Beranda / Rumah Tangga / Ranjang yang Bukan Milikku / Bab 4: Ego Mengalahkan Cinta

Share

Bab 4: Ego Mengalahkan Cinta

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 15:47:32

Alea berdiri di ruang tamu, tubuhnya seperti kehilangan kekuatan untuk menopang. Air mata terus mengalir di pipinya, tidak peduli seberapa keras ia mencoba menghentikannya. Suara pintu kamar yang terbuka kembali membuatnya tersentak. Dengan mata yang buram oleh tangis, ia melihat Arka keluar, membawa tas besar di tangan dan beberapa pakaian tergantung di lengannya.

Pria itu tidak mengatakan apa-apa, hanya berjalan melewatinya seperti orang asing. Tidak ada permintaan maaf, tidak ada penjelasan—hanya keheningan yang terasa lebih menyakitkan daripada ribuan kata kasar.

Langkah Arka berat, tetapi tidak ragu, seperti seseorang yang telah memutuskan untuk meninggalkan sesuatu yang tidak lagi berharga baginya.

“Mas,” suara Alea pecah, bergetar seperti daun di tengah badai. “Kamu mau ke mana?”

Nada suaranya memohon, penuh dengan ketakutan yang tidak bisa disembunyikan. Ia tahu, pertanyaannya mungkin terdengar sia-sia, tetapi ia tidak bisa menahan diri. Ia butuh jawaban, bahkan jika jawaban itu akan menghancurkannya lebih dalam.

Arka berhenti sejenak di depan pintu, tetapi tidak menoleh. “Itu bukan urusan kamu, Alea,” katanya dengan nada yang begitu dingin, begitu asing.

Alea terdiam. Kata-kata itu menghantamnya seperti palu yang memecahkan sisa hatinya yang sudah retak. Ia berdiri mematung, menyaksikan punggung Arka yang perlahan menjauh, melangkah keluar pintu tanpa sedikit pun keraguan.

“Mas … tunggu …” bisik Alea, hampir tidak terdengar, tetapi Arka tidak peduli. Ia bahkan tidak melirik ke belakang. Pintu tertutup dengan suara keras, seolah menegaskan batas yang tidak akan pernah lagi Alea lewati.

Kakinya bergetar, lututnya melemas hingga tubuhnya hampir jatuh. Ia meraih pinggiran sofa untuk menopang diri, tetapi rasa sakit di dadanya tidak tertahankan.

Rumah yang biasanya menjadi tempatnya merasa aman kini berubah menjadi penjara kosong, setiap sudutnya terasa dingin dan penuh bayangan kenangan yang menusuk.

Dalam hatinya, ia berteriak, "Apa aku begitu tidak berarti lagi? Apa semua ini tidak cukup baginya? Kenapa dia pergi tanpa memberi kesempatan untuk aku memperbaiki semuanya?"

Tetapi tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang terasa begitu memekakkan.

Alea meraih pegangan pintu, mencoba membukanya, tetapi tangannya bergetar hebat. Nafasnya tersengal, seolah udara di sekitarnya telah hilang.

Alea ingin mengejar Arka, ingin menahan langkahnya, tetapi ia tahu—tidak ada yang bisa ia lakukan. Pria itu sudah membuat pilihan, dan pilihan itu bukan dia.

Ia berdiri di sana, di depan pintu yang baru saja tertutup. Rumah yang tadi penuh dengan rasa sakit kini berubah menjadi kuburan bagi kenangan yang pernah membuatnya bahagia. Suara Raka tertidur di kamar menjadi satu-satunya pengingat bahwa ia tidak bisa menyerah, meskipun hatinya hancur.

“Kalau aku tahu cinta akan menghancurkan aku seperti ini, aku tidak akan pernah jatuh sedalam ini,” pikirnya, sementara air mata terus mengalir, tanpa akhir.

Pagi itu, Alea memutuskan untuk mencari jawaban. Alea tahu ia harus melawan rasa takutnya, meskipun hati kecilnya terus berbisik agar ia mundur. Dengan langkah berat, ia tiba di kantor Arka, mencoba terlihat tegar meskipun hatinya hancur berkeping-keping.

Resepsionis yang mengenalnya menyambutnya dengan senyuman kaku. “Pak Arka sedang di ruang rapat, Bu,” katanya dengan nada sopan namun terasa canggung.

Alea mengangguk, tetapi alih-alih langsung menuju ruang rapat, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara tawa dari salah satu ruangan kecil di koridor. Tawa itu terlalu akrab, terlalu menyakitkan.

Dengan langkah perlahan, ia mendekati pintu kaca buram itu. Suara Arka terdengar jelas dari dalam.

“Kamu cantik hari ini,” ujar Arka dengan nada lembut yang sudah lama tidak Alea dengar.

Lalu terdengar suara wanita yang menjawab dengan nada manja, “Kalau aku cantik, itu karena kamu yang bikin aku tersenyum hari ini.”

