Anugrah Sejati, perusahaan properti milik Sylvi Anugrah itu tetap berjalan seperti biasa selama gadis itu berada di dalam rumah tahanan. Tentu saja dibawah kendali James Singgih yang telah merebut perusahaan itu dengan cara licik. Tanpa bukti, tentu saja Sylvi tidak bisa menggugat dan membuktikan kecurangan yang telah dilakukan si singkong rebus basi itu. "Aku harus bisa menemukan siapa penghianat dalam perusahaanku. Tekadku sudah bulat, siapapun yang telah mencuri atau memalsukan tanda tangan dan stempel perusahaan Anugrah Sejati akan di seret ke meja hijau," ucap Sylvi mantap.Tatapan mata lembut yang biasa terpancar dari mata kecilnya itu, kini tampak berapi-api dan penuh semangat.Ya, Aku harus bangkit dari segala keterpurukanku selama ini. Tawaran Kyle adalah satu-satunya jalan tercepat untuk mewujudkan semua itu, pikirnya."Tapi kan butuh waktu yang tidak sebentar, Vi," ucap Bobby ragu."Tentu saja. Sesuai janji Tuan Muda Kyle, setelah satu tahun perusahaan Anugrah Sejati akan
Pagi ini, suasana sarapan di meja makan lebih hangat dari sebelumnya.Mery sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam yang masih panas ke atas meja. Sylvi membuatkan kopi untuk Kyle. Sementara sang Tuan Muda hanya diam memperhatikan kesibukan dua wanita beda generasi itu."Silahkan di makan, Tuan Muda," ucap Mery sambil meletakkan mangkuk sup di depan Kyle."Ini kopinya," ucap Sylvi pula. Gadis itu ikut duduk di kursi dan memulai sarapannya. "Bu Mery, sup ayamnya enak sekali," puji Sylvi setelah menyesap satu sendok sup panas itu perlahan-lahan.Mery tersenyum mendengar pujian itu. Tapi yang membuatnya lebih bahagia adalah saat melihat wajah bahagia gadis yang sudah seperti anaknya sendiri itu.Setelah sarapan nanti, aku akan berikan buku tabunganku pada Sylvi, agar dia bisa membeli pakaian kerja yang baru, pikir Mery masih tersenyum. Sylvi bangkit dari tempat duduk setelah menghabiskan sarapannya."Aku berangkat ya, Bu Mery, K-Kyle," ujarnya sedikit gugup saat menyebut nama Kyle."Kau m
"Pak Kahar langsung kembali ke rumah aja, ya," ujar Sylvi sebelum turun dari mobil saat mobil yang dikendarai Kahar itu berhenti di Lobby perusahaan Knight World. "Ee..tapi..." Kahar tak mampu menyelesaikan kalimatnya saat melihat Sylvi sudah menutup pintu dan berlari masuk ke gedung perkantoran mewah itu.Petugas keamanan merangkap supir itu hanya menghela nafas ringan menatap ke arah Sylvi yang terus berlari dengan baju kerja yang baru digantinya di kamar pas pusat perbelanjaan tadi.Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan aman, Kahar mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu menulis sebuah pesan teks.Tok Tok TokSekretaris CEO mengetuk pintu ruangan Kyle yang sedang mendiskusikan beberapa pekerjaan dengan Bobby."Mr. Kyle, nona Sylvi datang untuk menemui anda," ujarnya setelah mengetuk pintu."Masuk," sahut Bobby yang tahu perihal kedatangan gadis itu.Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis muda yang semakin hari terlihat semakin cantik di mata
Sesampainya di rumah, Sylvi langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Mery yang tersenyum saat membuka pintu.Begitu juga dengan Kyle yang langsung naik ke lantai dua dan menutup pintu kamarnya dengan keras.Mery bergegas menutup pintu setelah terperangah beberapa saat. Sedikit berlari, wanita paruh baya itu menuju ke kamar Sylvi dan mengetuk pintu."Masuk," sahut Sylvi dari dalam kamar dan sudah menduga siapa yang mengetuk pintu kamarnya."Ada apa? Apa kalian bertengkar?" Tanya Mery lembut sambil duduk di samping Sylvi di tepi ranjang."Aku menghabiskan uang 300 juta dan dia menyuruhku membuang semuanya karena itu semua barang murahan, katanya," sungut Sylvi dengan wajah cemberut."Memangnya, berapa banyak belanjaanmu dengan harga 300 juta itu?" Tanya Mery lagi."Banyak. sepuluh set pakaian kerja, tiga pasang sepatu, alat-alat make-up dan sebotol parfum," sahut Sylvi masih kesal."Hihihhii...." Mery terkikik geli mendengar jawaban Sylvi yang polos."Kok Bu Mery mal
