Share

part 7

Author: El Furinji
last update Last Updated: 2025-09-25 19:44:54

Azka tak berani menjawab tantangan Naura. Dia justru bangkit lalu melangkah hendak meninggalkan kamar. Kata-kata istrinya berhasil membuat pikiran lelaki itu kalut. Sedikit rasa bersalah, tapi lebih didominasi oleh kecewa terhadap dirinya sendiri.

“Mau ke mana?” tanya Naura dengan suara datar.

Azka menoleh sekilas, lalu kembali membuang muka. “Bukan urusanmu!”

Sedikit tersenyum, Naura bangkit lalu mendekati suaminya yang masih berdiri di depan pintu.

“Hanya lelaki pengecut yang lari dari permasalahan,” s!ndir Naura. “Mungkin alkohol bisa membuatmu merasa tenang sesaat, tapi keesokan paginya bebanmu masih sama. Tak berkurang sedikit pun.”

“Aku tak merasa punya masalah, juga tak punya beban,” kilah Azka yang semakin tersudut.

“Ya. Kamu memang tak punya masalah apa pun. Kamu hanya lelaki bodoh yang masih terjebak dalam luka masa lalu. Mungkin saat ini Gea tengah menertawakan dirimu karena masih belum move on, padahal sudah dikhianati. Dia yang menang dan kamu kalah.”

Azka memejam sejenak lalu menoleh.” Mau kamu apa sih? Jangan sok tahu tentang hidupku!”

“Sederhana. Aku hanya mau kamu hidup normal seperti dulu. Kasihan Mamamu yang tiap malam menangis hanya karena anak sulungnya menjelma menjadi ibl!s. Soal kita, semua terserah padamu. Tapi, kurasa kamu akan membuangku.”

Naura sudah sangat pasrah tentang masa depannya. Jika ditakdirkan untuk tetap menjadi istri dari lelaki dengan segudang dosa, dia siap. Begitu juga jika harus dicampakkan dengan menyandang gelar janda, dia pun siap.

“Ini urusanku dengan Mama. Jangan ikut campur!” seru Azka.

“Aku tak akan ikut campur jika kamu tak menyeretku dalam kekacauan ini. Mungkin aku lebih tenang jika tak tahu apa pun tentangmu, bahkan sangat tenang jika tak bertemu denganmu!”

Azka benar-benar tak berdaya di depan Naura. Diam-diam dia membenarkan semua perkataan istrinya, tapi demi menjaga diri memilih untuk tak mengakui.

“Sudahlah! Aku mau pergi!” pungkas Azka yang merasa frustasi.

Sempat timbul di pikiran Naura untuk mencegah Azka pergi, tapi akhirnya dia membiarkan saja. Keyakinan Naura, saat ini Azka sedang butuh waktu menyendiri guna merenungi semua kebodohannya yang menjadi gil4 hanya karena perempuan.

***

Jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tapi Azka belum juga kembali. Sejak tadi Naura bolak-balik dari kamar ke balkon hanya untuk melongok halaman, berharap suaminya lekas pulang.

Bukan karena cinta, tapi kepedulian Naura sebatas tanggung jawab. Saat ini dirinya telah sah menyandang gelar istri dari Azka. Maka, seperti apa pun perasaan di hati tak akan mengubah statusnya.

Beberapa saat berselang, mata Naura menangkap sebuah mobil yang memasuki pekarangan rumah lalu berhenti di dekat garasi. Naura langsung berlarian kecil keluar kamar hanya untuk melihat keadaan Azka.

Seperti yang diduga, saat sampai di teras Naura melihat suaminya berjalan sempoyongan, dipapah oleh seseorang. Dia langsung menghampiri lalu menggantikan lelaki itu memapah Azka.

“Dia m4buk lagi? ” tanya Naura saat mencium aroma menyengat

“Iya. Malam ini Pak Azka terlalu banyak minum. Aku sudah mengingatkan, tapi tak digubris,” jawab lelaki itu.

“Ya sudah. Terima kasih sudah mengantarnya pulang.” Naura langsung memapah Azka ke dalam tanpa memedulikan lagi lelaki tadi.

