara mereka. Jihan membeku.Bukan karena Bayu menawarkan cerai, tapi karena ia menanyakannya dengan begitu tenang, seperti semua ini bukan keputusan berat. Meski ia tahu

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Wajah Lesu Bayu

    Langkah kaki Jihan terdengar pelan saat ia memasuki kantor pagi itu. Udara di ruang kerja terasa biasa saja, tapi isi kepalanya penuh oleh satu hal penting—ia ingin segera menyampaikan kabar kehamilannya pada Bayu.Namun matanya langsung menyapu sekeliling ruang kantor dan mendapati satu hal yang membuat hatinya mengerut: Bayu tidak ada di tempat. Ruangannya kosong. Tirai kacanya tertutup sebagian, dan tidak terlihat satu pun tanda kehadirannya sejak pagi.Jihan menggigit bibir bawahnya, sedikit ragu sebelum akhirnya melangkah ke meja pria yang ia kenal sebagai asisten pribadi Bayu.“Pak Rafi?” ucap Jihan, menghampiri pria berkacamata yang sedang sibuk mengetik di depan laptopnya.Rafi segera menoleh dan tersenyum ramah. “Ya, Mbak Jihan? Ada yang bisa saya bantu?”Jihan berdiri tegak di samping mejanya, jari-jarinya saling menggenggam gugup. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, “Pak Bayu ke mana, ya? Dari tadi saya nggak lihat dia.”Rafi ikut melirik ke arah ruang kerja Bayu yan

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sudah Tiga Minggu

    Satu minggu kemudianPagi itu, udara di dalam rumah Jihan begitu lembap. Aroma mint dari diffuser kamar tak mampu menutupi bau tak sedap yang terus-menerus memancing rasa mual di perutnya.Ia menunduk di depan wastafel kamar mandi, tangannya mencengkeram sisi marmer dengan lemah, sementara tubuhnya bergetar tiap kali muntah menghampiri.Tubuhnya lemas, peluh membasahi pelipis. Sudah tiga hari terakhir ini ia merasa aneh. Perutnya terasa kosong tapi juga penuh, pusing datang tanpa alasan, dan pagi ini muntahnya lebih parah dari sebelumnya.“Ada apa ini? Apa aku…” bisiknya pelan. Ia menatap cermin, melihat wajahnya yang tampak pucat, bibirnya memucat, dan mata yang terlihat sayu.Perlahan, ia menyentuh perutnya, mengusap permukaan datar itu dengan tangan yang masih bergetar.“Apakah aku hamil?” gumamnya dengan suara hampir tak terdengar.Dengan tergesa, Jihan keluar dari kamar mandi. Kakinya terasa ringan namun tak stabil.Ia menuju laci kecil di samping ranjang, membukanya dengan cepat

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Keputusannya sudah Bulat

    Suara pintu yang terbuka memecah keheningan rumah mereka yang terasa dingin dan jauh dari kesan nyaman.Bayu baru saja pulang dari kantor, dasinya masih menggantung longgar di leher, wajahnya lelah, dan langkahnya berat.Nadya sudah menunggunya di ruang tamu, duduk tegak di sofa dengan tangan terlipat di pangkuan dan sorot mata yang tak bisa didefinisikan, antara marah, kecewa, atau mungkin—sudah menyerah.“Kamu sudah memutuskan?” tanya Nadya tanpa basa-basi, suaranya datar, nyaris tak beremosi.Bayu menghentikan langkahnya, mengangkat kepalanya perlahan untuk menatap istrinya.Di wajah lelaki itu terlihat ketegangan yang sudah dipendam sejak beberapa hari terakhir. Ia membalas dengan pertanyaan yang tak kalah menusuk.“Dan kamu sudah bulat dengan keputusanmu?”Tatapan Nadya tak berubah. Datar. Dingin. Seolah tak ada sedikit pun ruang tersisa untuk diskusi.“Aku nggak bisa kalau harus rawat bayi itu selama dua puluh empat jam. Dan kamu juga nggak mau sewa babysitter. Jadi, untuk apa d

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Sudah Menjadi Keputusanku

    “Hei! Jangan melamun.”Suara yang cukup lantang itu membuat Bastian tersentak dari lamunannya. Ia yang sejak tadi duduk sendirian di bangku taman kampus, dengan pandangan kosong menatap rerumputan, segera menoleh.Di hadapannya berdiri seorang pria berkemeja biru muda dengan lengan yang digulung hingga siku, menatapnya sambil tersenyum tipis.Kaivan—dosen sekaligus pembimbing akademiknya.“Pak Kaivan,” gumam Bastian gugup seraya bangkit berdiri dengan canggung.“Ada apa, Bas? Kayaknya kamu lagi banyak pikiran banget? Kamu sudah sembuh, kan?” tanya Kaivan sambil melipat tangan di dada, memperhatikan mahasiswanya itu dengan tatapan penuh perhatian.Bastian menganggukkan kepalanya pelan. Senyumnya terpaksa, dan matanya masih menyimpan gurat kecemasan yang tak bisa disembunyikan. “Sudah, Pak. Makasih, ya, udah perhatian sama saya.”Kaivan mengangguk dan tersenyum kecil. Ada ketulusan dalam raut wajahnya. Ia tahu, Bastian adalah mahasiswa yang tangguh.Anak bungsu yang beberapa kali izin k

