Share

part 8

Author: El Furinji
last update Last Updated: 2025-09-26 19:13:56

“Silakan, Mbak!” Alex membuka pintu depan mobil, lalu mempersilakan kakak iparnya masuk.

“Makasih ya,” ucap Naura.

“Enggak usah terima kasih. Mbak kan kakak iparku, jadi sudah lumrah jika aku membantu saat Mas Azka tak bisa,” sahut Alex.

Naura tersenyum lega. Meski lahir dari rahim yang sama, sikap Azka dan Alex bagai bumi dan langit. Satunya lembut dan penuh perhatian, sedangkan satunya lagi temperamental dan suka merendahkan orang.

Setelah Naura masuk, Alex lekas menutup pintu dan memutar. Dia hendak masuk melalui pintu sebelah, tapi masih sempat menoleh ke arah Azka.

Azka terus menatap dengan jantung berdetak cepat. Niatnya ingin membiarkan Naura pulang sendiri, tapi karena Alex bersedia mengantar, rencananya jadi berantakan.

“Tunggu!” teriak Azka sebelum Alex masuk ke mobil.

Alex menoleh sambil tersenyum. Rencananya untuk membuat Azka cemburu sudah berhasil. Dia yakin Azka pasti tak mengizinkan perempuannya pergi dengan lelaki lain, meski itu adiknya sendiri.

“Ada apa lagi, Mas? Kami sudah mau berangkat,” ucap Alex pura-pura acuh.

“Biar aku saja yang mengantar.”

“Loh ... katanya tadi mau ada acara? Enggak apa-apa, Mas! Biar aku saja yang mengantar Mbak Naura.” Sekali lagi Alex sengaja membuat kakaknya kesal.

“Sudah kubatalkan! Awas minggir!” sahut Azka seraya mendorong Alex menjauh dari mobil. Tanpa bicara lagi, Azka langsung masuk dan menghidupkan mesin lalu segera meluncur pergi.

Widya mendekati Alex yang masih berdiri sembari menatap mobil yang keluar dari pekarangan. Dia langsung menepuk bahu anaknya.

“Kamu memang paling jago ngakali kakakmu!” ucap Widya bangga.

“Iya dong, Ma! Aku paham seperti apa sifat Mas Azka. Semoga Mbak Naura benar-benar bis mengubah perilaku Mas Azka ya, Ma!”

“Semoga saja! Tapi, sepertinya Naura tak menyukai kakakmu,” keluh Widya.

“Mungkin belum, tapi cepat atau lambat Mas Azka pasti akan menunjukkan pesonanya,” jawab Alex.

Mereka berdua sama-sama berharap Azka berubah. Biar bagaimanapun, Widya dan Alex ikut terlibat saat Gea tiba-tiba pergi menjauhi Azka.

****

“Kenapa kamu tak membiarkanku pergi dengan Alex? Bukankah kamu hari ini ada acara?” ucap Naura saat mereka di perjalanan.

Azka tak menyahut. Pandangan lurus ke depan seolah sedang fokus pada aspal, padahal sebenarnya dia kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu.

“Hei, apa kamu mendengarku?” Naura menoleh pada lelaki di sebelahnya. Lumayan lama hingga mampu melihat detail rahang yang kokoh dengan kumis tipis, serta hidung mancung ala blasteran.

“Jangan banyak bicara. Seharusnya kamu berterima kasih karena aku sudah mengantarmu,” sahut Azka kemudian.

“Iya. Aku ... terima kasih,” jawab Naura.

Suasana kembali lengang. Naura membuang pandangan ke luar jendela untuk mengusir gelisah. Bukan hanya perkara Bapaknya yang sakit, tapi ada hal yang harus secepatnya dibicarakan antara dia dan Firman.

Bunyi dering ponsel Azka memecah keheningan. Lelaki itu memelankan laju kendaraan sambil merogoh benda pipih dari saku celananya. Saat melihat nama Friska terpampang di layar, dia memilih menolak panggilan dan menyimpan kembali ponsel di saku celana.

“Kenapa tak dijawab? Siapa tahu itu penting,” celetuk Naura.