Sampai di kamar, Naura membaringkan Azka di atas ranjang. Dia langsung mengganti pakaian Azka lalu menyelimutinya.

Sejenak Naura mengamati wajah Azka. Tak dipungkiri suaminya terlihat tampan di usia matang, meski siluet beban terpancar dari auranya yang suram.

Setelah melihat Azka terlelap, Naura menyambar selimut dan bantal lalu berpindah ke sofa. Meski mereka sudah sah sebagai sepasang suami istri, tapi belum pernah tidur ser4njang. Kemarin Azka yang tidur di sofa karena tak tega dengan Naura. Kali ini keadaan berbalik dan Naura harus tidur di sofa.

***

Pagi tiba. Azka mengucek matanya yang terasa lengket. Setelah nyawa terkumpul, perlahan dia menyadari sudah berada di kamarnya dengan pakaian yang telah berganti.

Siapa yang mengganti pakaianku? Apa mungkin Naura? Azka menggumam pelan.

Ini bukan kali pertama dia pulang dalam keadaan mabuk, tapi biasanya tak ada yang pernah mengganti pakaiannya.

Tak mau berspekulasi, Azka mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari keberadaan Naura, tapi tak ketemu. Akhirnya dia memutuskan untuk bangun lalu mencarinya ke bawah.

Belum sempat Azka ke luar kamar, pintu mendadak terbuka. Naura muncul sembari membawa baki berisi sepiring nasi goreng dan segelas air.

“Mama buatkan sarapan untuk kamu. Makanlah!” ucap Naura setelah meletakkan bawaannya di atas meja.

Azka berpindah ke sofa. Dia menyambar gelas lalu meneguk isinya hingga tandas. Setelah itu menyambar rokok dan membakarnya.

“Kamu yang mengganti pakaianku?” tanya Azka sembari memainkan asap di mulut.

“Ya. Kenapa?” sahut Naura.

“Enggak apa-apa! Lain kali enggak usah sok peduli dengan keadaanku.”

“Siapa yang peduli dengan keadaanmu? Aku hanya enggak suka dengan bau alkohol yang menempel di pakaianmu,” kilah Naura.

Azka terperanjat. Sempat dipikir jika Naura ingin mencari simpatinya, tapi jawaban itu justru sangat men0hok.

Melihat Azka terdiam, Naura mendekat lalu ikut duduk di sofa, berniat kembali menasihati suaminya. Namun, mendadak ponselnya berdering. Dia kembali bangkit lalu menyambar ponsel dari nakas.

“Assalamu alaikum, Bu!” ucap Naura.

Binar kerinduan terpancar jelas dari wajah perempuan itu saat menerima telepon dari ibunya. Baru dua hari tak bertemu, Naura sudah merasakan kerinduan yang mendalam.

“Waalaikum salam. Bagaimana kabarmu, Na? Apa keluarga Pak Azka menyakitimu?” cecar perempuan di seberang telepon.

“Enggak kok, Bu! Mereka semua memperlakukanku dengan baik,” sahut Naura.

Yang dia katakan Naura tak sepenuhnya salah. Meski perlakuan Azka sering membuatnya banjir air mata, tapi perlakuan Widya berhasil membuat tersenyum.

“Syukurlah kalau begitu. Ibu ikut senang. Oh iya, Na! Sejak kamu pergi, Bapak langsung ngedrop. Kamu bisa pulang sebentar kan?”

“Bapak sakit, Bu? Sudah dikasih obat belum? Atau bawa ke rumah sakit saja. Bentar lagi aku pulang, Bu!”

Naura langsung panik mendengar kabar Bapaknya.

“Enggak. Bapak sakit biasa kok. Cuma sering ngigau manggil-manggil kamu. Bisa pulang sebentar kan?”

“Iya, Bu! Aku berangkat sekarang. Wassalamu alaikum,” ucap Naura lalu mematikan telepon.

