Sylvi Anugrah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, kini menjadi Presiden Direktur di perusahaannya sendiri setelah perjuangan yang tak mudah selama 5 tahun. Tak disangka, semua pencapaiannya direbut oleh orang lain dan di khianati orang-orang kepercayannya bahkan keluarganya sendiri. Tak cukup sampai disitu, karena tuduhan menghilangkan nyawa orang lain dengan tidak sengaja dia pun di jebloskan ke penjara dan ditahan selama 2,5 tahun. Saat Sylvi sudah bebas, dia tak memiliki apa-apa lagi bahkan tak ada satu orang pun yang peduli padanya. Dia bertemu dengan seseorang dan membuat perjanjian.
View More"Sylvi Anugrah, dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan dipotong masa tahanan selama tiga bulan,"
Tok Tok TokSuara hakim beserta ketukan Palu itu terdengar samar di telinga Sylvi yang sedang menundukkan kepalanya yang terasa hampir pecah.Ditambah lagi dengan suara teriakan histeria karena bahagia dari orang-orang yang menuntutnya. Suara yang bergemuruh itu membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu."Dasar kau pembunuh. Kau tak pantas mendapat hukuman penjara. Seharusnya kau mendapatkan hukuman mati!!!" teriak seseorang di kursi hadirin."Benar. Hukuman penjara tiga tahun terlalu mudah bagimu. Kau lebih pantas mati," teriak yang lainnya."Kau pikir uangmu bisa mengembalikan anakku yang sudah mati? Tidak. Aku berharap kau juga mati membusuk di penjara!!!" teriak seorang wanita paruh baya.Sylvi membalikkan tubuhnya dan menatap lekat ke arah wanita itu. Dia memang memberikan uang sebesar lima belas miliar sebagai kompensasi dan uang duka pada keluarga anak yang meninggal itu.Dia tahu, uang sebanyak apapun tidak akan bisa mengembalikan nyawa yang telah hilang, tapi dia juga tidak menyangka bahwa Ibu dan seluruh keluarga dari anak yang tak sengaja di tabraknya itu justru memberatkan hukumannya dan melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepadanya.Sylvi hendak membalas perkataan mereka saat tubuhnya tiba-tiba di seret oleh dua orang petugas sidang ke dalam mobil yang akan mengantarnya ke Rumah Tahanan.Tak hanya di dalam ruang sidang, di luar gedung pengadilan pun dia mendapat kecaman yang sama dari masyarakat yang berbondong-bondong datang untuk menyaksikan langsung persidangan hari ini. Namun mereka tak di izinkan masuk karena hanya keluarga korban yang diperbolehkan berada di dalam ruang sidang."Dasar pembunuh!!!" teriak seseorang tak jauh dari tempat Sylvi berjalan.Sylvi seketika menghentikan langkahnya karena tidak terima dengan sebutan itu. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan bahwa itu tidak benar."Kau pantas di hukum mati. Itu kelalaian terbesar dalam hidupmu, hingga seorang Ibu harus kehilangan anak semata wayangnya," seru pengunjung lain saat Sylvi belum sempat membantah teriakan pertama."Ya, benar. Pembunuh harus dibunuh!!!"Semua orang tampak semakin menggila dengan terus menerus meneriakkan kata-kata umpatan terhadap Sylvi.Mereka bahkan berusaha maju dan menerobos barikade penjagaan gedung persidangan. Meski sudah dihalangi, namun sebuah tangan berhasil menarik rambutnya dengan sekuat tenaga hingga Sylvi terjerembab dan jatuh di tanah."Aaahhhh..." Suara Sylvi terdengar lirih saat dia merasakan sakit di kulit kepalanya.Sylvi terjatuh dengan lutut terhempas ke tanah di depan gedung persidangan. Bukannya kasihan dan menghentikan tindakannya, beberapa pengunjung lainnya bahkan menyerbu bersamaan ke arahnya untuk meraih tubuh kurusnya itu