“Apa katamu, kau menceritakan semuanya kepada Ryoma?” Takaki seperti tersambar petir saat mendengar Ayumi mengatakan jika dia telah memberitahukan apa yang terjadi di Kyoto kepada Ryoma Otsuka. “Oh, ya, Tuhan ... apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Ayumi? Sekarang Ryoma pasti akan memberitahukan semuanya kepada ayah mertua. Apa yang harus aku katakan kepada Tuan Ryuchi Otsuka nanti? Oh.” Takaki mengerang putus asa. Dia menjatuhkan tubuhnya yang seperti baru saja kehilangan nyawa ke atas sofa di ruang tamu. “Aku minta maaf soal itu, Takaki. Situasinya di sini sangat buruk sekali dan aku terpaksa mengatakan itu semua kepada Ryoma,” sahut Ayumi di ujung sambungan telepon. “Aku tahu aku telah membuat kesalahan dan membuatmu sulit. Tapi, kau harus dengar dulu penjelasanku.” Takaki mengerang. “Oh, demi Tuhan, Ayumi. Jangan berbicara dengan nada menyeramkan begitu. Kau membuatku takut. Katakan, apakah ayah mertua, Tuan Ryuchi Otsuka memarahimu?”“Ini sama sekali bukan soal ayahku, Takaki
Tomohiro Yamashita Sudo berjalan hilir mudik di kamar tidurnya sambil menggerutu karena Hanako belum juga kembali. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul lima tiga puluh lima pagi. Dia sudah mencoba menghubungi Hanako berkali-kali. Tapi, sepertinya ponsel genggam adiknya itu mati. Dia juga telah dengan sia-sia berusaha menghubungi Ryoma Otsuka. Tapi, pria itu tidak menjawab panggilannya meski panggilan itu terhubung. “Apa kita tidak sebaiknya pergi menyusul Hanako langsung saja ke rumah keluarga Otsuka?” tanya Naomi yang tiba-tiba membuka pintu dan masuk. Di belakangkan ada Akio Matsuyama dan Tora Eiki. “Tora membawa mobil ayahnya. Kita bisa meminjam mobil Eiki untuk pergi ke rumah keluarga Otsuka menjemput Hanako. Paman Eiki pasti tidak akan keberatan. Paman Eiki sangat baik dan pasti mengerti alasannya,” sambung Ayumi.Tomohiro menatap Ayumi dan semua teman-temannya itu dengan sedikit bingung. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran mereka. “Apa kalian sudah gil
Hanako Rin Sudo duduk termenung di atas tempat tidurnya sambil memandang kosong surat perjanjian antara dia dan Ryoma yang telah dia tanda tangani beberapa jam lalu. Ada sebuah perasaan sakit yang begitu amat dalam bercampur dengan kecewa luar biasa, patah hati, dan putus asa. Di sisi lain dia marah dan kecewa dengan kakaknya, Tomohiro. Tapi, bagaimanapun juga, Hanako tahu jika dirinya tidak boleh egois. Mungkin semuanya terdengar begitu kejam dan tidak adil untuk Hanako. Seolah-olah di sini Tomohiro memanfaatkannya dan melemparkan semua beban berat itu kepada Hanako. Namun, yang sebenarnya terjadi sama sekali tidak seburuk itu. Hanako sadar, benar-benar sadar, jika uang yang dipinjam oleh Tomohiro, itu adalah uang yang dia berikan kepada dirinya untuk membayar uang kuliah dan masih banyak lainnya. Apalagi, pada saat itu, kondisi tokonya benar-benar sepi. Belum lagi terkait pencurian yang dulu juga pernah terjadi di toko parfum mereka. Dengan segala kesulitan hidup yang demikian besarn
“Bagaimana situasinya, Ai?”“Semuanya berjalan dengan sangat baik sekali,” jawab suara di ujung sambungan telepon. “Bagus,” sahut Kinoichi Megure. “ Tuan Muda pasti akan senang sekali mendengar berita ini. Ya, Tuan Muda pasti akan senang bukan kepalang karena rencananya berhasil.”“Tentu saja begitu,” kata perempuan itu. “Yukata aku dengar akan pergi ke Tokyo pagi ini juga. Dia sudah membuat janji dengan salah seorang temannya yang pengacara. Akan tetapi, aku tidak tahu siapa orang yang akan dia jadikan sekongkol itu. Mungkin kau bisa mencari tahu, Noichi.”“Itu bukan perkara yang sulit untukku. Kau tak perlu khawatir. Akan aku urus soal itu. Kau fokus saja dengan misimu di Osaka. Untuk urusan yang di Tokyo itu biar menjadi urusanku dan Moya,” sahut Noichi.“Aku mengerti. Aku sudah mengatur semuanya dan memastikan telah sesuai rencana sampai pada detail yang terkecil. Selain itu, aku juga telah memastikan jalurnya. Jika semua beres, maka, paling telat siang ini aku akan mengabarimu ka
