Hanako Rin Sudo sama sekali tidak dapat mempercayai apa yang baru saja dia dengar dengan telinganya sendiri. Ini pasti mimpi buruk. Ini tidak nyata. "Aku sedang tertidur dan sebentar lagi aku akan terbangun dengan napas memburu. Setelah itu aku akan menghambur ke kamar Yusuke dan memarahinya karena dia membelikanku kalung berlian bukannya cincin pertunangan." Akan tetapi, saat embusan angin dingin menyapu kulitnya Hanako sadar jika dia sama sekali tidak sedang bermimpi. Tertegun, Hanako menatap dalam-dalam mata Yusuke untuk meminta penjelasan. Dia masih berharap jika semua ini tidak lebih dari lelucon konyol yang sering dimainkan Yusuke untuk menggodanya.
“Aku meminta maaf, Hana. Tapi aku tidak sedang bercanda kali ini. Aku bersungguh-sungguh,” ujar Yusuke yang membaca mata Hanako. “Kau tidak bermaksud membatalkan rencana pertunangan kita, kan?” sahut Hanako dipenuhi kecemasan.” Yusuke menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan satu kali embusan panjang. “Mungkin ada baiknya kita memikirkan segala sesuatunya sekali lagi. Aku tidak mau membuat kesalahan yang berujung pada penyesalan,” sahut Yusuke lirih. “Jangan berputar-putar tak keruan, Yusuke,” sergah Hanako dengan sangat marah. “Jika kau memang ingin putus denganku katakan saja terus terang. Tidak perlu basa-basi.” Yusuke berdehem. “Sebenarnya aku tidak ingin putus. Tidak persis begitu. Akan tetapi, menurut ibu dan kakak perempuanku, Hanako, kau ....” “Oh, ya, tentu saja. Sekarang aku mulai mengerti duduk permasalahannya. Jadi menurut ibu dan kakak perempuan kesayanganmu itu aku tidak pantas untuk menjadi istrimu, begitu?” “Tidak, bukan begitu maksudku, Hana—” “Lalu apa? Bicaralah yang jelas, sialan!” geram Hanako. “Menurut ibu dan kakak perempuanku, kau terlalu...” Yusuke menarik napas. “Menurut ibu dan Hanami kau terlalu seksi untukku, Hana. Pakaian yang kau kenakan seperti pakaian bukan gadis baik-baik. Aku sudah berusaha untuk men—” “Maksudmu pakaianku seperti seorang pramuria di rumah-rumah bordil yang murahan?” potong Hanako sarkastis. “Hanako, jangan kasar begitu. Aku tidak—” “Jangan begitu bagaimana? Kau menyinggung harga diriku dan aku benar-benar sangat marah padamu!” Hanako memelototi Yusuke. “Aku sama sekali tidak bermaksud menyinggungmu, Hana. Sumpah. Aku hanya—” “Hanya apa? Hanya mengatakan apa yang dikatakan ibu dan kakak perempuanmu yang seenaknya menghakimiku padahal tidak tahu apa pun tentang diriku? Dan kau tetap membela mereka meskipun kau sendiri tahu dengan baik jika mereka salah. Begitu?” “Hana, aku mohon. Dengarkan dulu penjelasanku.” “Aku rasa tidak ada lagi yang perlu kau jelaskan. Ternyata selama ini aku salah besar menilaimu. Aku pikir kau cinta padaku.” “Aku memang cinta padamu, Hana. Sangat. Tetapi....” “Jika kau memang sangat mencintaiku kenapa kau tega sekali berbuat ini padaku? Kau menghancurkan malam Natalku. Kenapa kau membicarakan hal menyakitkan di malam yang seharusnya kita bersuka cita dengan cinta? Padahal kau sendiri tahu persis jika aku juga sangat mencintaimu, Yusuke. Kenapa?” Yusuke Sakazaki menjadi frustrasi dihadapkan pada pertanyaan menohok Hanako. Dia mengerang kesakitan. “Dengar, Hana. Aku tidak meragukan cintamu padaku sedikit pun. Aku sendiri seperti yang kukatakan, aku sangat mencintaimu. Kau cantik, menarik dan seksi. Kau gadis yang sulit sekali ditebak, selalu penuh semangat, bergairah, dan membuat penasaran. Kau satu-satunya wanita yang paling memikat yang pernah aku kenal. Akan tetapi, itu semua membuatku kewalahan. Kau terlalu keras kepala dan sangat senang memaksakan kehendakmu sendiri padaku. Kau