"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.
Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini. Tok...tok...tok. Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini. "Maaf, tuan mengangu." "Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?" Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu. **** "Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?" "Sabar, Sar. Kamu di terima kok," "Alhamdulillah!" "Tapi..." Eh, ada tapinya? Sarah urung merasa bahagia saat Dion meletakkan selembaran kertas yang ia bawa dari lantai atas. "Baca dulu surat perjanjiannya, Sar. Setelah itu baru kamu pikirkan terima atau tidak pekerjaan ini." "Ini maksudnya gimana, kak? Aku gak jadi p layan tapi..." "Masih kok, Sar. Tapi pelayan khusus yang mengantar makan dan minuman pada pelanggan VIP." "Lalu?" Dion menarik nafas panjang. Benar yang dia tebak, Sarah pasti tidak akan mengerti dengan mudah. "Maksudnya kamu harus siap dengan poin-poin yang sudah ditulis di dalam perjanjian. Gaji kami mungkin lebih besar, tapi resiko juga besar. Kalau menurut aku mending kamu mundur aja dan cari kerjaan lain." Persyaratannya membuat Sarah meremang. Bagaimana tidak, ia di anjurkan pakaian pelayannya lebih seksi, harus menerima jika di sentuh-sentuh oleh pelanggan. Dan lebih gila... Ia tidak bisa protes jika nanti mendapatkan pelecehan dari pelanggan mereka. Sarah bimbang. Tapi hanya ini satu-satunya jalan cepat ia bisa mendapatkan pekerjaan dan mengumpulkan uang lebih cepat. Penyakitnya makin parah, jika tidak di tanah itu ia takut meradang dan akan semakin buruk jika dia drop tak bisa bekerja lagi. "Kalau aku terima..." "Kamu bisa masuk hari ini. Semua keperluan kamu ambil di loker khusus karyawan." .... Tidak peduli dengan harga diri atau apapun, Sarah hanya tau ia hidup butuh uang, dan hanya pekerjaan ini yang bisa ia lakukan sekarang. Rok pendek super seksi sudah melingkar di pinggang Sarah dengan kemeja kecil khas seorang pelayan di tempat hiburan. Sebenarnya ia merasa sedikit tak nyaman, tapi ia harus membiasakan diri enam bulan kedelapan karena dia telah menandatangani kontrak kerja itu. "Kamu sudah siap?" "Mmm... Aku antar pesan yang mana sekarang kak?" Dion sedikit membuang pandangan, ia memberi nota, "ini pesanan mereka. Di lantai dua, dilantai satu kamu nggak perlu turun tangan, itu tugas pelayan lain." Sarah mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu aku pergi." "Tunggu!!" Dion terlihat berat membiarkan gadis itu melangkah, ada rasa tak rela tapi ia punya hak apa untuk melarangnya? "Kamu hati-hati. Kalau mereka macam-macam kamu cepat pergi ya," ujarnya. Sarah tersenyum manis, ia sangat berterima kasih dengan perhatian laki-laki ini. Tapi mulai hari ini ia sudah memutuskan. Apapun yang terjadi ia tak akan mundur, meskipun itu ia harus kehilangan sesuatu yang ia jaga selama ini. Ia berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membuktikan pada ayahnya ia bisa hidup sendirian, ia akan membuktikan dia tak akan lagi datang pada pria itu sampai nanti. **** Dalam dunia perkantoran tempat hiburan itu suatu hal biasa, apalagi jika klien minta di temani untuk bersenang-senang di klub malam, tentu saja tak enak untuk menolak. Devan juga sama. Dunia malam itu sudah biasa baginya, bukan hal yang baru lagi sehingga ia takut untuk mencobanya. Sebelum menikah ia biasa berpesta, hanya saja setelah menikah ia sedikit berubah. "Wah, sepertinya malam ini pak Devan ikut kota bersenang-senang. Kau tidak takut lagi istrimu marah?" Tanya pria yang berkepala botak itu dengan guyonannya. Dia klien yang meminta dirinya bertemu di tempat ini. "Untuk apa pikirkan dia, waktunya sudah habis untuk bersenang-senang dengan uangku, saya rasa dia tidak punya waktu untuk menghawatirkan suaminya ini." Balasan Davin yang tidak di sangka-sangka membuat mereka tertawa. Suami takut istri ternyata mulai berubah pikir mereka, mereka tidak tahu jika Davin hanya membalas sembarangan ucapan mereka. "Akhirnya, kau sadar juga. Wanita ini hanya gila uang saja, mereka tidak akan meninggalkan kita apapun yang terjadi selagi jiwa belanja mereka terpenuhi. Hhhh..." Kali ini Davin tak membalas. Perhatiannya