--Happy Reading--
Aku tersenyum hambar, pertanyaan mas Adam sangat tepat, jika Kak Asmara lah yang sedang menelponku tadi.“Benar, kan? Kakakmu yang menelpon, Sayang?” Mas Adam nampaknya mulai menginterogasi.Aku mengangguk ragu, tidak mungkin menutupi kenyataan bahwa yang sedang menelpon memanglah Kak Asma.Mas Adam nampak menghela napas panjang, lalu melepaskannya dengan pelan. “Sudah aku duga,” ucap Mas Adam tersenyum getir. “Apa dia sering menelponmu?” tanya Mas Adam terlihat menelisik wajahku.Aku menggeleng. “Baru dua kali ini, Kak Asma menelpon.”“Apa yang dia katakan, tadi?”Deg!Jantungku tersentak, aku tidak mungkin mengatakan jika Kak Asma bertanya tentang pernikahanku dengan Mas Adam, apakah baik-baik saja atau tidak? Apakah bahagia atau tidak? Begitulah kira-kira.“Hanya meminta maaf saja.” Aku terpaksa berdusta.Mas Adam menaikkan satu alisnya. Antara percaya atau tidak dengan jawabanku. “Apa Ibu dan Ayah, sudah tahu?” tanyanya k--Happy Reading--Mas Adam dan aku menunggu kedatangan asisten Bisma. Siang ini, kami bertiga akan segera ke rumah Satria untuk bertemu dengan pengacara Almarhum ayah Mas Adam.Tepat pukul satu siang, asisten Bisma pun sudah sampai di depan kami. Dengan senyuman lebar, dia pun melambaikan tangan dan menyapa kami.“Assalamulaikum, Tuan Adam dan Nona Anna. Maaf, saya agak sedikit terlambat,” ucap asisten Bisma dengan sopan.“Waalaikumussalam, Bisma. Ayo, kita langsung jalan saja.” Mas Adam langsung menggenggam erat tanganku. Aku yang baru menjawab salam asisten Bisma pun pasrah mengikuti langkah Mas Adam yang lebar dan cepat menuju mobil.Asisten Bisma pun nampak tidak enak hati, karena datang terlambat dan membuat sang majikannya harus menunggu lama kedatangannya.“Saya minta maaf, Tuan. Saya telat, karena ada Kirana ke apartemenku, tadi.” Asisten Bisma mencoba menjelaskan apa yang menjadi penyebab dirinya terlambat datang.Deg!Jantungku berdegup
--Happy Reading--Tubuhku langsung di peluk dengan sangat eratnya, Mas Adam menerbitkan senyuman bahagianya. Pintu yang baru saja kubuka, langsung ditutupnya dengan cepat.“Percayalah, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku hampir gila, saat mencarimu hanya di sini saja. Apalagi, kalau sampai kamu pergi jauh dan meninggalkanku, bagaimana jadinya aku, Istriku.” Mata Mas Adam nampak memerah menahan tangis. “Kirana adalah masa laluku, dan kamu adalah masa depanku, Istriku sayang.”Debaran dalam dadaku semakin bergemuruh, cinta Mas Adam terdengar tulus dan tidak main-main. Aku pun tertunduk lemah, lalu tersenyum getir. “Aku minta maaf, Mas.”Mas Adam menarik daguku lembut, lalu mengikis jarak. Sebuah ciuman hangat, mendarat di bibirku. Aku pun memejamkan mata, menikmati sapuan bibirnya yang lembut dan lidahnya yang bergerak lincah di dalam rongga mulutku. Aku pun tidak tinggal diam, bibirku pun ikut membalas perlakuan Mas Adam yang hangat dan semakin lama semakin panas dan be