impulsif. Sifat burukmu itu membuatku lelah. Ya, aku lelah sekali menghadapi sikap impulsifmu itu.” “Perbedaan justru yang membuat segala sesuatunya menjadi lebih menarik, Yusuke. Kau sendiri yang mengatakan itu padaku.” “Dulu, ya. Tapi, sekarang aku menyadari jika aku membuat kesalahan.” “Berhentilah beromong kosong, Sialan. Jangan kau pikir aku tidak tahu. Kau hanya memperhalus keadaan agar aku tidak terlalu sakit hati padamu. Kau mencari pembenaran untuk dirimu sendiri dengan terus berputar-putar. Dengar, Keparat! Jika kau sudah tidak mencintaiku lagi dan ingin putus denganku setidaknya katakan semuanya secara jantan. Tidak perlu banyak bicara omong kosong yang bukan-bukan. Pengecut.” Hanako mendesis. “Tidak, Hana. Bukan seperti itu maksudku. Semua yang kukatakan adalah benar. Aku masih sangat mencintaimu. Tapi, aku tidak bisa harus selalu mengerahkan segenap tenagaku untuk mengimbangimu. Kau terlalu lincah untukku. Aku tidak bisa segesit kau. Kau seperti anak kucing yang suka bermain-main. Kau juga selalu haus perhatian dan kasih sayang,” sahut Yusuke lemah. Hanako mengertakkan rahang karena sudah teramat marah. “Sebelumnya kau tidak pernah mempermasalahkan itu! Sekarang berhentilah beromong kosong lagi karena apa pun yang kau katakan aku sudah tidak akan percaya sama sekali. Persetan dengan kau, Yusuke. Jika kau ingin putus denganku, baiklah. Itu pilihanmu. Aku tak akan memaksa.” “Hana, meskipun kita sudah tidak bisa menjadi sepasang kekasih, tapi kita masih bisa menjadi teman, bukan?” sahut Yusuke buru-buru. “Teman katamu? Aku tidak sudi berteman dengan orang yang tidak punya hati dan perasaan sepertimu. Tak akan pernah.” Yusuke menyentuh bahu Hanako untuk pertama kalinya malam itu. “Setelah kau memikirkan segala sesuatunya secara masak dan dengan kepala dingin aku yakin kau akan setuju denganku. Aku tidak cocok untukmu. Sama seperti kau tidak cocok untukku. Kita terlalu banyak memiliki perbedaan. Meskipun kau dan aku sama-sama saling mencintai, aku rasa, perasaan itu tidak lebih dari sekadar saling mengagumi. Hanya sebuah ilusi.” Hanako menepis tangan Yusuke. “Aku tidak peduli apa katamu. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Sekarang katakan padaku, apa kau mencintaiku dan ingin menikah denganku atau tidak?” Hanako mengibaskan rambutnya dan menghadapi kekasihnya dengan sikap menantang. “Hanako aku—” “Kau harus mengambil keputusan atau tidak sama sekali. Ya, atau tidak?” Yusuke lagi-lagi menghela napas. “Jika hanya itu pilihannya aku rasa tidak sama sekali. Maafkan aku, Hana.” Jawaban Yusuke benar-benar membuat Hanako terkejut setengah mati. Tapi Hanako menguatkan diri demi harga dirinya. “Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku akan menerimanya,” sahut Hanako. Tapi begitu, dalam hati dia bertekad membalas dendam kepada Yusuke Sakazaki. “Hana aku—” “Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera angkat kaki dari hidupmu saat ini juga,” sergah Hanako dengan nada lebih menantang lagi. “Sekarang?” “Ya. Sekarang.” “Tapi kau tidak membawa mobil. Kau tidak bisa—” “Tenang saja, aku tidak akan meminta kau mengantarku pulang. Aku bisa naik taksi atau menelepon kakakku untuk menjemput.” “Tapi bagaimana dengan pestanya? Ibu dan kakak perempuanku bisa—” “Persetan dengan ibu dan kakak perempuanmu. Itu bukan urusanku.” “Hana aku—” “Kau tidak bisa menghalang-halangiku pergi. Meski kau berusaha dengan sangat keras.” Merasa kecut dengan nada tinggi dan keras kepala Hanako, Yusuke mengangkat bahu. “Baiklah, terserah kau saja. Aku akan masuk ke dalam. Aku berada di dalam jika kau sudah berubah