di iringi dengan lemparan telur yang entah siapa yang memulainya."Praaakkk..."Sebutir telur busuk berhasil singgah tepat di kepalanya dan pecah tepat mengenai dahinya. Cairan busuk keluar dari cangkang telur yang pecah dan mengalir ke wajahnya yang polos tanpa make up."Huweekkk..."Sylvi hampir saja memuntahkan isi perutnya karena aroma tak sedap yang berasal dari pecahan telur. Dia bahkan berulangkali mengusap wajahnya agar cairan busuk itu segera enyah dari hadapannya.Namun semakin di usap, aroma busuk itu semakin menempel di wajahnya."Hahahahaa... kau rasakan itu hahahhaa..."Semua orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak tanpa ada sedikit pun rasa belas kasihan. Mereka senang telah berhasil meneror sang pembunuh tepat di depan mata, begitu pikir mereka."Tidak ada yang boleh main hakim sendiri. Dia sudah di adili di pengadilan. Kalian jangan ikut campur," teriak seorang petugas yang geram dengan kelakuan mereka semua.Bau busuk dari telur-telur yang berserakan di tanah membuat semua penjaga mual dan menatap marah pada para pengunjung yang telah mengotori halaman gedung pengadilan.Para penjaga bergegas menyeret Sylvi masuk ke mobil tahanan agar tak lagi menjadi bulan-bulanan para pengunjung."Wanita cantik berhati busuk, kau harus mendekam di penjara selamanya,""Benar sekali. Mati saja kau di penjara,"Suara-suara teriakan yang mengecamnya masih terdengar jelas dari dalam mobil yang dinaiki Sylvi. Perlahan suara-suara itu mulai menghilang seiring bergeraknya kendaraan itu menjauh dari gedung pengadilan.Sylvi menghempaskan nafas lega sejenak. Terlepas dari kecaman masyarakat dan masuk ke dalam penjara yang tentu saja tidak lebih baik dari pada diluar penjara."Apa yang kau lakukan sampai semua orang membencimu, nona Sylvi?" ujar seorang penjaga bernama Dhani yang tak peduli dengan berita persidangan. Dia hanya sibuk bekerja sesuai tugasnya."Apa kau tidak pernah membaca koran atau menonton berita?" Tanya rekannya yang sedang mengendarai mobil tahanan."Tidak," sahut Dhani jujur."Dia itu pembunuh. Dia menabrak seorang anak kecil hingga tewas. Tapi dia menyangkal dan tidak mengakui perbuatannya," sahut penjaga yang mengendarai mobil."Benarkah?" Tanya Dhani yang berbalik menatap Sylvi yang duduk di bangku bagian tengah kendaraan itu. Kursi depan mobil tahanan dan kursi di bagian tengah berbatas jeruji besi namun tak menghalangi pandangan Dhani ke wajah Sylvi.Sylvi spontan menggelengkan kepalanya karena memang dia tak bersalah. Meskipun kejadian itu terlalu cepat tapi dia yakin anak kecil itu mendadak berlari ke arahnya saat dia hendak membelokkan mobilnya memasuki cluster tempat tinggalnya.Penjaga yang sedang mengemudikan kendaraan itu pun spontan tertawa terbahak-bahak."Mana ada penjahat yang mau mengakui perbuatannya?" ujarnya sambil terus tertawa.Sylvi yang sejak tadi sudah menahan kekesalannya akhirnya menumpahkan semua isi hatinya di dalam mobil tahanan."Aku bukan pembunuh. Aku sudah menjelaskan semuanya di pengadilan. Tapi kenapa tidak ada yang percaya padaku?" teriaknya dengan suara lantang.Kedua orang penjaga yang duduk di kursi depan terdiam. Akhirnya mereka mendengar suara Sylvi yang bungkam sejak di dalam ruang persidangan tadi."Lalu, kenapa pengacaramu juga meninggalkanmu? Bukankah dia seharusnya hadir di sidang putusan hari ini?" Tanya penjaga yang sedang mengemudi."Itu...itu karena...aku tidak punya uang lagi untuk membayarnya," sahut Sylvi lirih.William Neil, pengacara handal blasteran jerman