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Bicarakan Secara Baik-Baik

    “Kak Jihan nggak boleh deket sama pria lain sebelum kalian bercerai, ya?” tanya Bastian tiba-tiba, diiringi cengiran jahil yang khas dari wajah polosnya.Pertanyaan itu menghentikan aktivitas makan Jihan seketika.Ia sedang mengunyah roti isi telur buatan sendiri, tapi langsung tersedak begitu mendengar kata-kata adiknya yang nyaris seperti ledakan kecil di ruang makan yang tadinya tenang. Matanya membola, mulutnya terbuka, napasnya tertahan.“Bastian!” tegur Jihan dengan nada setengah marah, setengah panik. Ia meneguk air dengan cepat untuk mengatasi tersedak yang membuatnya batuk-batuk kecil.Bastian justru menyeringai lebar, jelas menikmati kekagetan kakaknya sendiri. Namun ia cepat melirik ke arah Bayu, menyadari kehadiran lelaki itu yang duduk hanya beberapa langkah darinya.Bayu tidak langsung menjawab. Ia tetap menyesap kopinya dengan tenang, menatap ke arah cangkir seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.Lalu Bayu mengangkat wajahnya, menatap Bastian lurus-lurus.“Ya,” ucapnya

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Tak Mau Menggantungkan Hidupnya

    Dalam keadaan linglung, Bayu menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mengenali tempat asing yang kini mengelilinginya.Matanya yang masih sembab memandang dinding kamar dengan cat pastel yang terasa terlalu lembut untuk suasana hatinya yang kacau.Udara pagi menerobos dari celah jendela, membawa aroma samar dari luar yang tidak terlalu ia kenali.Ia mengangkat tangan dan menggaruk kepalanya yang masih terasa pening. Sakit kepala itu menusuk pelipisnya seperti hukuman atas malam-malam panjang yang ia habiskan dalam kabut alkohol dan kebingungan.“Kenapa aku ada di sini?” gumamnya dengan suara serak, seperti suara orang yang baru saja bangun dari tidur yang tak benar-benar memberi istirahat.Matanya menyapu ruangan sekali lagi, mencoba mencocokkan ingatan yang masih acak dan kabur.Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Uap hangat yang keluar bersamaan dengan kehadiran seorang perempuan membuat Bayu sedikit tersentak.Jihan muncul dengan rambut basah yang masih meneteskan air. Ia semp

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Gumaman Mengguncang Dada

    “Kalau soal itu, saya tidak tahu, Mas. Mungkin... Mas Bayu memang sangat mencintai Mbak Nadya,” ucap Jihan pelan, dengan nada yang seolah berusaha menyingkirkan harapan kecil di hatinya sendiri.Suasana hening sesaat. Arkan menatap Jihan tajam, kedua alisnya bertaut. Wajahnya menunjukkan keraguan yang tak bisa ia sembunyikan.“Tapi... seingatku tadi, yang Bayu sebut-sebut terus saat mabuk itu kamu, Jihan. Bukan Nadya,” katanya pelan, seolah tak ingin menyakiti Jihan dengan kenyataan yang justru bisa menumbuhkan harapan.Jihan tertawa kecil, meski tawanya terdengar hambar, nyaris seperti upaya menutupi kepedihan. “Tidak mungkin, Mas. Mungkin Mas Bayu mengigau saja,” katanya cepat, berusaha menyangkal. Senyum yang ia pakai lebih seperti tameng daripada kebahagiaan.Arkan menatap Jihan lebih dalam, namun tak ingin memaksa. Saat itu, Jihan merapikan letak cangkir teh yang sudah setengah dingin di meja, lalu duduk tegak dengan tangan bertaut di pangkuan.“Pernikahan kami ini semacam… simbi

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Pulang dalam Keadaan Mabuk

    Hampir dua minggu lamanya Bayu tak pernah menginjakkan kaki di rumah Jihan.Meski rasa khawatir sempat menyusup diam-diam ke dalam benaknya, Jihan menolaknya keras-keras.Ia menenangkan dirinya sendiri, berusaha tetap berpikir logis walau hatinya terasa semakin rapuh hari demi hari.“Biarin aja deh. Kan emang dia cuma mau anak aja dariku,” gumam Jihan pelan, nyaris seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri, bukan berbicara kepada siapa pun.Ia menunduk, menyentuh perutnya yang mulai membuncit sedikit. “Untuk apa pulang setiap hari ke rumah ini?” lanjutnya, berusaha menyingkirkan bayang-bayang cemas yang mulai menggerogoti pikirannya.Ia menghela napas dan melangkah perlahan menuju kamar. Tangannya sudah menyentuh gagang pintu ketika suara derit pintu utama membuatnya menoleh reflek. Jantungnya berdetak lebih cepat, tubuhnya menegang seketika.Pintu rumah terbuka dan masuklah tiga orang pria—salah satunya Bayu. Dua pria yang lain tampak asing, dan hanya satu yang tampak akrab, meski sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status