“Nanti saja,” kilah Azka.

Hari ini memang Azka berencana untuk bersenang-senang dengan Friska, tapi terpaksa batal karena harus mengantar Naura.

Belum sampai satu menit, ponsel Azka kembali berdering. Lelaki itu menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Terpaksa kembali mengambil ponsel untuk mematikan panggilan.

“Sepertinya itu penting. Kita menepi sebentar. Angkat teleponmu dulu,” ucap Naura yang melihat perubahan sikap Azka.

“Kenapa kamu jadi mengaturku? “ c!bir Azka.

“Ah ... maaf. Bukan begitu.” Naura menunduk malu. Dia menyadari sikapnya sudah berlebihan. Entah mengapa sejak tahu cerita Azka dari Widya, di hati muncul rasa iba.

Meski terkesan acuh, nyatanya Azka menuruti permintaan Naura. Saat berada di area sepi, dia menepikan mobil untuk menerima panggilan dari Friska yang tak henti mengganggunya.

“Halo, Pak Azka. Kamu sudah sampai mana?” tanya Friska saat panggilan terhubung.

“Hari ini aku ada urusan mendadak. Aku gak jadi datang,” sahut Azka dingin.

“Yah ... kok enggak jadi. Padahal aku sudah dandan habis. Aku juga sudah pakai ling3rie kesukaanmu loh, Pak!” pamer Friska yang tak mau rencananya batal begitu saja.

Naura yang tak sengaja mendengar obrolan itu langsung berdehem keras. Awalnya mengira Azka benar-benar ada urusan penting, tapi setelah mendengar itu langsung paham ke mana Azka hendak pergi.

Azka melirik sekilas pada perempuan di sebelahnya. Dia sadar ada yang sedang menguping, maka buru-buru mem4tikan pengeras suara agar Naura tak lagi mendengar pembicaraannya.

“Lain kali saja. Aku ada urusan lain.” Azka langsung mematikan panggilan. Dia tak mau terus bicara dengan Friska di depan Naura. Setelah menyimpan ponsel, Azka kembali melajukan kendaraan.

Mobil yang mereka kendarai kembali melaju kencang membelah jalanan kota. Hiruk pikuk suara mesin tak berhasil mengganggu Naura yang masih terngiang oleh kalimat yang terucap dari perempuan yang bicara dengan Azka melalui telepon.

“Siapa tadi yang meneleponmu?” tanya Naura yang masih penasaran.

“Apa itu penting?” sahut Azka.

“Ya. Menurutku itu penting. Saat ini aku berstatus istrimu, sedangkan kamu bicara dengan perempuan dan menyinggung soal ling3rie.”

Tak dipungkiri hati Naura memanas setiap ingat pembicaraan Azka tadi. Seperti ada yang mengg0res hati, meski saat ini belum ada kejelasan hubungan di antara mereka.

“Jangan terlalu berharap lebih. Itu hanya status. Aku biasa meninggalkan perempuan yang pernah kutiduri, apalagi hanya dirimu yang belum pernah kus3ntuh.”

Naura menelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang mendadak kering. Dia sadar ucapannya berlebihan, bahkan terkesan dia mengharapkan Azka.

“Kalau begitu, kenapa enggak kamu tinggalkan aku dari sekarang? Kamu jadi bebas karena aku tak lagi mengganggumu, dan aku pun senang karena bisa kembali hidup normal,” pungkas Naura.

Jauh di dalam lubuk hati Naura masih tersimpan cinta yang mendalam untuk Firman. Namun, dia akan pasrah jika harus tetap menjadi istri Azka. Dia tak mau melakukan apa pun saat ini. Hanya sedang mengikuti alunan takdir yang tertulis untuknya.

Azka tercengang. Terlalu banyak perempuan yang ingin menjadi istrinya, tapi Naura justru dengan enteng meminta dia meninggalkannya. Sebagai lelaki tentu saja Azka menjadi penasaran. Seistimewa apa Naura sampai berani minta pisah?

