Helena terbangun dengan rasa nyeri di kepala. “Di mana aku?”
Ia terpaku, ketika mendengar suara napas seseorang masuk ke dalam telinganya. Helena menoleh pelan dan menemukan seorang pria tanpa baju tertidur di sebelahnya. “Ya ampun, apa yang terjadi?” Helena membeku, ia menatap dirinya ragu dan yang ditakutkan terjadi. “Ba-bagaimana ini terjadi? Aku ti-tidur dengan pria lain?” Helena tergagap, setelah dua tahun menikah, ia melepas diri untuk pria asing. Perlahan, ia menurunkan kaki dan memungut pakaiannya yang entah bagaimana bisa tercecer di atas lantai. “Bagaimana mungkin minum dua gelas bisa lupa diri.” Helena mengenakan pakaiannya dengan cepat, setelah itu keluar terburu menahan sakit yang didera. Saat itulah, Reygan membuka mata dan melihat ke arah tempat tidur Helena yang meninggalkan jejak merah. “Dia benar-benar pemula yang manis.” Reygan meraih ponselnya dan menelepon seseorang untuk mengantar pakaian untuknya. __________ Sampai di rumah, Helena masuk dengan cara mengendap. Ia begitu gugup karena kejadian yang baru saja terjadi. “Dari mana saja kau?” tanya Topan dengan kedua tangan terlipat di dada. Helena sesaat mematung, kemudian, ia menatap Topan dengan berani, “Seharusnya tidak perlu bertanya, bukankah selama ini kau tidak pernah peduli padaku?” Topan mendekat, ia ingin menarik tangan Helena, tetapi panggilan Hani menghentikannya. “Aku ingatkan padamu, ya. Jangan sekali pun melakukan kesalahan di luar. Aku tidak akan memaafkanmu jika itu terjadi.” Helena mematung, ia mengingat malam panas bersama pria asing yang menyelamatkannya semalam. Namun, dengan sekuat hati, ia tetap bersikap tenang agar Topan tidak mencarinya. “Bukankah kau juga melakukannya? Kenapa aku tidak boleh?” tanya Helena murka. “Helena, jaga bicaramu!” bentak Topan, “aku bebas melakukan apa pun karena tidak pernah mencintaimu, tapi kau—” Helena tertawa rendah, “Kau pikir aku tidak bisa, karena mencintaimu?” tersenyum kecil Helena melanjutkan, “sekarang aku menyesal karena telah mencintai pria sepertimu.” Berdecak dengan tatapan sinis, “Jangan pura-pura, Helena, kau itu mencintaiku. Sikapmu yang seperti ini hanya membuatku gelisah, kan? Kau salah besar.” “Kalau itu aku juga mengatakan jika kau salah. Aku sudah tidak peduli denganmu lagi.” Setelah mengatakan itu, Helana masuk ke dalam kamar, mengabaikan Topan yang mulai terbakar emosi dengan perkataannya. “Dia berani main-main denganku.” Helena masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya, ia segera masuk kamar mandi dan membersihkan diri. Ingatan bagaimana dia dan pria asing semalam kembali terngiang. “Bodoh sekali, bagaimana bisa aku–” Helena mengusap wajahnya kasar. “Helena, lupakan. Lupakan semuanya.” Sementara itu, di kantor MH, Topan memijat pangkal hidung kuat. Perubahan Helena begitu terlihat dan mengusik hidupnya. “Ada apa Pak?” Hani mengusap lengan Topan lembut. “Helena,” ujarnya pelan, “aku merasa dia semakin berani padaku.” Hani tersenyum kecil seraya meraba dada Topan lembut. “Kenapa tidak menceraikannya saja. Setelah itu kita—” Topan menyentak tangan Hani kuat. Pria itu, kemudian menatap kekasihnya tajam. “Tidak bisakah kau bersabar? Jika aku bercerai dengannya, maka perusahaan MH ini tidak bisa kumiliki.” “Tapi, Sayang, bukankah ayahnya sudah