Setelah panggilan terputus, Naura langsung mendekati Azka yang masih duduk menikmati kepulan asap. Dia berniat meminta izin pada suaminya. Namun, sebelum kata terucap, Azka lebih dulu bicara.

“Siapa yang mengizinkanmu pergi?” cibir Azka yang mencuri dengar obrolan Naura dan suaminya.

Sontak saja Naura tercengang. Dia tak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut suaminya.

“Bapak sakit. Aku harus ke sana,” ucap Naura kesal.

“Aku tak mengizinkanmu pergi!”

“Aku akan tetap pergi dengan atau tanpa izinmu.” Naura bangkit lalu menyambar tas kecil miliknya. Dia langsung mengayunkan langkah hendak keluar kamar.

“Kamu lupa bahwa aku bisa memenjarakan Bapakmu kapan saja? Jangan sekali-kali membangkang!” tekan Azka.

Entah kenapa Azka tiba-tiba terpikir untuk menahan Naura, padahal selama ini dia menuduh kehadiran Naura justru membuat hidupnya menjadi kac4u.

Langkah Naura terhenti seketika. Dengan sepasang mata menatap tajam, dia menoleh suaminya yang masih duduk di sofa.

“Lakukan saja! Bunuh kami sekeluarga jika itu yang kamu inginkan!” tantang Naura. Detik berikutnya perempuan itu berbalik dan kembali mengayunkan langkah.

Sama sekali Azka tak menyangka jika Naura sudah tak takut dengan ancamannya. Dia menggeram untuk melampiaskan kemarahan, lalu lekas bangkit dan menyusul istrinya ke bawah.

Di teras, Widya sedang duduk bersama Alex. Keningnya berkerut saat melihat Naura berjalan cepat dengan sling bag terselempang di pundak.

“Kamu mau ke mana, Na?” tanya Widya.

Naura mendekat. “Bapak sakit. Aku izin mau pulang sebentar, Ma.”

“Tapi kenapa kamu pergi sendiri? Azka mana?”

Naura kebingungan mau menjawab apa. Berterus terang rasanya berat karena itu akan membuat Widya semakin kecewa pada anak sulungnya, sementara saat ini otak tak mampu mencari alasan yang masuk akal. Beruntungnya Azka lekas turun jadi Naura tak harus menjawab pertanyaan Widya.

“Azka, kamu mau ke rumah mertuamu kan?” tanya Widya ragu. Dia melihat anak sulungnya masih kusut, bahkan masih mengenakan pakaian santai.

“Enggak. Hari ini aku ada acara, Ma. Biar dia pergi sendiri,” sahut Azka.

Sontak Widya meradang. Bagaimana bisa anak lelakinya menjelma menjadi sosok yang tak memiliki empati sedikit pun. Mertuanya sakit dan membiarkan istrinya pulang sendiri. Sungguh tak manusiawi.

“Cancel semua rencanamu! Antar Naura ke rumah Bapaknya!” titah Widya.

“Ma ... hari ini aku ada acara. Gak bisa dibatalkan sembarangan,” tolak Azka.

“Sepenting apa acara itu sampai kamu abai dengan istri dan mertuamu?” Widya semakin kesal.

“Sudah, Ma! Biar mbak Naura aku yang antar. Mas Azka itu lelaki bodoh yang mengabaikan istri secantik Mbak Naura. Nanti kalau sudah ditinggal baru menyesal!” sela Alex yang juga jengkel dengan kelakuan kakaknya.

“Waow ... kamu mau jadi pahlawan? Apa jangan-jangan kamu suka sama dia?” cibir Azka.

“Hanya lelaki buta yang tak mengagumi perempuan secantik Mbak Naura. Kalau kamu bosan, tinggalkan saja dia, Mas! Biar aku yang teruskan.”

Azka tercengang. Baru kali ini Alex bersikap tak sopan padanya. Sempat terniat untuk melepas Naura begitu saja, tapi entah kenapa hati tak rela.

“Sudah ... sudah! Kalian kok jadi ribut sih!” lerai Widya, “Alex, kamu antar Mbakmu ya! Pastikan dia selamat sampai tujuan!”