pikiran.” Yusuke berbalik lalu pergi tanpa menoleh lagi.Hanako menatap punggung Yusuke yang berjalan menjauh darinya dengan berkaca-kaca. Dia sama sekali tidak menyangka kekasihnya akan begitu tega padanya. Padahal selama ini hubungan mereka berdua baik-baik saja. Sama sekali tidak ada masalah yang cukup berarti untuk dijadikan alasan mereka putus. Tidak hanya itu, Yusuke juga pernah berjanji akan segera menikahinya segera setelah dia mendapat izin praktik pengacaranya. Selama sampir satu tahun Hanako sabar menunggu dan memberinya dukungan penuh. Akan tetapi, setelah Yusuke mendapatkan apa yang dia impikan, Hanako dicampakkan begitu saja seperti pakaian kotor yang di lempar ke dalam keranjang cucian. Hanako menguatkan dirinya agar tidak menangis. Meski air matanya terus mendesak, tapi, perasaan terhina di dalam hatinya begitu kuat. Selama ini Hanako-lah yang selalu memutuskan hubungan terlebih dahulu jika satu hubungan memang harus diakhiri. Dia tidak pernah diputuskan oleh pria mana pun. Tapi malam ini Yusuke memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Tanpa alasan yang masuk di akal. Sekarang tidak ada hal lain yang bisa Hanako lakukan selain harus menunjukkan sikap tegar. Dia yakin jika cepat atau lambat Yusuke Sakazaki akan menyesal. Dia akan memohon-mohon padanya agar mau kembali. Dan saat itu tiba, Hanako akan menertawainya habis-habisan sebelum menolaknya mentah-mentah. Sambil menarik napas panjang penuh tekad Hanako berbalik. Dia baru saja mengayunkan kakinya satu langkah ketika mendadak dia berhenti. Hanako melihat sesuatu yang sangat salah di hadapannya.Ryoma Otsuka menatap Hanako Rin Sudo dengan senyum mengejek. Kata-kata pertama yang keluar dari mulut pria berambut hitam legam dengan kulit putih bersih dan postur tubuh yang cukup ideal itu adalah, “Semoga Tuhan memberkatimu di hari kemudian. Selamat Natal.” Untuk menghilangkan rasa malu yang tak terhingga Hanako melawan dengan mengubah ekspresinya menjadi sekeras batu. “Siapa kau dan mau apa?” “Aku Ryoma Otsuka. Calon suamimu,” sahutnya. Mendengar jawaban itu Hanako merasa geli ingin tertawa. “Yang benar saja, Tuan. Saya bahkan sama sekali tidak mengenal Anda. Bagaimana mungkin saya menikah dengan Anda?” ujar Hanako sinis. Dia mengibaskan tangannya dengan gerakan seperti mengusir. “Sebaiknya Anda bangun dari tidur Anda, Tuan. Karena sepertinya Sinterklas tidak akan datang malam ini.” Ryoma menyunggingkan senyum misterius. “Kau benar. Ini memang malam Natal yang buruk. Tapi, hanya untukmu. Tidak untukku. Selain itu, aku tidak mengerti untuk apa kau menangisi laki-laki pengecu
“Jadi, sudah berapa lama kau berada di sana melihatku?” tanya Hanako ketika dia sudah duduk di dalam Limusin mewah Ryoma tepat di sebelah pria itu.“Aku melihat dan mendengar semuanya,” sahut Ryoma. “Aku juga melihat saat kau bersikap seperti seorang pelacur murahan ketika kau minta dicium si bodoh itu,” sambungnya sinis. Dia melirik Hanako sekilas lalu tersenyum mengejek. “Aku hanya mengatakan apa yang kau katakan. Anggapanmu.”“Ralat. Itu bukan pendapatku. Itu pendapat ibu dan kakak perempuan mantan kekasihku,” sahut Hanako cepat-cepat. “Tapi, jika menurutmu aku begitu, berarti kau harus menerima jika kau punya istri yang mirip pelacur.”Kali ini Ryoma benar-benar tertawa sampai terpingkal-pingkal. “Hanya pria bodoh yang punya pikiran sempit seperti,” dia berkata. “Kau cukup cantik, seksi, dan modis. Kau lebih mirip peraga busana daripada pelacur. Aku bahkan sedikit terkejut saat melihatmu untuk yang pertama kalinya. Kupikir kau tidak lebih cantik dari mantanku. Ternyata aku salah.”
