Share

Bertemu Cleo

Sedikit memaksa, Morgan berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya di dalam sana. Ia melihat wajah Vallen yang sudah banjir dengan air mata. Tidak tersisa sedikit pun rasa iba di dalam diri Morgan saat melakukan hal itu. Pria itu memaju mundurkan pinggulnya untuk memompa batang kemaluannya di dalam lembah kenikmatan yang sangat ia rindukan itu. Sepuluh tahun lamanya Morgan tidak pernah merasakan rudalnya bangkit saat bersama seorang wanita, bahkan saat wanita itu sudah berdiri tanpa sehelai benang pun di depan matanya.

“Tolong … hentikan! Sangat sakit … aku bukan Vallen-mu itu,” rintih Vallen dengan suara parau karena sudah berjuang keras menahan rasa sakit akibat sodokan benda tumpul di area kewanitaannya itu.

Namun, mendengar hal itu membuat Morgan semakin keras menghentakkan pinggulnya sampai ia merasakan rudalnya menyentuh dinding rahim Vallen. Suara rintihan dan teriakan Vallen seolah menjadi satu alasan yang membuat Morgan menjadi sangat bersemangat dalam menyetubuhi wanita itu. Tanpa ada jeda, Morgan terus menghujam rahim Vallen dengan aset berharganya itu. Hingga Morgan merasakan sesuatu di ujung kemaluannya mendesak ingin segera dilepaskan.

“Ouuugghhh … Arrgghhh …,” erang Morgan saat merasakan cairan kental berwarna putih susu itu menyemprot pada dinding rahim Vallen dan Vallen merasakan hangatnya cairan itu masuk dan menyentuh rahimnya.

“Kau … kau membuangnya di dalam. Aku tidak ingin mengandung anak pemerkosa seperti dirimu!” pekik Vallen dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya saat ini.

“Tentu saja. Kau harus mengandung anakku! Aku akan melakukannya terus sampai kau mengandung anakku!” jawab Morgan dan memakai kembali jubah tidurnya.

Kemudian Morgan duduk di sisi ranjang itu, membiarkan Vallen yang masih dalam keadaan polos menangis meratapi nasib dirinya yang malang. Ia sudah diculik, disiksa, dan sekarang diperkosa dengan sangat kejam oleh lelaki yang tak dikenalinya. Bagaimana Vallen bisa menganggap bahwa hidupnya masih cukup berarti saat ini. Namun, ia merasa tidak ada gunanya melawan untuk saat ini. semua hanya menjadi sia-sia dan semakin membuatnya menderita. Vallen memang tidak mengenal pria yang sudah menyetubuhinya dengan brutal itu, akan tetapi ia sadar bahwa pria itu tidak akan membiarkannya pergi begitu saja setelah mengatakan semua hal yang semakin membuat Vallen merasa tidak ada jalan untuk keluar dari tempat ini.

Morgan menyalakan sebatang rokok dan mengatur napasnya. Udara dingin dari mesin pendingin ruangan seakan perlahan mampu mendinginkan tubuhnya yang tadi selesai bekerja keras dan penuh dengan keringat. Morgan terlihat sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting dengan wajah yang serius. Namun, tidak lama kemudian ia mematikan api rokok di atas punggung kaki Vallen yang sedang meringkuk di belakangnya.

“Aaaa …,” jerit Vallen menahan sakit.

Ada luka bakar yang jelas terlihat di sana dan Vallen semakin menangis menahan rasa sakit yang bertambah. Rasanya tidak ada habis-habisnya penyiksaan yang diberikan Morgan padanya sejak ia sadar dari pingsannya dan menyadari bahwa ia sudah berada di rumah penuh dengan kekejaman dan penyiksaan itu. Vallen merasa lelah untuk menangis dan menjerit pun terasa percuma. Tidak ada satu pun orang yang datang untuk menanyakan apa yang terjadi apalagi untuk menyelamatkannya dari tempat ini.

“Kau akan berada di sini selamanya. Melayaniku setiap aku membutuhkanmu, Vallen. Itu lah cara terbaik untuk kau membayar semua dosa dan kesalahanmu padaku di masa lalu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Ingat! Kau harus mengandung dan melahirkan anakku sebanyak mungkin. Setelah kau melahirkan anak laki-laki untukku, mungkin aku akan berpikir untuk melepaskanmu dari tempat ini. Namun, jika kau melahirkan anak perempuan dan memiliki wajah yang mirip denganmu, maka dia pun akan bernasib sama seperti dirimu!” ucap Morgan penuh penekanan dan seakan mampu membuat Vallen serasa mati berdiri saat ini. Ia tidak pernah menyangka, di dunia luar ada lelaki kejam dan sangat tidak punya perasaan seperti Morgan, yang bahkan tega menyiksa dan memperkosa wanita tanpa rasa ampun.