Tubuh Alea membeku. Jari-jarinya yang bergetar mencoba meraih gagang pintu, tetapi ia terlalu takut untuk membuka. Ia mengintip dari celah pintu kaca, dan pemandangan di dalam membuat hatinya terasa seperti dihancurkan berkali-kali.

Arka duduk di sofa, wanita itu di sampingnya—wanita yang sama dengan yang Alea lihat kemarin pagi, meskipun wajahnya tak terlihat jelas. Tapi Alea tahu.

Rambut panjangnya yang terurai sempurna, blus hitam elegan yang membalut tubuhnya, semuanya terlalu mudah diingat.

Wanita itu tertawa kecil, suaranya lembut tapi menusuk, seperti mengukir luka baru di hati Alea.

Wanita itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke Arka, tangannya menyentuh lengan Arka dengan cara yang seolah menyatakan kedekatan yang tak perlu dijelaskan lagi. Dan Arka … pria yang dulu menjadi dunianya, tersenyum. Senyuman itu. Senyuman yang dulu hanya menjadi milik Alea, kini dengan mudah diberikan kepada orang lain tanpa ragu.

Alea berdiri di ambang pintu, tubuhnya kaku seperti dihantam badai. Pandangannya terpaku pada pemandangan itu, dada terasa sesak seolah udara di sekitarnya menghilang.

Tangannya bergetar, menahan dorongan untuk melangkah masuk dan bertanya. Tetapi kakinya seperti tertanam di lantai. Napasnya tersengal saat hatinya berbisik, “Kenapa? Kenapa senyuman itu bukan lagi untukku?”

Alea mundur beberapa langkah, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Tubuhnya terasa seperti beban berat yang sulit digerakkan. Ia ingin masuk, ingin meminta penjelasan dari pria yang dulu berjanji untuk selalu menjaganya. Tapi kakinya terpaku di tempat, seolah ketakutan pada kenyataan yang mungkin akan ia dengar.

Namun, sebelum ia sempat menjauh, pintu ruangan terbuka. Arka keluar dengan langkah mantap, tetapi wajahnya berubah seketika saat melihat Alea berdiri di sana. Ekspresi terkejutnya hanya bertahan sedetik, digantikan dengan raut dingin yang sudah terlalu sering Alea lihat akhir-akhir ini. 

‘Jadi, memang ada wanita lain yang membuatmu berubah, ya?’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ranjang yang Bukan Milikku   BAB 171: Akhir Kisah

    Arka baru saja keluar dari ruang pemeriksaan, berdiri hanya beberapa langkah dari Alea. Mata hitamnya tajam, menusuk tanpa perlu banyak kata. Sorotnya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kehadiran, sebuah peringatan yang tak perlu diucapkan.Randy mengerti pesan itu. Ia bisa merasakannya, bisa melihatnya dalam ekspresi Arka yang dingin dan penuh penguasaan.Dan entah kenapa, hal itu menusuknya lebih dalam daripada yang seharusnya.Di hadapannya, ada Alea, wanita yang ia cintai dengan sepenuh hati. Tetapi di sampingnya, berdiri pria yang memiliki ikatan lebih kuat dengannya. Ikatan yang tak bisa ia lawan, tak peduli seberapa besar keinginannya untuk tetap berada di sisi Alea.Ada perbedaan mendasar di antara mereka.Jika Alea terluka, Randy akan selalu datang untuknya. Tetapi Arka? Arka adalah luka itu sendiri. Luka yang menyakitkan, yang merobek, tetapi pada akhirnya, luka itu juga yang mengajarkan Alea cara untuk bertahan.Randy menelan ludah, lalu perlahan menundukkan k

  • Ranjang yang Bukan Milikku   BAB 170: Kehilangan dan Penyadaran

    Hari-hari berlalu, tetapi keheningan yang mencekik sejak perpisahannya dengan Randy masih mengurung Alea dalam kesedihan yang tak berujung. Ia meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusan terbaik, tetapi hatinya tetap terasa hampa. Luka yang tak terlihat itu tetap ada, menyelimuti dadanya dengan perasaan kehilangan yang sulit diungkapkan.Namun, di tengah kekalutan itu, hidup kembali memberinya ujian yang lebih besar.Saat sedang berada di pusat terapi seni, ia merasakan ponselnya bergetar di atas meja. Awalnya, ia enggan mengangkatnya, tetapi ketika melihat nama sebuah rumah sakit yang muncul di layar, detak jantungnya langsung berdebar keras.Dengan tangan sedikit gemetar, ia menekan tombol jawab."Halo?""Apakah ini ibu dari Raka Wicaksana?" Suara seorang perawat terdengar di seberang sana.Jantung Alea mencelos. "Iya, saya ibunya. Ada apa dengan Raka?""Putra Anda mengalami kecelakaan. Kami membawanya ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Anda harus segera datang."Dunia Alea seke