yang disewanya untuk memenangkan perkara ini telah banyak membantunya. Dakwaan awal pasal pembunuhan telah berubah menjadi dakwaan pembunuhan tidak di sengaja setelah mereka mendapatkan rekaman CCTV dan kesaksian dari seorang satpam Cluster yang melihat langsung kejadian itu."Aku kehabisan semua asetku setelah James Singgih merebut perusahaanku dengan cara paksa. Uang tabungan sebanyak lima belas miliar telah kuserahkan pada keluarga korban sebagai kompensasi dan uang duka. Kemudian pengacara itu meninggalkanku karena aku tak punya uang lagi untuk membayarnya," ujar Sylvi dengan hati perih."Apa kau tidak memiliki keluarga yang bisa membantumu?" Tanya Dhani lirih."Aku sudah mencobanya, tapi tidak ada yang peduli padaku," sahut Sylvi sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.Dhani yang sejak tadi menatap wajahnya berpaling dan menyembunyikan gurat kesedihannya setelah mendengar cerita Sylvi.Bahkan rekannya yang sedang mengemudi pun terlihat sedang mengusap wajahnya dari balik kaca spion."Lalu, James Singgih itu siapa, nona?" Tanya Dhani lagi."Dia? Dia adalah singkong rebus basi berkelakuan mesum yang selalu saja berusaha merebut proyek perusahaanku. Dia bahkan tak segan melakukan segala cara untuk merampas aset perusahaanku, Anugrah Sejati," sahut Sylvi geram. Kedua telapak tangannya saling menggenggam dengan buku-buku jari yang memutih karena genggamannya begitu erat."Singkong rebus basi?"Sesampainya di rumah, Sylvi langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Mery yang tersenyum saat membuka pintu.Begitu juga dengan Kyle yang langsung naik ke lantai dua dan menutup pintu kamarnya dengan keras.Mery bergegas menutup pintu setelah terperangah beberapa saat. Sedikit berlari, wanita paruh baya itu menuju ke kamar Sylvi dan mengetuk pintu."Masuk," sahut Sylvi dari dalam kamar dan sudah menduga siapa yang mengetuk pintu kamarnya."Ada apa? Apa kalian bertengkar?" Tanya Mery lembut sambil duduk di samping Sylvi di tepi ranjang."Aku menghabiskan uang 300 juta dan dia menyuruhku membuang semuanya karena itu semua barang murahan, katanya," sungut Sylvi dengan wajah cemberut."Memangnya, berapa banyak belanjaanmu dengan harga 300 juta itu?" Tanya Mery lagi."Banyak. sepuluh set pakaian kerja, tiga pasang sepatu, alat-alat make-up dan sebotol parfum," sahut Sylvi masih kesal."Hihihhii...." Mery terkikik geli mendengar jawaban Sylvi yang polos."Kok Bu Mery mal
"Pak Kahar langsung kembali ke rumah aja, ya," ujar Sylvi sebelum turun dari mobil saat mobil yang dikendarai Kahar itu berhenti di Lobby perusahaan Knight World. "Ee..tapi..." Kahar tak mampu menyelesaikan kalimatnya saat melihat Sylvi sudah menutup pintu dan berlari masuk ke gedung perkantoran mewah itu.Petugas keamanan merangkap supir itu hanya menghela nafas ringan menatap ke arah Sylvi yang terus berlari dengan baju kerja yang baru digantinya di kamar pas pusat perbelanjaan tadi.Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan aman, Kahar mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu menulis sebuah pesan teks.Tok Tok TokSekretaris CEO mengetuk pintu ruangan Kyle yang sedang mendiskusikan beberapa pekerjaan dengan Bobby."Mr. Kyle, nona Sylvi datang untuk menemui anda," ujarnya setelah mengetuk pintu."Masuk," sahut Bobby yang tahu perihal kedatangan gadis itu.Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis muda yang semakin hari terlihat semakin cantik di mata