menyerahkan tanggung jawab padamu?” Menggeleng lemah, tatapan Topan tertuju pada dinding kaca ruangannya. “Bukan seperti itu. Ayah mertuaku memang menyerahkan surat wasiat dengan syarat kami memiliki anak.” Hani menoleh cepat, ia mengepalkan tangan kuat sambil mengutuk keluarga Helena di dalam hati. “Sayang, kau ingin memberikan anak–” Topan tertawa rendah, pria itu menatap Hani serius, “Anak? Jangan bicara omong kosong, Hani. Aku memang menginginkan jabatan itu, tetapi memberikan anak untuk Helena itu mustahil.” Namun, berbeda dengan Topan, Hani justru sedang memikirkan cara lain untuk membuat Helena hamil. Setelah itu, maka semua kekayaan yang Topan dapatkan akan menjadi miliknya. “Bagaimana kalau kita pikirkan cara lain. Selain memberikan anak, apa yang bisa membuat harta itu menjadi milikmu?” Topan memicingkan mata, ia melihat banyak sekali ambisi dalam tatapan kekasihnya. Hani adalah wanita yang dicintai, tetapi karena perjodohan mereka terpisah. “Sayang, tatapan matamu tidak bisa berbohong, aku melihat bahwa kau sangat berambisi mendapatkan kekayaan Helena,” ujar Topan penuh keyakinan. “Aku … ah, kau salah paham. Aku hanya ingin kau tidak rugi telah bekerja dengan mereka. Setidaknya, ada hasil untukmu, kan?” ujar Hani dengan senyum yang mengandung rayuan. Menghela napas pelan, Topan mengangguk. “Jangan pikirkan apa pun. Kekayaanku tidak akan membuatmu miskin. Sekarang kembali ke ruangan itu, aku ada pekerjaan.” “Tapi Sayang–” “Hani, jika ada yang mendengar kau memanggilku dengan sebutan itu. Kita berdua bisa dapat masalah. Pergilah!” Mau tidak mau, Hani keluar dari ruangan Topan dengan menghentak kesal. “Ini semua karena Helena.” _______________________________ “Kau sudah dapatkan informasi tentangnya?” ReYgan menoleh sedikit ke arah pria yang baru masuk. Pria itu menyerahkan dokumen berwarna biru tua seraya mengangguk. “Lebih baik lupakan saja dan terima permintaan nenek Anda, Pak.” Tidak memedulikan itu, Reygan hanya mendengus kecil, membaca dengan seksama laporan yang asistennya berikan. “Helena Kinara, putri satu-satunya tuan Vincent,” ucapnya dengan bibir tersenyum, tetapi setelah ia membaca keseluruhan senyumnya memudar. “Sudah menikah?” Fandy—asisten Reygan mengangguk. “Seperti yang Anda baca, Pak. Nona Helena sudah menikah dua tahun lalu, tetapi—” “Tetapi apa?” Reygan tidak mengerti, jika Helena sudah menikah selama itu, lalu bagaimana bisa tidak bisa berciuman apalagi bercak itu, Reygan melihat ke arah Fandy kembali, “tapi apa?” “Hubungan mereka tidak baik. Informasi yang saya dapatkan, suami nona Helena–tuan Topan memiliki kekasih bernama Hani, mereka saling mencinta, tetapi karena dijodohkan dengan nona Helena, akhirnya mereka melanjutkan asmara di belakang keluarga.” Reygan melempar dokumen tadi dengan keras ke atas meja. “Laki-laki tidak berguna.” Fandy tersentak, ia melirik elan ke arah bosnya dan berkata, “Pak, itu urusan rumah tangga orang lain. Kita sebaiknya—” Fandy mengatupkan bibir, ia tahu jika suasana hati Reygan tengah buruk setelah malam tadi. “Katakan ada laporan apa lagi?” Fandy menyerahkan undangan berwarna merah terang. “Anda memiliki undangan malam nanti, Pak.” “Batalkan!” tolak Reygan langsung. “Tapi, dalam acara itu semua pebisnis dan investor hadir,” papar Fandy menyayangkan