  • Ranjang yang Bukan Milikku   Bab 169: Perpisahan

    Alea berdiri di depan cermin panjang di sudut galeri, menatap bayangannya sendiri seperti melihat seseorang yang tak lagi ia kenali.Cahaya lampu galeri yang temaram membentuk siluetnya, tubuh yang dulu ia banggakan kini tampak begitu rapuh. Matanya sembab, kelopak merah, jejak tangis yang terlalu lama ditahan membuat wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya. Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara memenuhi paru-parunya, seolah itu bisa menguatkannya.‘Ini yang terbaik,’ ia berbisik dalam hati. Ini yang seharusnya terjadi.Suara-suara itu masih menggema di telinganya."Dia janda, Randy. Dan dia punya anak. Apa kamu benar-benar sudah memikirkan ini?""Cinta saja tidak cukup."Alea menggigit bibir, mencoba menghalau perih yang tiba-tiba menyusup ke dadanya. Ia tahu sejak awal bahwa menjalin hubungan dengan Randy tidak akan mudah. Ia sadar ada batas yang mungkin tidak bisa mereka langkahi. Namun tetap saja, kata-kata itu terasa seperti palu yang menghantam hatinya berkali-kali.L

  • Ranjang yang Bukan Milikku   BAB 168: Pilihan

    Di tengah keramaian pameran, Alea sibuk menjelaskan sebuah lukisan kepada beberapa pengunjung. Cahaya hangat dari lampu-lampu galeri memantulkan bayangan samar di lantai marmer, menciptakan atmosfer elegan yang kontras dengan kegelisahan yang perlahan menyusup ke dalam dirinya.Di sudut ruangan, Randy berdiri diam, memperhatikan Alea dengan senyum bangga. Ia kagum melihat bagaimana perempuan itu mampu menguasai ruangan, berbicara dengan percaya diri, dan membuat orang-orang terpukau dengan caranya bercerita tentang seni.Namun, suasana yang tenang itu berubah seketika saat dari arah pintu masuk, sepasang suami istri berpenampilan elegan melangkah masuk. Mereka tampak mencari seseorang, tatapan mereka menyapu ruangan dengan penuh tujuan.“Randy!” panggil wanita itu dengan nada ramah tetapi tegas.Randy menoleh. Wajahnya seketika berubah. Ada keterkejutan dalam matanya, diikuti dengan ketegangan halus yang sulit disembunyikan.“Ma, Pa?”Alea yang baru saja menyelesaikan penjelasannya ke

  • Ranjang yang Bukan Milikku   BAB 167: Bertemu Kembali

    Arka menatapnya, matanya tajam seperti biasanya. “Perusahaan kami adalah salah satu sponsor acara ini,” jawabnya singkat, nada dinginnya terasa menusuk.“Dan kamu? Apa alasanmu ada di sini?”Randy mengangguk ringan, berusaha menjaga ketenangannya. “Aku datang untuk mendukung Alea,” jawabnya jujur, meskipun ia bisa merasakan atmosfir di antara mereka berubah tegang.Arka mengangkat alisnya sedikit, sebuah gerakan kecil yang menunjukkan ketidakpuasannya.“Mendukung Alea?” tanyanya, meskipun sebenarnya ia sudah tahu jawabannya. “Kamu sepertinya cukup sering ada di dekatnya akhir-akhir ini.”Randy tersenyum kecil, meskipun ia tahu ada pertanyaan terselubung di balik kata-kata itu. “Iya, aku memang sering di dekatnya. Karena aku peduli sama dia. Sama Raka juga.”Arka mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, berusaha mengendalikan emosi yang mulai muncul.“Raka?” ulangnya, nada suaranya semakin rendah. “Jadi, kamu pikir kamu cukup peduli untuk ada di kehidupan mereka?”Randy menatap Arka dengan

  • Ranjang yang Bukan Milikku   Bab 166: Di Balik Kanvas

    Alea menggeleng sambil tertawa kecil. “Jangan lebay.”“Tapi itu kenyataannya,” Randy bersikeras dengan senyum lebar. “Aku nggak bakal melewatkan momen penting dalam hidup kamu.”“Dan aku juga berharap dapat panduan khusus dari kamu. Siapa tahu ada cerita menarik di balik karya-karya itu.”Alea tertawa kecil. “Aku nggak bisa janji cerita semuanya. Banyak yang terlalu pribadi.”“Fair enough,” Randy mengangkat bahu sambil tersenyum. “Aku tetap nggak sabar buat datang dan lihat kamu bersinar di tempat kerja kamu.”Alea terdiam sejenak, memandangi Randy dengan rasa terima kasih yang sulit ia ungkapkan dengan kata-kata. “Makasih, Randy. Aku… aku senang kamu mau datang.”“Selalu, Alea,” jawab Randy lembut. “Aku di sini buat kamu dan Raka, kapan pun kamu butuh.”Malam itu berlanjut dengan percakapan ringan tentang pameran, tentang Raka, dan tentang seni yang membantu orang-orang menemukan diri mereka. Suasana apartemen Alea yang hangat, ditambah perhatian tulus dari Randy, membuat malam itu t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status