Ayumi tiba-tiba berkeringat dingin dan sekujur tubuhnya terasa lemas seperti tidak memiliki tulang saat salah seorang pelayan rumah tangga memberi tahu jika dia dipanggil oleh ayahnya untuk segera ke kamar kerja pribadi Ryuchi Otsuka. “Nona Ayumi diminta Tuan untuk ke kamar kerja Tuan sekarang juga. Tuan dan Nyonya sudah menunggu Nona Ayumi di sana,” kata pelayan itu. Ayumi menganggukkan kepalanya, pelan. “Baik. Aku akan ke sana. Pergilah,” sahut Ayumi lirih. Pelayan bertubuh tidak terlalu tinggi dan berambut ikal yang selalu rapi diikat ke belakang itu pun membungkuk sedikit lalu berbalik dan pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Ayumi menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan melalui mulut. Dia berusaha keras untuk mengumpulkan keberanian yang dia miliki dan menenangkan hatinya yang cemas dan panik agar dia tidak gemetar. Dengan perasaan takut yang luar biasa Ayumi berjalan ke arah kamar kerja ayahnya. Dan pada saat dia sampai di depan pintu kamar kerja itu,
Ryoma Otsuka tidak kembali lagi ke kediaman kedua orang tuanya. Dia langsung pergi ke apartemen pribadinya di lantai tujuh dan bergegas pergi ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk kamar mandi berwarna biru muda, Ryoma Otsuka mencari ponsel genggamnya lalu duduk di sofa. Dia baru ingat jika dia harus menelepon ayahnya untuk memberi tahu jika dia sudah kembali ke apartemennya dan ingin tahu apa reaksi Ayumi dengan keputusannya yang akan mengirim Hanako Rin Sudo ke Kyoto untuk menyelesaikan masalah yang ada di sana. “Semua persis dengan dugaanmu, Ryoma. Ya, reaksi Ayumi persis dengan apa yang kau bayangkan,” kata Ryuchi Otsuka di ujung sambungan. Ayah Ryoma itu kemudian melanjutkan dengan nada lebih serius lagi. “Sekarang aku menjadi sangat yakin sekali jika Ayumi sedang menyembunyikan sesuatu yang besar sekali di belakang kau dan aku. Tapi apa itu? Aku sama sekali tidak tahu. Itu yang perlu kita cari tahu. Hanya saja, aku curiga jika Ayumi terlibat dal
“Apa kau yakin tidak apa-apa menyerahkan semua tanggung jawab yang begitu besar ini kepada Ryoma? Apa tidak apa-apa membiarkan Ryoma berbuat sesuatu yang mungkin salah dan berisiko besar?”“Apa yang kau khawatirkan, Natsumi? Ryoma itu sudah dewasa. Dia tahu persis apa yang dia lakukan. Kau tak perlu cemas dengan Ryoma. Apa kau lupa apa yang pernah aku katakan kepadamu dulu sebelum kita menikah? Seorang lelaki harus hidup dengan berani mengambili risiko. Bagaimana dia menghadapi masalah besar, seperti apa jalan keluar yang dia rencanakan, itu adalah yang harus dia pelajari dalam hidup ini. Karena di masa depan hidup pasti akan menjadi jauh lebih sulit lagi. Jika seorang lelaki dewasa tidak berani menghadapi bahaya, tidak berani mempertaruhkan hidupnya, apa yang bisa diharapkan dari seseorang yang seperti itu di masa depan? Sedangkan di dunia ini tidak ada tempat untuk para pecundang seperti itu,” sahut Ryuchi dengan ketenangan yang mengagumkan. “Aku tahu itu. Semua yang kau katakan mem
Tomohiro membaca pesan singkat dari Ryoma Otsuka dengan penuh perhatian. Isi pesan itu adalah Ryoma meminta agar Tomohiro datang ke apartemennya siang ini untuk menandatangani surat-surat perjanjian dan membicarakan hal yang lain juga. Semalam, Naomi Yushita mengkritik Tomohiro dengan keras. Naomi menyalahkan Tomohiro sebagai seorang kakak yang tidak bertanggung jawab dan sangat buruk. “Aku dapat mengerti alasanmu melakukan ini. Tapi, menurutku, apa pun alasannya, tetap saja, tidak seharusnya kau menjual Hanako kepada Ryoma. Aku dapat mengerti dengan hutangmu yang mustahil untuk dapat kau lunasi itu. Tapi, jika kau berusaha, bekerja lebih keras lagi, kau pasti bisa melunasi hutang-hutang itu, Tomohiro. Bukan dengan instan kau menjual Hanako. Oh, ya Tuhan ... aku benar-benar tidak habis pikir dengan yang kau lakukan itu. Bagaimana jika kedua orang tuamu mengetahui hal ini nanti? Apa yang akan kau katakan kepada mereka? Aku tidak dapat membayangkannya.”Perasaan bersalah membesar dengan