keputusan bosnya.” “Kau saja yang wakilkan,” tolak Reygan sekali lagi. Melihat keras kepala bosnya, Fandy berbisik, “Tapi, nona Helena dan suaminya juga datang dalam acara itu,” kata Fandy yang berhasil membuat Reygan melihat ke arahnya. “Kau yakin mereka akan datang?” Fandy mengangguk jelas. “Saya tidak mungkin memberikan informasi yang salah pada Anda.” Tersenyum cerah, Reygan segera berdiri dan mengeluarkan kartu untuk fandy. “Kau cari pakaian yang pantas untuk kita berdua. Aku ingin tampil menarik malam ini.” ‘Ada apa dengan Pak Reygan, Apakah dia–”Gugup karena ditatap seperti itu Helena berdehem, ia mengeratkan pakaiannya ketika Reygan tidak sengaja menurunkan pandangannya.Reygan yang tahu dengan pikiran Helena justru tertawa rendah, ia pindah posisi dan duduk di sebelah Helena dengan nyaman, meraih tangan wanita yang diincarnya seraya mengecupnya pelan.“Kenapa menatapku seperti itu,” ujar Helena malu.“Kau malu? Aku bahkan sudah melihat semuanya.” Reygan membawa wajah Helena menghadap padanya.“Apa yang kau katakan?” Malu dengan ucapan Reygan yang terlalu terus terang, Helena kembali memalingkan wajah.Tersenyum lembut, Reygan merebahkan kepala pada sandaran sofa seraya memeluk pinggang Helena dengan posesif. “Apa selama kita tidak bertemu kau pernah memikirkan aku?”Bukan mengatakan langsung, Reygan hanya berani mengatakan itu di dalam hati seraya menatap cinta pada wanita yang terdiam seperti patung dala sentuhannya.Ia mendesah, lalu memejamkan mata di sebelah Helena, tetapi belum lama melakukan itu, suara ponsel Helena b
Saat mobil Reygan meninggalkan kediaman Dewi dengan kecepatan penuh, barulah Topan keluar dengan berlari mengejar Helena yang dipikir masih berdiri di halaman rumah menunggunya.“Helena!” teriaknya karena tidak menemukan lagi mobil siapa pun di sana.Ia meninju udara karena lagi-lagi terlambat, tidak lama Hani pun turut keluar, ia melihat sekeliling dan tidak menemukan Helena selain Topan. Ia melangkah pelan seraya tersenyum kecil.“Kau di sini?” katanya seolah tidak tahu siapa yang Topan cari.Topan menoleh, melihat Hani yang tersenyum ke arahnya. “Kenapa keluar, masuklah dan temani ibuku.”Mendesah pelan, Hani merangkul tangan Topan dengan erat. “Kita masuk bersama, kau sendiri tahu bagaimana ibumu padaku, dia tidak akan melihatku sebagai manusia yang baik.”Mengangguk mengerti, Topan akhirnya membawa kembali Hani masuk ke dalam rumah. Ia tahan diri menemui Helena untuk sementara waktu agar ibunya dan Hani saling menerima satu sama lain.“Ayolah!” mereka berjalan masuk menjadi pusat
Helena membalas tatapan wanita di hadapannya, “Nyonya, saya tidak tahu kenapa Anda terus menyudutkan saya sejak tadi.”Menelan ludah kasar, wanita muda tadi segera membawa putrinya menjauh. Ia tidak akan mengambil resiko menyinggung Helena yang memiliki kesempatan untuk menjatuhkan mereka.“Ibu, ada apa denganmu?” kata putrinya yang bingung karena tiba-tiba saja ditarik, “ini kesempatan kita untuk dekat dengan nona Helena, aku sangat ingin menjadi salah satu modelnya, Bu.”Dia hanya bisa menatap Helena dari jauh dengan kecewa, sedikit lagi jika dipaksa, mungkin saja Helena bisa mempertimbangkan dirinya, tidak masalah jika hanya menjadi model singkat asalkan bisa memakai rancangan itu degan gratis.“Kau bodoh? Jelas tadi dia menolakmu,” katanya mengingatkan putrinya bagaimana Helena yang terang-terangan menolak mereka.“Bu, tapi kita bisa membujuknya, kan. Aku sangat ingin menjadi bagian dari rancangannya.” Linda masih tetap berharap mendapatkan kesempatan itu.Wanita tadi pun menyesal
Melihat kondisi Hani yang semakin yang tengah hamil, Topan mencoba menahan diri untuk tidak kelepasan. Ia mendengar semua ocehan Hani yang tetap meminta agar dia menemui mantan mertuanya. Wanita ambisius di depannya tidak selalu mengerti bahwa posisi mereka saat ini tidak menguntungkan.“Kau mendengarku?” Hani mengibaskan tangan.“Aku tidak bisa melakukan ini,” tolak Topan tegas, “ayah mertuaku sudah pasti mendengar bahwa kami sudah berpisah,” kata Topan selanjutnya.Mengangguk mengerti, Hani tetap meminta Topan untuk memikirkan cara agar dia kembali bekerja di perusahaan itu untuk kelangsungan hidupnya dan anak dalam kandungannya. “Aku mengerti, karena itu katakan padanya jika dalam hal ini aku–”“Sudah cukup, Hani.” Topan menggeleng segera. Ia tidak akan mengambil jalan salah kali ini, sudah cukup masalah ia mengikuti ucapan Hani lagi.“Mulai sekarang, lebih baik kita tidak saling bertemu. Aku akan memberi uang untuk anak dalam kandunganmu setelah mendapatkan pekerjaan yang sesuai,”
Alea menoleh pada sosok cantik dengan penampilan anggun di sebelah Sinta–dia adalah Helena–-putri satu-satunya Vincent. Berdiri dengan tatapan tidak beralih pada Helena, Alea mencoba untuk tidak gentar dengan tatapan itu.Tersenyum lembut, Helena mempersilakan Alea ikut dengannya, “Silakan Nona.”Tanpa membalas senyuman itu, Alea pun berdiri mengikuti Helena ke tempat yang lebih sunyi. Ia tidak tahu, apakah yang dilakukan ini benar, tetapi sangat yakin bahwa Reygan menyukai wanita bersuami di hadapannya.“Aku tahu, kedatangan Nona bukan untuk mencari gaun, melihat dirimu jauh lebih berbakat dariku,” kata Helena mengingat setiap detail pakaian yang Alea pamerkan, “katakan saja, aku akan mendengarnya.”“Syukurlah jika Nona sudah tahu,” balas Alea ketus, ia melihat sekeliling lalu melihat ke segala arah seraya berkata pelan, “aku tahu, kau dan Reygan ada hubungan karena itu jauhi dia sebelum ada yang tahu dan namamu rusak.”Tubuh Helena menegang, ia tidak pernah mengira jika ada yang tah
Sudah hampir setengah jam mereka berdua saling diam. Kopi susu yang Sinta bawa untuk mereka berdua pun kini sudah hampir dingin karena didiamkan begitu lama.Helena menghela napas pelan, menatap paa Reygan yang masih setia menunggu dirinya di depan meja, “Tuan, kau tidak bekerja?” tanyanya mulai jengah.“Bekerja.” Reygan menjawab seraya menatap jam tangan mahal miliknya, ia terbelalak karena sudah lama duduk, tetapi rasanya baru saja menempelkan bokong di sofa.Reygan segera berdiri, mengeluarkan ponsel dan menelepon Fandy untuk memastikan sesuatu. “Halo bagaimana?” tanya Reygan sedikit cemas, ia benar menyesal karena tidak menyadari telah kehilangan banyak waktu.Diam-diam, Helena menguping mencoba menangkap obrolan yang terdengar serius. Namun, ketika ia tidak sadar tak sengaja menabrak dada bidang hingga tubuhnya hampir terhuyung.“Hati-hati.” Dengan langkah cepat, Reygan menangkap tubuh Helena masuk dalam pelukannya, membuat tubuh mereka saling menempel satu sama lain.Tatapan me