Ryoma Otsuka melirik sekilas dengan ekor matanya ke arah Hanako. Gadis muda yang penuh semangat itu sedang fokus mempelajari perannya. Diam-diam Ryoma tersenyum simpul. Dia akan berterima kasih seumur hidup pada Tomohiro untuk semua kebaikannya. Tidak hanya hutang Tomo yang akan dia anggap lunas, tapi, Ryoma juga akan memberinya modal yang cukup untuk membuka toko kosmetik yang lebih besar lagi. Meski baru beberapa puluh menit bersama Hanako, harus Ryoma akui jika dia cukup tertarik dengan gadis itu. Terutama mata hitam legam gadis itu yang berkilau lembut jika dia sedang dalam suasana hati baik, dan akan seketika berubah tajam menusuk saat dia tersinggung atau marah. Seperti yang Ryoma katakan langsung pada Hanako jika penampilan gadis itu seperti layaknya seorang model. Dia memang memiliki postur tubuh ideal, tinggi, ramping dan berlekuk sempurna. Wajahnya yang halus dan bibirnya yang tipis membuatnya tampak seksi sekali. Saat Ryoma melihat Yusuke menolak Hana yang meminta untuk me
Osaka.25 Desember, pukul 22:20 malam. Takuya Isahara baru saja selesai menyantap makan malam dan sedang menuang sake ke dalam gelasnya saat Haibara Takachi menghampirinya. “Ini belum jam dua belas malam dan kau sudah terlalu mabuk, Takuya. Sebaiknya kau tidak minum lagi. Aku khawatir kau tidak bisa menyetir dan mengantarku pulang,” kata Haibara sambil mengambil paksa botol sake dari tangan Takuya. “Kau sudah berjanji kepada ibuku untuk mengantarku pulang dalam kondisi baik-baik saja.”“Kau tak perlu khawatir, Haibara. Aku pasti akan mengantarmu pulang dan memastikan kau baik-baik saja persis yang aku janjikan pada ibumu. Aku tidak semabuk yang kau pikirkan, Haibara. Berikan botol sakeku. Aku masih ingin minum. Sedikit lagi,” sahut Takuya. “Kau sudah cukup mabuk, Takuya. Aku tidak akan membiarkanmu lebih mabuk lagi dari ini sebelum kau mengantar aku pulang. Ya, sebaiknya kau mengantar aku pulang sekarang. Setelah itu kau bisa melanjutkan minum sake sampai kau puas. Jika kau tidak
Naomi Yushita memijit alisnya. Dia sama sekali tidak dapat berpikir. Segala sesuatunya tampak gelap dan berbahaya.“Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu, Tomohiro. Kau menjual Hanako untuk melunasi hutang-hutangmu? Ya, Tuhan!”Tomohiro mendesah. “Naomi, jangan berkata kasar begitu. Aku tidak menjual Hanako. Sebaliknya, semua ini aku lakukan demi kebaikan Hanako dan untuk menolong Ryoma. Naomi, kau dan aku sama-sama tidak setuju dengan hubungan Hana dengan Yusuke. Ini adalah jalan untuk memisahkan mereka berdua sebelum terlambat,” sahut Tomohiro. Pria bertubuh jangkung dan memiliki wajah oval yang cukup tampan dan kulit putih pucat yang halus. “Tapi, Tomo, aku ragu apakah Ryoma akan berhasil. Hana sangat keras kepala dan dia gadis yang berpegang teguh pada pendiriannya. Aku khawatir jika Ryoma justru mendapat masalah dengan Hanako dan dipermalukan di depan keluarga Sakazaki,” kata Naomi. Gadis berusia dua puluh tiga tahun yang berpenampilan sederhana dan berpotongan rambut pen