“Apa yang sedang Anda pikirkan, Nona Muda?” tanya Leo mengejutkan Vallen dari lamunannya.

Vallen kembali tersadar bahwa kejadian memalukan itu sudah berlalu. Bahkan, saat ini ia sedang terbaring lemah dengan sebuah infus di punggung tangannya. Pergelangan tangannya pun sudah dijahit dan diperban karena ulahnya yang berusaha melukai diri untuk mencoba mati.

“Siapa kau?” tanya Vallen dengan raut wajah ketakutan. Ia berpikir Leo adalah pria lain yang akan memperlakukannya seperti Morgan memperlakukannya tadi.

“Aku Leo. Asisten pribadi Tuan Morgan. Tuan Morgan berpesan agar Anda segera menghabiskan makan siang ini dan meminum obat setelahnya,” jawab Leo dan memberikan arahan sesuai dengan pesan yang disampaikan Morgan padanya beberapa saat lalu.

“Bawa makanan itu kembali dan katakan padanya bahwa aku tidak akan pernah memakan apa pun yang diberikan lelaki iblis itu padaku!” ungkap Vallen meluapkan kemarahannya pada Leo.

“Maaf, Nona. Tapi, jika Anda tidak makan, maka putri Anda bisa dipastikan tidak akan menerima satu butir nasi pula saat ini,” ancam Leo yang menirukan semua ucapan Morgan padanya tadi.

“Putriku? Jadi lelaki iblis itu mengancamku dengan menggunakan Cleo?” tanya Vallen tak percaya dan matanya sudah berkaca-kaca mengingat bagaimana keadaan putrinya saat ini.

“Tuan Morgan, Nona. Bukan lelaki iblis!” ralat Leo dengan nada datar dan penuh penekanan karena merasa Vallen terlalu berani menyebut Morgan dengan sebutan seperti itu.

“Morgan? Jadi nama iblis itu Morgan? Katakan padanya, nama Morgan terlalu bagus untuk kelakuannya yang biadap!” sahut Vallen lagi dengan tatapan benci.

Leo tidak mengerti lagi bagaimana menghadapi dan membalas perkataan Vallen. Sejujurnya, Leo mengakui bahwa kelakuan Morgan memang sudah seperti kelakuan iblis. Namun, tetap saja ia tidak bisa membiarkan orang lain mengatakan hal itu tentang tuannya. Leo meletakkan nampan berisi menu makan malam dan buah-buahan. Serta ada beberapa butir obat juga segelas air putih di sana. Leo bersikeras melakukan tugasnya sampai Vallen benar-benar mau untuk makan. Jika tidak, tentu saja ia akan mendapat imbasnya karena Morgan akan menghukumnya saat tidak bisa menyelesaikan satu tugas mudah seperti itu.

“Ingat nasib putri Anda yang saat ini sudah berada di tangan Tuan Morgan, Nona. Bagaimana pun juga, semua tergantung pada sikap Anda.” Leo berkata sekali lagi seolah memperingati Vallen dengan ucapannya yang seperti sedang mengancam.

“Baik. Aku akan memakannya. Aku akan melakukan apa pun yang tuanmu perintahkan. Asalkan, dia membawa putriku dengan aman dan selamat ke sini. Aku ingin putriku berada di sampingku, dia sendirian saat ini,” pinta Vallen dengan nada memelas pada Leo.

“Anda tidak mempunyai hak untuk bernegosiasi dengan Tuan Muda. Namun, aku tetap akan menyampaikan permohonan Anda padanya nanti,” jawab Leo dan berjalan meninggalkan Vallen di dalam ruangan itu.

Setelah kepergian Leo dari kamar itu, Vallen mengambil nampan di atas nakas dengan penuh perjuangan karena seluruh badan dan tangannya terasa sakit. Hati Vallen sangat sedih saat membayangkan Cleo tengah menangis menanti dirinya saat ini. “Cleo … apakah kau sudah makan, Nak? Tunggu Mami, Mami akan menjemput dan kita akan pulang ke pulau. Orang-orang di sini sangat jahat. Mami tidak ingin kau merasakan apa yang Mami rasakan,” lirih Vallen sambil mengunyah makanannya yang juga sudah bercampur dengan tetesan air mata yang tak berhenti menetes.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status