tertarik dengan seorang pelayan yang datang mengantar minuman. Ia tidak lagi peduli dengan ocehan koleganya, matanya telah terganggu dengan kemunculan gadis tadi pagi. "Kau?!" "Pak?" ..... Tak ubahnya Davin Davin yang masih mampu mengenal Sarah. Sarah juga begitu, ia terkejut melihat pria yang tadi pagi melempar uang padanya ada di hadapannya. "Pak?" Selanjutnya ia ingin mengacuhkannya saja. Tapi saat Pria itu terus saja menatapnya membuat ia sedikit risih. "Kamu bekerja di sini?" "Eh?" Sarah menunjuk dirinya sendiri, "bapak bertanya sama saya?" Davin berdecak. "Sudah tau iya, kamu sengaja ya selalu berkeliaran di sekitar saya?!" Deg Meskipun kesal mendengar tuduhan itu, tapi Sarah tak membalas. Ia menatap takut-takut teman-teman Davin yang ikut menatapnya penasaran, mungkin dia tertarik karena Aku Davin menyapanya. "Kamu kenal dengannya, Pak Davin?" "Oh, bukan." "Tapi saya lihat anda tertarik padanya. Apa dia mainan barumu?" Tanya pak beroto yang masih kepo. Davin memijit pelipisnya, ia merasa pusing. "Jangan berbicara sembarangan, Bung. Anda bisa membuat salah paham," "Ayolah... Tempat ini adalah tempat untuk kita bebas berbuat apa saja, tidak akan ada yang berani menganggunya atau mereka akan menyesal." Tuan Broto kembali menatap Sarah yang masih diam setelah menuangkan minuman. "Mmm... Dia lumayan, jika kau tidak mau bagaimana kalau..." Tidak tahan mendengarnya. Davin mengambil tangan Sarah, membawa gadis itu keluar dari ruangan itu yang di iringi tawa kemenangan oleh kolega bisnisnya. "Pak! Lepas, apa yang anda lakukan? Saya masih harus bekerja,anda tidak bisa membawa saya seperti ini." Sarah menarik tangannya, tapi Davin tak melapangkannya dengan mudah. "Saya bisa membayar anda lebih dari hajimu di sini!" Tekan Davin. Sarah mematung. Ia masih terasa asing dengan orang ini, tapi bukan berarti dia tidak kenal siapa itu Davin Diwaguna. Pria kaya yang sering berselera di media sosial ataupun tv dengan di kenal pengusaha sukses. "Maksud anda apa?" "Bukankah kamu sangat cinta uang?" Sarah tersenyum sinis. Orang kaya memang seperti ini, suka sekali menilai orang lain sesuka hati. "Ya, saya cinta uang. Lalu anda mau apa? Mau memberikan saya uang cuma-cuma lagi seperti kemarin?" Tantang Sarah dengan senyum menggoda. "Tuan, asal Anda tahu, say bisa berbuat apa saja demi uang. Jadi bagaimana?""Kenapa kamu masih mau menuruti ucapan dia? Sarah apa dia mengancam mu?" Jaya datang pagi-pagi sekali, membuat kehebohan di Vila Devan ingin menemui Sarah.Untungnya devan sedang tak di sana, jadi Sarah bisa menemuinya sekarang. Jika tidak ia takut Devan berubah pikiran dan kembali melarang dirinya bertemu dengan anaknya. Sarah gak mau!"Aku kembali karena kemauan ku, Bang. Aku rasa ini yang terbaik,aku gak mau menyusahin kamu. Uang 500 juta bukanlah mudah di cari. Usahamu masih butuh modal yang banyak, Lagi pula om Devan berjanji akan membiarkan ku selalu bersama anakku, ini sudah cukup."Jaya mengeleng. "Tapi bagaimana dengan ku? Sarah, aku mencintaimu. Biar aku membayar hutang mu, setelah itu kita menikah dan hidup bahagia berdua." Pintanya.Sarah menolak. Bersama dengan Jay sekarang bukan waktu yang baik, meskipun uang telah di kembalikan ia tak yakin devan dengan mudah membuat anaknya bersama dengannya. Pria itu kaya, dia bisa berbuat apa saja. Lagi pula mereka berdua masih saumi
"Sar? Bagaimana, apa lebih baik?" "Mm... Sakitnya sudah berkurang. Aku gak tahu efek dari operasi sesar seperti ini. Huh... Bikin cemas aja.."Bagaimana tidak. Tiba-tiba bekas lukanya merasa nyeri hebat. Padahal ia hanya mencoba mengangkat air dengan ember tadi, siapa sangka akan jadi begini."Makanya kalau dilarang itu mengerti, Sar. Sakit gini siapa yang rugi, kamu juga kan." Tak lama suster datang lagi untuk Menganti infus. Sarah terpaksa dirawat dua hari kedepan, kata dokternya ada luka yang kembali terbuka. Untungnya tidak parah, hanya butuh penanganan dokter sebentar sampai luka itu menyatu kembali."Bang Jay, gimana kabar anakku disana ya?" "Sudahlah, Sar. Tunggu kamu pilih dulu, setelah itu aku janji akan bawa kamu menemui tuan kaya itu." Sarah menarik nafas lelah, "aku bahkan tidak berani berpikir seperti itu, Bang. Apa dia mau dengan kehadiran ku? Bagaimana kalau Nyonya Amora tak senang dan berbuat hal gila. Aku tidak ingin kemarahannya akan ia balas pada anakku." Jaya