“Jadi kau sudah memutuskan hubunganmu dengan gadis nakal itu?”“Benar, Bu. Dan sekarang dia pergi dengan laki-lak lain,” sahut Yusuke murung. Saat Yusuke Sakazaki kembali ke beranda untuk menjemput Hanaku, dengan tidak sengaja dia melihat Hanako sedang berbicara pada seorang laki-laki tampan lalu pergi naik Limosin mewah. Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hati terdalam Yusuke, dia masih sangat mencintai Hanako Sudo. Hanya saja dia diancam oleh ibu dan kakak perempuannya untuk meninggalkan Hanako karena jika dia menolak, yang menjadi taruhannya adalah karier dan masa depan Yusuke. Tentu saja, Yusuke tidak berani mengambil risiko dengan bertaruh sangat tinggi. Dia menyetujui kesepakatan itu dan memutuskan Hanako meski berat. Akan tetapi, segala sesuatunya berubah dalam beberapa detik saja saat Yusuke melihat Hanako ternyata sudah memiliki penggantinya begitu cepat. Hanya dalam waktu beberapa menit berselang Yusuke memutuskannya.“Baguslah jika kau sudah memutuskan gadis itu. Dia sama seka
Kyoto. Pukul 23:00 tengah malam. Takaki Yusihada Seino mondar-mandir di kamar kerjanya dengan tangan terlipat di dada dan mata nyalang menatap lantai. Ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi, sesuatu yang mengancam Shiseido Company. Suami dari Ayumi Otsuka itu mengerutkan dahi dalam-dalam untuk mengingat kembali segala sesuatunya selama ini. Dua hari yang lalu dia mendapat laporan telah terjadi pencurian digudang pabrik mereka yang di Kyoto. Sekitar tiga puluh kardus besar parfum yang siap dijual hilang tanpa jejak. Yang membuat Takaki kebingungan adalah semua parfum yang dicuri itu adalah yang edisi terbatas hasil kolaborasi dengan seorang ahli parfum Paris. Jumlah totalnya hanya sekitar tiga ribu botol produksi. Tidak hanya itu, hal janggal lainnya adalah petugas penjaga yang bertugas malam itu mengatakan jika mereka berani bersumpah bahwa malam itu semuanya tampak normal, tak ada sesuatu yang mencurigakan. Pintu gudang pabrik pun tampak utuh, tidak terdapat tanda-tanda pembon
Kediaman keluarga Otsuka benar-benar sebuah istana modern. Rumah itu sangat besar, mewah, bergaya minimalis. Begitu turun dari mobil, Hanako langsung terpukau dan tanpa sadar membelalakkan matanya yang bulat dan indah. Terpesona dengan kediaman keluarga Otsuka yang luar biasa di hadapannya. Selama dua sampai tiga detik dia bahkan bergeming dan tak berkedip. Sampai Ryoma meraih lengan Hanako dan dengan lembut menggandengnya. “Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan, bukan, Hana?” tanya Ryoma tanpa menolehkan wajahnya. Hanako menelan ludahnya dengan susah payah. Dengan tergagap dia kemudian menjawab, “Tentu saja. Aku tahu sudah hafal semua skenarionya. Aku hanya ... apakah di dalam ramai orang?” dengan takut Hanako bertanya. “Tidak, tak ada selain keluargaku. Bahkan kakak iparku pun masih berada di Kyoto. Dia baru akan kembali besok pagi. Selain ayah dan ibuku, hanya ada Ayumi, kakak perempuanku. Bukankah aku sudah mengatakan semua itu dengan sangat jelas sekali padamu?” sahut Ryoma