“Siap, Ma!” sahut Alex tegas, “Ayo, Mbak! Aku yang antar.”

Tanpa alasan yang jelas, hati Azka memanas saat melihat Naura berjalan sejajar dengan Alex. Tangan lelaki itu terkepal erat dan nafas memburu tertahan. Kilat kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya yang menatap tajam.

Apa mungkin Azka cemburu? Atau sekedar tersinggung karena Naura terang-terangan pergi dengan lelaki lain di depan matanya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   SENJATA MAKAN TUAN

    [Aku butuh 50 juta. Kirim hari ini juga. Kalau tidak, akan kubongkar semuanya!]Sejak pesan tersebut masuk ke ponsel, Friska tak henti mondar-mandir di teras dan sesekali duduk untuk menghubungi Azka, tapi panggilan tak pernah dijawab, bahkan akhirnya nomor yang dihubungi berada di luar jangkauan. Hatinya dilanda kecemasan, ketakutan yang luar biasa. Senyum lekas menghiasi wajah Friska saat melihat mobil Azka memasuki halaman dan berhenti. Namun, dalam sekejap senyum itu sirna saat melihat ada perempuan lain yang ikut turun bersamanya. Amarah membuncah di dalam dada, tapi ditahan sekuat tenaga karena ada hal yang jauh lebih penting. “Mas, Ibuku masuk rumah sakit. Aku butuh uang 50 juta. Kamu transfer ya,” ucap Friska menyambut Azka dan Naura. “Duit lagi? Kan tadi pagi sudah. Memangnya kurang?” sinis Azka yang merasa risi dengan kehadiran Friska. “Ibu masuk rumah sakit, Mas! Harus dioperasi sekarang juga. Aku butuh cepat. Jika tidak, nyawa Ibu dalam bahaya,” jelas Friska. Azka men

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   KESEMPATAN KE DUA

    “Baiklah, Mas! Aku akan memberimu kesempatan, asal kamu bisa meluluhkan hati Bapak dan Ibu.” Tersenyum semringah, Azka bangkit kemudian membantu Naura berdiri. Dipeluk erat sang kekasih untuk melepas kerinduan yang telah mengendap di dasar hati. Seminggu tanpa Naura, hidup menjadi hampa. Setelah puas meluapkan rindu, mereka kembali duduk. Azka tak henti mengabarkan betapa hatinya sepi tanpa kehadiran istrinya. Meski Naura hanya menanggapi sederhana, tapi jauh di dalam lubuk hati perempuan itu merasakan hal yang sama. Obrolan mereka terhenti saat Rendy dan Lina pulang menggunakan sepeda motor. Tadi, saat Firman datang, mereka memang susah bersiap mau bepergian. Tentu saja mereka kaget saat pulang justru Azka yang sedang bersama Naura. “Berani sekali kamu ke sini setelah apa yang kamu lakukan pada anakku! Dasar tak tahu malu!” sentak Rendy seraya mendekat. Meski mendapat hujatan, Azka bangkit dan menyambut mertuanya dengan meraih tangan hendak mencium takdim. Namun, Rendy justru me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   PENJELASAN

    “Hentikan!” Naura berteriak histeri lalu menghalangi Firman yang akan menghajar Azka lagi. “Kenapa, Na? Biar kuhajar bajingan itu!” Nafas Firman semakin memburu, bahkan tangan terkepal erat, gemetar. “Kamu yang kenapa, Mas! Dia suamiku. Kenapa kamu memukulnya!” Mata bening yang mulai digenangi air mata itu menatap tajam pada Firman. Sempat sesaat merasa terharu dengan ketulusannya, tapi seketika menguap melihat tingkah Firman yang sok jagoan. Sebentar kemudian Naura berbalik lalu membantu Azka berdiri. Jemari menyeka darah dari sudut bibir suaminya. Melihat lebam di wajah itu, Naura seakan merasakan kesakitan serupa. “Kamu masih membela lelaki bajingan seperti dia, Na? Demi pecundang itu kamu mengabaikan cintaku?” Firman menggeleng pelan sembari tersenyum kecut. “Buka matamu, Na! Aku yang tulus mencintaimu, bukan dia!” “Cukup, Mas! Jangan terlalu jauh mencampuri rumah tanggaku. Kita sudah bukan siapa-siapa!” Naura merasa sikap Firman sudah melampaui batas. Tak seharusnya dia me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   MANTAN