Untuk berucap saja Malik sudah tak mampu. Ia sungguh malu setelah mendengar ucapan dokter tadi. Bagaimana bisa putranya yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang bisa menjadi seperti ini. Sungguh picik sekali dia sebagai wanita tega membunuh anaknya sendiri hanya demi tubuh yang indah."Ayah benar-benar malu, Bun. Bagaimana bisa....ya tuhan. Kenapa dia bisa begitu kejam."Mayang yang telah mendengar penjelasan tentang putrinya tak henti menangis. Sebagai seorang ibu ia merasa sakit hati dengan melakukan putrinya sendiri, tapi sebagai ibunya tentu saja ia masih mencoba membela sang putri."Yah, lebih baik kita tanyakan dulu padanya. Dia pasti punya alasan melakukan itu," Melihat mertuanya masih mencoba membela putri mereka, Devan menjadi tak tertarik lagi. Ada hal penting yang lebih ingin ia lakukan, jadi ia segera berdiri "Ayah, Bunda. Dokter bilang Amora harus melakukan operasi secepatnya, jika tidak akan sangat muruk untuk dia. Masalah ini aku rasa kalian lebih baik yang m
Gila! Ini benar-benar gila. Bagaimana ia tidak bisa tahu ini semua pernah terjadi, dan ia seperti orang bodoh mempercayai Istrinya selama ini. apa sebegitu tak ingin Amora mengandung anaknya?"Aborsi? Kureta? Gila!! Ini hanya mimpi, sial!" Meskipun ia mencoba menolak, tapi ucapan dokter tadi sudah cukup membuat ia mau gila. Bagaimana bisa istri yang ia percayai selam ini pernah hamil? Apalagi sampai mengugurkan kandungannya, ia benar-benar tak bisa percaya."Devan, ada apa dengan mu, nak? Kenapa menarik rambutmu seperti itu?" Ratna sangat cemas melihat kelakuan putranya yang aneh. Ada apa?"Dokter bilang apa? Kenapa kamu jadi begini hah?" Tanya Ratna lagi. Tapi devan masih bungkam dengan mata yang telah memerah."Devan jawab Mama! Kamu kenapa sih, kok kamu aneh begini. Dan Amora... Apa kata dokter?"Devan tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Air matanya berjatuhan, untuk pertama kalinya ia menangis setelah dewasa seperti ini. Ternyata kebohongan Amora benar-benar melukai harga dir
"Apa kamu bilang? Kenapa bisa pergi!!" Devan mencengkram erat pegangannya di meja, bagaimana bisa dia tiba-tiba hilang.Lama ini mendengar balasan orang di luar sana. Devan meremas ponselnya kuat, sial! Kenapa jadi begini."Tolong kamu Carikan dia!" Perintah Devan. Tidak sekarang. Ia dan bayinya masih membutuhkan gadis itu, jika dia pergi lalu ia pergi kemana. Sedangkan keluarga tak punya, ayahnya pun tak peduli dengan kehidupan gadis itu Tiba-tiba devan merasa cemas. Sarah sendirian di dunia ini, apalagi ia sedang sakit pasca operasi melahirkan malah pergi sendirian. "Ini salahku, seharusnya aku pergi ke rumah sakit setiap hari menjaganya. Ya Allah, apa yang terjadi pada gadis itu?"Devan lekas meningalkan kantor. Ia ingin menuju rumah sakit dan mencari sendiri keberadaan Istrinya. Untung-untung jika ia mendapatkan jejak, meskipun gadis itu tak mau kembali ia akan tetap memaksa.****"Apa? Dia sudah pergi?" Amora tidak bisa tidak bahagia mendengar kabar ini. "Kalau begitu bagus. K
Bagaikan bunga yang telah layu semua meningalkan dirinya. Sarah membuka mata pertama kali, ia berharap pertama kali yang ia lihat adalah Devan sang suami, tapi siapa sangka malah Jaya yang tengah tertidur di sampingnya.Saat ia ingat bergerak pria itu terbangun lebih dulu, ia terlihat bahagia mendapati Sarah telah bangun."Ya Allah... Kamu udah bangun. Tunggu sebentar, biar ku panggilkan dokter sekarang." Sarah menatap miris. Tak percaya malah mantan kekasihnya yang menjaganya, sedangkan suaminya dimana?"Dimana suamiku?"Jaya membeku saat suara kecil Sarah menanyai keberadaan suaminya. Ia harus jawab apa?Sedangkan Devan sudah beberapa hari tak datang ke sini menjaga Istrinya. Pria itu sepertinya masih terlalu sibuk dengan bayinya, sampai melupakan Sarah begitu saja."Kenapa kamu tak menjawab? Ahhh.... Kenapa perutku sakit sekali!!" Sarah merteriak perih saat merasakan perutnya sakit bercampur ngilu. "Astaghfirullah... Jangan gerak dulu, Sar. Luka operasi mu belum sembuh, tunggu do