--Happy Reading--Apa yang aku pikirkan, ternyata menjadi sebuah kenyataan. Wanita cantik dan elegant itu, rupanya benar-benar Kirana, yang masih mengaku kekasihnya suamiku.Jantungku berdebar dengan sangat kencang, ada ketakutan besar yang tiba-tiba menyelusup ke dalam hatiku. Aku tidak sanggup untuk membayangkan, jika akan kehilangan cintanya Mas Adam. Aku tidak ingin hal itu terjadi.Seandainya, wanita tadi bukan Kirana, mungkin dadaku tidak akan terlalu sesak mendengarnya. Aku pun tidak akan setakut ini, rasanya.“Hei, Sayang!” Mas Adam mengusap lembut pipiku lirih, membuatku tersadar dari keterkejutanku. ”Aku sungguh tidak mengetahuinya, jika Kirana ada di kantor juga, tadi. Dia datang tiba-tiba, aku pun sangat terkejut akan hal itu. Tapi, aku lebih mengutamakan dirimu, makanya aku mengejarmu dan mengabaikannya.” Mas Adam mencoba meyakinkanku dengan sejelas-jelasnya.Aku meresapi setiap kata-katanya, mencoba menerima dan percaya. Namun, ada beberapa hal yang
--Happy Reading--Vov Annaya Ahmad.Aku terus berjalan menuju area parkir, untuk cepat pulang. Mas Adam pun pasrah dan tidak lagi menahanku, justru dia pun ikut pulang bersamaku.“Pak Memet, antarkanku pulang!” pintaku lirih, seraya mengetuk kaca mobilnya. Karena, Pak Memet sedang tertidur di dalam mobil.Pak Memet mengucek pelan, matanya. Dia pun terkejut dengan kedatanganku dan Mas Adam yang tiba-tiba ada di hadapannya. “Eh, Non Anna dan Tuan Adam. Emangnya udah mau pulang, ya? Kok, cepat sekali?” Pak Memet melirik jam tangannya sekilas, kemudian turun dari dalam mobilnya.“Ya, Pak!” sahutku singkat. Sementara Mas Adam hanya tersenyum tipis.“Biar saya buka sendiri, Pak!” cegahku, disaat Pak Memet hendak membukakan pintu mobil penumpang.Pak Memet pun terdiam, seraya garuk-garuk kepalannya. Kemudian, Pak Memet pun melirik wajah Mas Adam yang nampak mengangguk pelan.“Langsung pulang saja, Pak!” titahku. Mas Adam hanya terdiam dan mengikuti apa yang
--Happy Reading--Di dalam lift.“Sayang, kamu kenapa pergi kek gini, sih?” tanya Adam, ketika berhasil mencekal tangan Anna, istrinya.“Tolong lepasin, Mas! Sakit.” Anna nampak meringis kesakitan.Sontak, Adam pun segera melepaskan cekalannya. “M-maaf, Sayang!” Adam memeriksa cetakan lengannya yang tergambar jelas membekas di pergelangan tangan istrinya yang putih mulus itu. “Apa ini sangat sakit, Sayang?” tanya Adam, seraya mengusap lembut permukaan tangan Anna yang memerah karena ulahnya.“Sakit, tapi tak sesakit hatiku,” celetuk Anna menyindir.Glek!Adam meneguk salivanya, tercekat. Istri kecilnya itu, pasti sangat sakit hati ketika melihat mantan kekasihnya tadi.Namun, apakah Anna sudah mengenal dan mengetahui wajah Kirana? Kapan dan di mana? Adam pun bermonolog dalam hatinya.“Sakit hati? Sakit hati kenapa, Sayang?” tanya Adam lirih, ingin meminta penjelasan yang pasti. Apakah istrinya itu sakit hati karena kedatangan Kirana atau sakit hat
--Happy reading--POV Autor.Dua hari sebelumnya.Di Inggris, tepatnya di apartement milik Kirana Larasati.Seorang pria berperawakan tinggi dan besar, berwajah tampan, rambut pirang, kulit kemerahan, mata berwarna biru dan penampilan yang begitu rapi, nampak pasrah menerima keputusan wanitanya.Sejujurnya, dia ingin menikmati hari liburannya berdua dengan wanitanya mengelilingi kota-kota indah di Inggris. Bercinta dan menghabiskan waktu-waktu intimnya berdua, tanpa ada laki-laki lain yang mengisi hati wanitanya itu.“Kalau memang kamu ingin tetap menemui laki-laki itu, silahkan! Tapi, kamu harus ingat, jika aku di sini akan selalu mencintaimu dan tidak akan pernah bisa melepaskanmu, bagaimanapun caranya. Aku ingin….”“Cukup, Leonel” bentak Kirana dengan tatapan geram, sesekali salah satu tangannya mengusap sudut matanya yang masih basah.Ya, hampir beberapa menit yang lalu, keduanya bertengkar hebat, hingga membuat air mata Kirana pun menetes. Saat i