Pagi ini, suasana sarapan di meja makan lebih hangat dari sebelumnya.Mery sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam yang masih panas ke atas meja. Sylvi membuatkan kopi untuk Kyle. Sementara sang Tuan Muda hanya diam memperhatikan kesibukan dua wanita beda generasi itu."Silahkan di makan, Tuan Muda," ucap Mery sambil meletakkan mangkuk sup di depan Kyle."Ini kopinya," ucap Sylvi pula. Gadis itu ikut duduk di kursi dan memulai sarapannya. "Bu Mery, sup ayamnya enak sekali," puji Sylvi setelah menyesap satu sendok sup panas itu perlahan-lahan.Mery tersenyum mendengar pujian itu. Tapi yang membuatnya lebih bahagia adalah saat melihat wajah bahagia gadis yang sudah seperti anaknya sendiri itu.Setelah sarapan nanti, aku akan berikan buku tabunganku pada Sylvi, agar dia bisa membeli pakaian kerja yang baru, pikir Mery masih tersenyum. Sylvi bangkit dari tempat duduk setelah menghabiskan sarapannya."Aku berangkat ya, Bu Mery, K-Kyle," ujarnya sedikit gugup saat menyebut nama Kyle."Kau m
Anugrah Sejati, perusahaan properti milik Sylvi Anugrah itu tetap berjalan seperti biasa selama gadis itu berada di dalam rumah tahanan. Tentu saja dibawah kendali James Singgih yang telah merebut perusahaan itu dengan cara licik. Tanpa bukti, tentu saja Sylvi tidak bisa menggugat dan membuktikan kecurangan yang telah dilakukan si singkong rebus basi itu. "Aku harus bisa menemukan siapa penghianat dalam perusahaanku. Tekadku sudah bulat, siapapun yang telah mencuri atau memalsukan tanda tangan dan stempel perusahaan Anugrah Sejati akan di seret ke meja hijau," ucap Sylvi mantap.Tatapan mata lembut yang biasa terpancar dari mata kecilnya itu, kini tampak berapi-api dan penuh semangat.Ya, Aku harus bangkit dari segala keterpurukanku selama ini. Tawaran Kyle adalah satu-satunya jalan tercepat untuk mewujudkan semua itu, pikirnya."Tapi kan butuh waktu yang tidak sebentar, Vi," ucap Bobby ragu."Tentu saja. Sesuai janji Tuan Muda Kyle, setelah satu tahun perusahaan Anugrah Sejati akan
Tepat jam tujuh malam, Mery sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja makan. Kyle dan Sylvi duduk bersebrangan di meja makan berukuran besar itu.Tak ada pembicaraan selain suara denting sendok dan piring yang saling bercengkrama selama hampir tiga puluh menit lamanya.Mery memperhatikan mereka berdua dari balik kulkas besar yang terletak di samping kitchen set di dapur."Kenapa mereka berdua diam saja? Memang Tuan Muda tidak suka bicara saat sedang makan, tapi kenapa wajahnya seperti sedang marah besar? Wajah Sylvi juga aneh, tidak biasanya dia cemberut seperti itu. Dari tadi siang dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun padaku," gumam Mery dalam hatinya."Apa kau sudah memikirkan ucapanku tadi?" Tanya Kyle tiba-tiba setelah dia menghabiskan makan malamnya.Sylvi yang sejak tadi berusaha mengunyah makanan langsung menghentikan kegiatannya. Tenggorokannya terasa pahit dan lidahnya kelu. Dia mendadak jadi pendiam semenjak bertemu Kyle di kantornya tadi.Lima menit tanpa jawab
Sepanjang perjalanan pulang, Sylvi bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir mungilnya.Mery dan Kahar ternyata menunggunya di tempat parkir sedari tadi. Setelah mendapat pesan dari Bobby, Kahar bergegas mengemudikan kendaraannya dan menghampiri gadis itu tepat di depan lobby perusahaan Knight World itu.Sylvi yang tergesa-gesa meninggalkan perusahaan itu karena kesal dengan tawaran Kyle, baru menyadari bahwa mobil yang dikendarai Kahar sudah berada tepat di hadapannya.Bahkan Mery yang menyapanya saat gadis itu masuk ke dalam mobil tak dihiraukan nya sedikitpun pun."Apa yang dia maksud? Kenapa aku harus menikah dengannya agar perusahaan itu kembali menjadi milikku? Aku bahkan sempat lupa bahwa aku pernah memiliki perusahaan property yang ku bangun dengan jerih payah sendiri selama lima tahun.""Awalnya dia bilang aku harus membayar 700 miliar untuk menembus perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, dia malah menawarkan untuk menikah dengannya dengan kompensasi selama satu tahun per