"Sylvi Anugrah, dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan dipotong masa tahanan selama tiga bulan," Tok Tok TokSuara hakim beserta ketukan Palu itu terdengar samar di telinga Sylvi yang sedang menundukkan kepalanya yang terasa hampir pecah.Ditambah lagi dengan suara teriakan histeria karena bahagia dari orang-orang yang menuntutnya. Suara yang bergemuruh itu membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu."Dasar kau pembunuh. Kau tak pantas mendapat hukuman penjara. Seharusnya kau mendapatkan hukuman mati!!!" teriak seseorang di kursi hadirin."Benar. Hukuman penjara tiga tahun terlalu mudah bagimu. Kau lebih pantas mati," teriak yang lainnya."Kau pikir uangmu bisa mengembalikan anakku yang sudah mati? Tidak. Aku berharap kau juga mati membusuk di penjara!!!" teriak seorang wanita paruh baya.Sylvi membalikkan tubuhnya dan menatap lekat ke arah wanita itu. Dia memang memberikan uang sebesar lima belas miliar sebagai kompensasi dan uang duka pada keluarga anak yang meninggal it
"Aku tidak tahu, apakah perbuatanku ini melanggar hukum atau tidak. Tapi setidaknya, sebagai sesama manusia, kita harus saling bantu, kan?" ucap Dhani tersenyum ke arah Sylvi.Sylvi tak mengerti arti ucapan penjaga itu. Dia hanya diam terpaku menatap wajah Dhani yang sedang tersenyum ke arahnya."Apa yang akan kau lakukan?" Teriak rekan Dhani sambil terus mengemudi. Dia khawatir Dhani akan melakukan hal gila hanya karena simpati dengan nasib Sylvi"Apa yang kau pikirkan? Apa kau kira aku akan membantunya melarikan diri?" ujar Dhani balik bertanya."Lalu, lalu apa?" Tanya rekannya gugup. Dia tahu Dhani adalah seorang teman yang baik dan suka membantu rekan satu profesi nya. Tapi untuk seorang terdakwa, apa yang hendak dia lakukan? pikir penjaga itu dengan jantung berdebar. Dhani mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan menyodorkannya ke arah Sylvi melalui lubang di bawah jeruji besi."Hubungi siapa saja yang ingin kau hubungi. Mungkin, di saat-saat terakhir ini ada keajaiban yang dat
Mobil tahanan yang membawa Sylvi berhenti di depan rumah tahanan wanita yang berjarak tak terlalu jauh dari gedung pengadilan tempat dia di adili.Saat menyuruhnya turun, Dhani dan Randy baru menyadari bahwa Sylvi pingsan dan segera membawanya ke klinik yang berada di dalam rumah tahanan wanita itu.Dua jam kemudian Sylvi terbangun dan segera di bawa ke dalam sel oleh para penjaga tanpa menanyakan keadaannya saat ini.Dia sangat lemah. Dia berjalan pelan dan terseok-seok menuju sel dimana dia akan ditempatkan.Sebuah sel berukuran tiga kali tiga meter itu berisi tujuh orang wanita, saat pintu sel dibuka, Sylvi di dorong masuk ke dalam dengan kasar. Penjaga rutan kembali mengunci jeruji besi di depannya.Sylvi tak berani melihat ke arah wanita-wanita itu. Tatapan mereka sangat menakutkan dan membuatnya gemetar.Salah satu wanita berdiri dan menjambak rambutnya. Sylvi terjatuh ke belakang tanpa perlawanan. Sesaat kemudian, dia dipukuli oleh tujuh orang wanita menyeramkan tanpa ampun itu.
Bleb bleb blebSylvi meronta sekuat tenaga saat kepalanya dibenamkan ke dalam bak mandi berukuran besar. Namun dua wanita begundal yang memegang lengannya dengan kuat tak membiarkannya begitu saja.Saat dia hampir kehabisan nafas dan hampir lemas, seorang penjaga tahanan meneriaki mereka dari kejauhan."Apa yang kalian lakukan?" teriaknya.Laki-laki bertubuh lebar yang memakai seragam petugas itu menghampiri mereka. Pintu kamar mandi memang tidak tertutup sehingga memungkinkan penjaga dan para narapidana lainnya bisa melihat kejadian itu dengan jelas.Sutiwe dan rekan-rekannya segera keluar dari kamar mandi dan meninggalkan Sylvi yang hampir mati lemas.Sylvi terduduk di lantai kamar mandi yang licin. Dia berusaha memuntahkan air bak mandi yang masuk ke tubuhnya melalui mulut dan hidungnya tadi. Namun karena lemas dan tak bertenaga, dia hanya bisa terbatuk."Apa yang terjadi?" bentak penjaga tahanan ke arah Sylvi.Sylvi yang hampir kehabisan nafas tak bisa menjawabnya dan hanya menunj