“Kamu belum membayar kompensasi Bapakmu agar tak kupenj4rakan. Jadi, mana mungkin aku akan melepasmu sekarang.” Azka tersenyum si-nis sembari melirik gadis di sebelahnya. Sejak awal bertemu, Azka memang sudah tertarik dengan Naura. Hanya untuk menikm4ti, bukan memiliki.

Naura tersenyum getir. Dari kalimat yang Azka ucapkan, dia menarik kesimpulan bahwa Azka akan meninggalkannya setelah mendapat apa yang selama ini diinginkan. Lalu, apakah Firman masih bisa menerimanya jika kesuci4nnya telah hilang?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   KESEMPATAN KE DUA

    “Baiklah, Mas! Aku akan memberimu kesempatan, asal kamu bisa meluluhkan hati Bapak dan Ibu.” Tersenyum semringah, Azka bangkit kemudian membantu Naura berdiri. Dipeluk erat sang kekasih untuk melepas kerinduan yang telah mengendap di dasar hati. Seminggu tanpa Naura, hidup menjadi hampa. Setelah puas meluapkan rindu, mereka kembali duduk. Azka tak henti mengabarkan betapa hatinya sepi tanpa kehadiran istrinya. Meski Naura hanya menanggapi sederhana, tapi jauh di dalam lubuk hati perempuan itu merasakan hal yang sama. Obrolan mereka terhenti saat Rendy dan Lina pulang menggunakan sepeda motor. Tadi, saat Firman datang, mereka memang susah bersiap mau bepergian. Tentu saja mereka kaget saat pulang justru Azka yang sedang bersama Naura. “Berani sekali kamu ke sini setelah apa yang kamu lakukan pada anakku! Dasar tak tahu malu!” sentak Rendy seraya mendekat. Meski mendapat hujatan, Azka bangkit dan menyambut mertuanya dengan meraih tangan hendak mencium takdim. Namun, Rendy justru me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   PENJELASAN

    “Hentikan!” Naura berteriak histeri lalu menghalangi Firman yang akan menghajar Azka lagi. “Kenapa, Na? Biar kuhajar bajingan itu!” Nafas Firman semakin memburu, bahkan tangan terkepal erat, gemetar. “Kamu yang kenapa, Mas! Dia suamiku. Kenapa kamu memukulnya!” Mata bening yang mulai digenangi air mata itu menatap tajam pada Firman. Sempat sesaat merasa terharu dengan ketulusannya, tapi seketika menguap melihat tingkah Firman yang sok jagoan. Sebentar kemudian Naura berbalik lalu membantu Azka berdiri. Jemari menyeka darah dari sudut bibir suaminya. Melihat lebam di wajah itu, Naura seakan merasakan kesakitan serupa. “Kamu masih membela lelaki bajingan seperti dia, Na? Demi pecundang itu kamu mengabaikan cintaku?” Firman menggeleng pelan sembari tersenyum kecut. “Buka matamu, Na! Aku yang tulus mencintaimu, bukan dia!” “Cukup, Mas! Jangan terlalu jauh mencampuri rumah tanggaku. Kita sudah bukan siapa-siapa!” Naura merasa sikap Firman sudah melampaui batas. Tak seharusnya dia me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   MANTAN

    Sejak tak tinggal bersama hampir setiap saat Azka dan Widya selalu menelepon, tapi Naura selalu mematikan panggilan. Dia hanya menjawab dengan mengirim pesan bahwa dirinya baik-baik saja dan butuh ketenangan. Sebenarnya Rindu bertalu di dalam dada, tapi setiap teringat jika suaminya menghamili orang, rasa itu terkalahkan oleh sakit hati. Terlebih saat mendengar kabar jika sekarang Friska tinggal bersama mereka, Naura semakin merasakan kesedihan yang terus menggerogoti jiwanya. Hari-harinya dilewati dengan kesedihan. Naura sering mengurung diri di dalam kamar. Menyendiri, membiarkan mimpi memudar tergerus sunyi. “Na! Keluar dulu sebentar. Ada yang nyari.” Teriakan Lina berhasil membuyarkan lamunan Naura. Namun, dirinya masih enggan beranjak dari ranjang. “Tamu siapa, Bu?” tanyanya. “Keluar dulu. Nanti juga tahu,” sahut Lina. “Baiklah.” Meski enggan, akhirnya Naura mengalah. Dia bangkit lalu segera keluar kamar, tapi Ibunya sudah tak terlihat di depan pintu. Dia langsung melangk