Suasana ruangan CEO itu kini tampak mencekam. Sylvi yang sedang menangis sesenggukan, Kyle yang sedang menatap tajam ke arah gadis yang bersimbah air mata dan Bobby yang panik berada di antara mereka berdua. "Duhhhh..." ucap asisten CEO itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba Sylvi bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar."Saya permisi," pamitnya sambil mengusap airmata di wajahnya.Bobby kembali tercengang dengan situasi saat ini. Kyle pun terkejut dengan sikap Sylvi yang tidak masuk akal."Perusahaanmu sekarang sudah jadi milikku. Sekarang kau kembali bekerja di perusahaan itu dan tetap sebagai presiden direktur disana," teriak Kyle kesal.Sontak langkah kaki Sylvi terhenti. Tangannya yang sudah menggenggam gagang pintu terlepas begitu saja saat mendengar teriakan Kyle."Apa?" Tanya Sylvi tak percaya.Kyle menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya.Bobby pun terlihat bernafas lega. Melihat Sylvi tak jadi me
Bobby membuka pintu dan mempersilahkan Sylvi untuk masuk."Masuk, Vi," ujar Bobby santai. Karena yakin yang datang adalah Sylvi, asisten CEO Kyle Knight itu mempersilahkan tanpa melihat ke arah orang yang berdiri di depan pintu.Sylvi sedikit terkejut dengan panggilan itu. Sepertinya mereka sudah mulai akrab sekarang, pikirnya.Sementara itu Kyle merasa geram dengan ucapan Bobby yang seakan-akan sangat lemah lembut pada Sylvi dan memanggilnya dengan nama panggilan yang akan terdengar lebih akrab dari sebelumnya."Pintar cari muka," gerutu Kyle dalam hati.Namun kekesalan di hatinya terhenti seketika saat menatap seorang gadis yang tampak berbeda dari Sylvi. Gadis itu seperti seorang wanita karir yang akan menegosiasikan kerja sama dengannya dan tidak seperti Sylvi yang biasa dia lihat sebelumnya. Di belakang pintu yang sudah tertutup, Bobby pun sedang menatap ke arah gadis yang sama dengan mulut menganga dan mata melotot.Dia yakin tadi dia mendengar suara sekretaris menyebut nama Sy
"Kamu harus ke salon," ujar Mery santai.Mery merasa sudah tidak cukup waktu untuk berbelanja alat kosmetik lagi, jadi sebaiknya langusng ke salon saja. Sylvi mau tidak mau mengikuti langkah kaki Mery dengan enggan. Pakaian, sepatu, salon. Semua itu sudah menghabiskan uang sekitar dua puluh lima juta. Memangnya aku bisa dapat pekerjaan apa saat ini?Kalau dulu saat dia memimpin perusahaannya sendiri, dia mematok gajinya hanya lima puluh juta perbulan. Dengan bonus tahunan sebesar apapun, dia akan gunakan untuk menambah aset perusahaannya.Dari sisa uang gaji bulanan yang dia terima, Sylvi bisa menyimpan hampir tiga puluh juta perbulan setelah digunakan untuk biaya hidupnya yang cukup sederhana, biaya perawatan dan keamanan apartemen yang dia tempati, dan juga uang bulanan untuk Marina sebanyak lima juta selama tiga tahun terakhir sebelum dia di penjara.Setelah berbicara dengan beberapa orang pekerja salon, Mery menyuruh Sylvi duduk di s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments