Helena duduk seorang diri, menyaksikan para tamu undangan yang terlihat mencari muka satu sama lain.
“Ch, aku tahu, mereka semua hanya berdusta,” gumamnya menatap malas lada semuanya. Tatapannya tertuju ke arah Topan—suaminya yang tampan dan berkarisma. Pria itu, adalah cinta pertamanya, tetapi dia bukan cinta pertama bagi Topan. “Sangat miris sekali,” desahnya memikirkan nasibnya yang malang. Helena menyesap pelan minuman di tangannya ketika Hani datang mendekatinya dengan wajah palsu. “Selamat malam, Nyonya,” sapanya, “jika tidak keberatan, aku bisa menemanimu di sini.” “Jangan pura-pura baik padaku, Hani. Pergilah, wangi parfummu membuatku mual.” “Kau!” Hani memejamkan mata, ia mendekat ke arah Helena dan duduk di sebelahnya. “Dengar, ya. Topan itu tidak mencintaimu, jadi tolong sadar diri dan bercerai saja darinya,” bisik Hani mencoba terlihat tenang di antara banyak tamu. Ia menatap Helena lagi, tatapan wanita itu tetap sama—datar dan tidak berperasaan padanya, “Jangan kira karena kau itu memiliki banyak uang lantas bisa seenaknya,” tukas Hani lagi memanasi, hanya ini cara lain untuk menyelamatkan Topan dari Helena. “Tidak bisakah kau menjauh Hani. Aku tidak suka dengan aromamu!” usir Helna dengan bibir mencebik, “jangan takut, aku juga sudah tidak peduli ada priamu itu. Kalian sama-sama tidak berguna bagiku.” Merasa terhina dengan ucapan menohok Helena, Hani lantas berdiri dan hendak menampar, tetapi ketika para tamu menyebut nama Reygan ia segera menoleh dengan senyum merekah. “Akhirnya dia datang juga,” katanya dengan senyum merekah, lalu dengan senyum mengejek melihat pada Helena yang tampak masa bodoh. “Lihatlah, setelah Topan bekerja sama dengan tuan Reygan, kau akan semakin terabaikan,” ujarnya merasa yakin bisa mendapatkan kerja sama dengan CEO BMS. Berdecih, Helena menatap malas ada kekasih suaminya, “Pergilah Hani. Atau benar telingamu bermasalah hingga tidak mengerti jika aku tidak suka dekat denganmu.” “Kau!” Hani mengepalkan tangan, tetapi karena tidak ingin membuat keributan, ia segera angkat kaki dan mencari keberadaan Topan. “Pria seperti apa sih sampai semua orang harus ber—” Mata Helena terbelalak ketika tatapannya langsung tertuju pada sosok pria yang tengah berdiri di hadapan Topan saat ini. Dia berdiri dengan tubuh bergetar. “Di-dia, bagaimana bisa dia ada di tempat ini?” Berharap tidak ada yang menyadari ekspresinya, Helena berusaha untuk meninggalkan acara, tetapi sayangnya, Topan menyadari itu dan memanggilnya. “Helena, berhenti!” Menelan ludah susah payah, Helena menoleh pelan ke arah Topan yang sudah menyambutnya dengan senyum aneh. “Kau mau kemana?” bisik Topan segera, “jangan sampai kerja sama dengan tuan Reygan batal karena kau tidak bisa kerja sama,’ ujarnya kembali lagi. “Tuan Reygan,’ ucap Helena tidak melihat pria yang Topan maksud selain pria yang malam itu bersamanya. “Aku mendadak tidak enak badan,’ kilahnya, ‘kau bisa meminta Hani menyakinkannya seperti biasa, kan?” “Helena, jangan cari masalah,’ ucap Topan mencoba tidak terpancing, ‘ini adalah kesempatan baik untuk perusahaan juga, ikut denganku atau kau tahu akibatnya.” “Tidak mau!’ tolak Helena dengan yakin, baginya lebih baik bermasalah dengan Topan dibanding bertemu dengan pria asing di sana. “Helena, jangan cari masalah,’ pungas Topan sekali lagi, ia menarik tangan Helena dan membawanya bertemu dengan Reygan. Topan menggeser Hani dengan pelan agar Helena bisa berdiri dengan tenang di sebelahnya. Sikap terkesan lucu yang hanya beberapa orang saja yang mengetahui tentang hubungan mereka. "Tuan Regan, perkenalkan istri saya Helena Kinara,” ucap Topan memperkenalkan Helena pada Reygan yang tak berkedip melihat Helena yang berusaha untuk menghindari tatapannya. “Helena, ya,’ ucapnya terdengar mengerikan di telinga yang punya nama. “Cepat beri salam,’ tegur Topan dengan suara pelan, ‘jangan sampai tuan Reygan tersinggung dan kau kena masalah.” Helena mengangkat wajah perlahan, menatap dengan takut pria di hadapannya seraya mengulurkan tangan. ‘Senang bertemu denganmu, Tuan Reygan.” Tidak menyiakan kesempatan, Reygan segera meraih tangan halus yang dirindukan dan menggenggamnya lembut. “Benarkah? Aku juga senang bertemu denganmu lagi.” “Bertemu lagi?” Topan menoleh curiga pada Helena yang segera melepas tangannya paksa. “Nyonya, ternyata Anda pernah bertemu dengan tuan Reygan sebelumnya?” Hani yang mendapatkan kesempatan untuk menjebak Helena segera buka suara. “Saya tidak mengira jika—” “Topan, bisa kau minta sekretarismu diam.” Helena melirik Topan malas untuk menegur Hani yang selalu merusak situasi. Hani menghentakkan kaki lantas meninggalkan perkumpulan dengan kesal. Melihat iu, Topan khawatir kekasihnya marah dan hubungan mereka bermasalah. “Maafkan saya Tuan Reygan, saya harus ke toilet.” Topan meninggalkan Helena sendiri dalam masalah besar. Pria itu, tidak tahu, jika pria yang tengah menatap istrinya sedang dalam rencana besar. “Senang bertemu dengan Anda, Tuan. Saya juga harus—” “Jika senang kenapa harus terburu-buru Sayang?” Fandy melotot, ia tidak pernah mendengar kata itu selama ia bekerja dengan Reygan. Bahkan wanita-wanita banyak yang mendekatinya, tetapi justru bosnya terjebak pada istri orang lain. Helena meremas gaunnya kuat, ia menoleh pelan ke arah Reygan dengan senyum canggung. ‘Tuan, tidak bisakah kau kecilkan suaramu?” Reygan mendekat, meniup daun telinga Helena hingga wanita itu menutup mata. “Jangan kira kau bisa lolos, Nona. Kau bahkan tidak berterima kasih setelah memberikan—” “Tutup mulutmu!’ Helena segera melangkah cepat meninggalkan pesta dengan wajah merah karena malu. “Helena, kamu dalam masalah.” Helena tidak memedulikan siapa pun, ia bahkan tidak peduli ketika melihat Topan dan Hani bermesraan di tempat gelap. “Haha, dia sangat manis,’ tawa Reygan melihat tingkah menggemaskan Helena. ______________ “Sudah kau dapatkan alamatnya?” tanya Reygan dengan tatapan lurus ke arah jalan. Mereka telah kembali setelah semalaman menghabiskan waktu berbasa-basi dengan orang-orang yang bermuka dua. “Nona tinggal di Vila yang tidak jauh dari tengah kota, Tuan. Mereka tinggal bertiga dengan Hani yang menjadi kekasih suaminya.” Reygan terkekeh kecil, ia tidak tahu bagaimana bisa Helena bisa hidup dengan lelaki yang tidak berperasaan seperti Topan. “Tuan, apa Anda benar-benar jatuh cinta padanya?” Reygan tidak menjawab, tatapannya tetap lurus dan dingin, “Urus pertemuan selanjutnya dengan Topan. Kita bisa memberikan kesempatan bekerja sama dengannya.” Fandy mengerutkan kening, tetapi ia tetap menyetujui permintaan tuannya. “Saya akan urus secepatnya, Tuan.” Sementara itu di tempat lain, Helena tidak bisa tenang setelah bertemu dengan Reygan. Setiap kali ia memejamkan mata, kemesraan mereka kembali terbayang dengan jelas. ‘Ingatan apa ini?” teriaknya seraya melempar selimut tebalnya turun dari ranjang. Pintu kamarnya terbuka, Topan masuk dengan keadaan berantakan—pria itu mabuk. Ia mendekati Helena, menatap istrinya yang ternyata lebih menarik dari wanita mana pun. “Helena, tidak kusangka jika kau sangat cantik,” katanya. ‘Jangan berani–”Gugup karena ditatap seperti itu Helena berdehem, ia mengeratkan pakaiannya ketika Reygan tidak sengaja menurunkan pandangannya.Reygan yang tahu dengan pikiran Helena justru tertawa rendah, ia pindah posisi dan duduk di sebelah Helena dengan nyaman, meraih tangan wanita yang diincarnya seraya mengecupnya pelan.“Kenapa menatapku seperti itu,” ujar Helena malu.“Kau malu? Aku bahkan sudah melihat semuanya.” Reygan membawa wajah Helena menghadap padanya.“Apa yang kau katakan?” Malu dengan ucapan Reygan yang terlalu terus terang, Helena kembali memalingkan wajah.Tersenyum lembut, Reygan merebahkan kepala pada sandaran sofa seraya memeluk pinggang Helena dengan posesif. “Apa selama kita tidak bertemu kau pernah memikirkan aku?”Bukan mengatakan langsung, Reygan hanya berani mengatakan itu di dalam hati seraya menatap cinta pada wanita yang terdiam seperti patung dala sentuhannya.Ia mendesah, lalu memejamkan mata di sebelah Helena, tetapi belum lama melakukan itu, suara ponsel Helena b
Saat mobil Reygan meninggalkan kediaman Dewi dengan kecepatan penuh, barulah Topan keluar dengan berlari mengejar Helena yang dipikir masih berdiri di halaman rumah menunggunya.“Helena!” teriaknya karena tidak menemukan lagi mobil siapa pun di sana.Ia meninju udara karena lagi-lagi terlambat, tidak lama Hani pun turut keluar, ia melihat sekeliling dan tidak menemukan Helena selain Topan. Ia melangkah pelan seraya tersenyum kecil.“Kau di sini?” katanya seolah tidak tahu siapa yang Topan cari.Topan menoleh, melihat Hani yang tersenyum ke arahnya. “Kenapa keluar, masuklah dan temani ibuku.”Mendesah pelan, Hani merangkul tangan Topan dengan erat. “Kita masuk bersama, kau sendiri tahu bagaimana ibumu padaku, dia tidak akan melihatku sebagai manusia yang baik.”Mengangguk mengerti, Topan akhirnya membawa kembali Hani masuk ke dalam rumah. Ia tahan diri menemui Helena untuk sementara waktu agar ibunya dan Hani saling menerima satu sama lain.“Ayolah!” mereka berjalan masuk menjadi pusat
Helena membalas tatapan wanita di hadapannya, “Nyonya, saya tidak tahu kenapa Anda terus menyudutkan saya sejak tadi.”Menelan ludah kasar, wanita muda tadi segera membawa putrinya menjauh. Ia tidak akan mengambil resiko menyinggung Helena yang memiliki kesempatan untuk menjatuhkan mereka.“Ibu, ada apa denganmu?” kata putrinya yang bingung karena tiba-tiba saja ditarik, “ini kesempatan kita untuk dekat dengan nona Helena, aku sangat ingin menjadi salah satu modelnya, Bu.”Dia hanya bisa menatap Helena dari jauh dengan kecewa, sedikit lagi jika dipaksa, mungkin saja Helena bisa mempertimbangkan dirinya, tidak masalah jika hanya menjadi model singkat asalkan bisa memakai rancangan itu degan gratis.“Kau bodoh? Jelas tadi dia menolakmu,” katanya mengingatkan putrinya bagaimana Helena yang terang-terangan menolak mereka.“Bu, tapi kita bisa membujuknya, kan. Aku sangat ingin menjadi bagian dari rancangannya.” Linda masih tetap berharap mendapatkan kesempatan itu.Wanita tadi pun menyesal
Melihat kondisi Hani yang semakin yang tengah hamil, Topan mencoba menahan diri untuk tidak kelepasan. Ia mendengar semua ocehan Hani yang tetap meminta agar dia menemui mantan mertuanya. Wanita ambisius di depannya tidak selalu mengerti bahwa posisi mereka saat ini tidak menguntungkan.“Kau mendengarku?” Hani mengibaskan tangan.“Aku tidak bisa melakukan ini,” tolak Topan tegas, “ayah mertuaku sudah pasti mendengar bahwa kami sudah berpisah,” kata Topan selanjutnya.Mengangguk mengerti, Hani tetap meminta Topan untuk memikirkan cara agar dia kembali bekerja di perusahaan itu untuk kelangsungan hidupnya dan anak dalam kandungannya. “Aku mengerti, karena itu katakan padanya jika dalam hal ini aku–”“Sudah cukup, Hani.” Topan menggeleng segera. Ia tidak akan mengambil jalan salah kali ini, sudah cukup masalah ia mengikuti ucapan Hani lagi.“Mulai sekarang, lebih baik kita tidak saling bertemu. Aku akan memberi uang untuk anak dalam kandunganmu setelah mendapatkan pekerjaan yang sesuai,”
Alea menoleh pada sosok cantik dengan penampilan anggun di sebelah Sinta–dia adalah Helena–-putri satu-satunya Vincent. Berdiri dengan tatapan tidak beralih pada Helena, Alea mencoba untuk tidak gentar dengan tatapan itu.Tersenyum lembut, Helena mempersilakan Alea ikut dengannya, “Silakan Nona.”Tanpa membalas senyuman itu, Alea pun berdiri mengikuti Helena ke tempat yang lebih sunyi. Ia tidak tahu, apakah yang dilakukan ini benar, tetapi sangat yakin bahwa Reygan menyukai wanita bersuami di hadapannya.“Aku tahu, kedatangan Nona bukan untuk mencari gaun, melihat dirimu jauh lebih berbakat dariku,” kata Helena mengingat setiap detail pakaian yang Alea pamerkan, “katakan saja, aku akan mendengarnya.”“Syukurlah jika Nona sudah tahu,” balas Alea ketus, ia melihat sekeliling lalu melihat ke segala arah seraya berkata pelan, “aku tahu, kau dan Reygan ada hubungan karena itu jauhi dia sebelum ada yang tahu dan namamu rusak.”Tubuh Helena menegang, ia tidak pernah mengira jika ada yang tah
Sudah hampir setengah jam mereka berdua saling diam. Kopi susu yang Sinta bawa untuk mereka berdua pun kini sudah hampir dingin karena didiamkan begitu lama.Helena menghela napas pelan, menatap paa Reygan yang masih setia menunggu dirinya di depan meja, “Tuan, kau tidak bekerja?” tanyanya mulai jengah.“Bekerja.” Reygan menjawab seraya menatap jam tangan mahal miliknya, ia terbelalak karena sudah lama duduk, tetapi rasanya baru saja menempelkan bokong di sofa.Reygan segera berdiri, mengeluarkan ponsel dan menelepon Fandy untuk memastikan sesuatu. “Halo bagaimana?” tanya Reygan sedikit cemas, ia benar menyesal karena tidak menyadari telah kehilangan banyak waktu.Diam-diam, Helena menguping mencoba menangkap obrolan yang terdengar serius. Namun, ketika ia tidak sadar tak sengaja menabrak dada bidang hingga tubuhnya hampir terhuyung.“Hati-hati.” Dengan langkah cepat, Reygan menangkap tubuh Helena masuk dalam pelukannya, membuat tubuh mereka saling menempel satu sama lain.Tatapan me