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   part 29

    “Mas, nanti aku pakai mobilnya ya, aku mau ke rumah Ibu. Sekalian kamu transfer duit ke rekeningku ya. Aku mau kasih Ibu.” Seminggu sejak kepergian Naura, rumah itu serasa hambar. Kehadiran Friska justru membuat suasana semakin tak nyaman dengan kelakuannya yang hampir setiap hari meminta uang dalam jumlah banyak. “Memangnya yang kemarin sudah habis?” tanya Azka. Sarapan pagi tak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan di mana sebelum Friska datang selalu diwarnai obrolan hangat. “Sudah, Mas! Kan buat shopping. Ini keinginan jabang bayi loh. Kalau gak dituruti takutnya nanti anak kita ngences.” Mendengar jawaban Friska, selera makan Widya langsung menguap. Diletakkan sendok dan garpu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi lumayan keras. “Memangnya kamu pikir cari duit itu mudah? Tahunya minta terus!” dengkus Widya yang lelah melihat tingkah menyebalkan Friska. “Enggak gitu juga kali, Ma! Namanya orang tua cari uang ya buat anak istri. Jadi wajar kalau Mas Azka kasih duit ke aku b

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   HASIL USG

    Setelah melalui perdebatan yang lumayan alot, Friska memasuki ruang pemeriksaan sendirian. Seorang perempuan yang mengenakan snelli menyambutnya dengan senyum ramah. “Silakan. Berbaring dulu ya, Bu!” ucap Dokter Erina. Mengangguk, Friska langsung berbaring di brankar yang berbalut seprei warna putih, senada dengan warna tembok di sekitarnya. “Kita mulai ya, Bu,” ucap Dokter Erina seraya mendekat. Pemeriksaan diawali dengan mengecek tensi darah, dilanjutkan rangkaian pemeriksaan lain. Setelah hasil normal, proses USG segera dimulai. Dengan jantung berdebar Friska menatap ke layar yang menampakkan gambar calon bayi di rahimnya. Beberapa saat kemudian, proses USG telah selesai. Azka dan Alex diizinkan masuk karena Friska tak lagi harus memamerkan bagian tubuhnya. “Bagaimana hasilnya, Dok?” tanya Azka yang sudah tak sabar. “Alhamdulillah ... semua dalam keadaan normal. Ibu dan calon bayi sama-sama sehat,” sahut Dokter Erina. “Maksudku, berapa usia kandungannya, Dok?” Azka langsun

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   Pulang

    Rendy dan Lina yang sedang berada di teras seketika menghentikan obrolan saat sebuah mobil berhenti di halaman. Mereka kompak bangkit saat melihat Naura turun dengan wajah sembab. “Naura ... kamu kenapa?” Lina menyambut anak perempuannya dengan sebuah pertanyaan. Tak menyahut, Naura justru langsung menubruk dan mendekap erat Ibunya. Tangisnya yang sudah ditahan seketika pecah dalam pelukan. Lina memilih mengelus punggung anaknya ketimbang melanjutkan pertanyaan.“Ayo kita ke dalam saja, Na!” ajak Lina setelah tangis Naura sedikit mereda. Dia mengurai pelukan lalu menggandeng anaknya ke dalam, diikuti Rendy yang sejak tadi hanya terpaku sembari menerka-nerka. “Sebenarnya ada apa, Na? Kenapa kamu datang langsung menangis?” tanya Rendy setelah mereka duduk bersama di ruang tengah. “Mas Azka, Pak!” sahut Naura. Perih kembali mendera hati setiap teringat bahtera rumah tangganya yang kerap dihantam badai. “Azka kenapa? Ada apa dengan suamimu? Apa dia sakit?” sambar Lina. Naura mengge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status