    Sejak tak tinggal bersama hampir setiap saat Azka dan Widya selalu menelepon, tapi Naura selalu mematikan panggilan. Dia hanya menjawab dengan mengirim pesan bahwa dirinya baik-baik saja dan butuh ketenangan. Sebenarnya Rindu bertalu di dalam dada, tapi setiap teringat jika suaminya menghamili orang, rasa itu terkalahkan oleh sakit hati. Terlebih saat mendengar kabar jika sekarang Friska tinggal bersama mereka, Naura semakin merasakan kesedihan yang terus menggerogoti jiwanya. Hari-harinya dilewati dengan kesedihan. Naura sering mengurung diri di dalam kamar. Menyendiri, membiarkan mimpi memudar tergerus sunyi. “Na! Keluar dulu sebentar. Ada yang nyari.” Teriakan Lina berhasil membuyarkan lamunan Naura. Namun, dirinya masih enggan beranjak dari ranjang. “Tamu siapa, Bu?” tanyanya. “Keluar dulu. Nanti juga tahu,” sahut Lina. “Baiklah.” Meski enggan, akhirnya Naura mengalah. Dia bangkit lalu segera keluar kamar, tapi Ibunya sudah tak terlihat di depan pintu. Dia langsung melangk

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   part 29

    “Mas, nanti aku pakai mobilnya ya, aku mau ke rumah Ibu. Sekalian kamu transfer duit ke rekeningku ya. Aku mau kasih Ibu.” Seminggu sejak kepergian Naura, rumah itu serasa hambar. Kehadiran Friska justru membuat suasana semakin tak nyaman dengan kelakuannya yang hampir setiap hari meminta uang dalam jumlah banyak. “Memangnya yang kemarin sudah habis?” tanya Azka. Sarapan pagi tak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan di mana sebelum Friska datang selalu diwarnai obrolan hangat. “Sudah, Mas! Kan buat shopping. Ini keinginan jabang bayi loh. Kalau gak dituruti takutnya nanti anak kita ngences.” Mendengar jawaban Friska, selera makan Widya langsung menguap. Diletakkan sendok dan garpu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi lumayan keras. “Memangnya kamu pikir cari duit itu mudah? Tahunya minta terus!” dengkus Widya yang lelah melihat tingkah menyebalkan Friska. “Enggak gitu juga kali, Ma! Namanya orang tua cari uang ya buat anak istri. Jadi wajar kalau Mas Azka kasih duit ke aku b

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   HASIL USG

    Setelah melalui perdebatan yang lumayan alot, Friska memasuki ruang pemeriksaan sendirian. Seorang perempuan yang mengenakan snelli menyambutnya dengan senyum ramah. “Silakan. Berbaring dulu ya, Bu!” ucap Dokter Erina. Mengangguk, Friska langsung berbaring di brankar yang berbalut seprei warna putih, senada dengan warna tembok di sekitarnya. “Kita mulai ya, Bu,” ucap Dokter Erina seraya mendekat. Pemeriksaan diawali dengan mengecek tensi darah, dilanjutkan rangkaian pemeriksaan lain. Setelah hasil normal, proses USG segera dimulai. Dengan jantung berdebar Friska menatap ke layar yang menampakkan gambar calon bayi di rahimnya. Beberapa saat kemudian, proses USG telah selesai. Azka dan Alex diizinkan masuk karena Friska tak lagi harus memamerkan bagian tubuhnya. “Bagaimana hasilnya, Dok?” tanya Azka yang sudah tak sabar. “Alhamdulillah ... semua dalam keadaan normal. Ibu dan calon bayi sama-sama sehat,” sahut Dokter Erina. “Maksudku, berapa usia kandungannya, Dok?” Azka langsun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status