Share

Bab 2

Hanako Rin Sudo sama sekali tidak dapat mempercayai apa yang baru saja dia dengar dengan telinganya sendiri. Ini pasti mimpi buruk. Ini tidak nyata. "Aku sedang tertidur dan sebentar lagi aku akan terbangun dengan napas memburu. Setelah itu aku akan menghambur ke kamar Yusuke dan memarahinya karena dia membelikanku kalung berlian bukannya cincin pertunangan." Akan tetapi, saat embusan angin dingin menyapu kulitnya Hanako sadar jika dia sama sekali tidak sedang bermimpi. Tertegun, Hanako menatap dalam-dalam mata Yusuke untuk meminta penjelasan. Dia masih berharap jika semua ini tidak lebih dari lelucon konyol yang sering dimainkan Yusuke untuk menggodanya. 

 “Aku meminta maaf, Hana. Tapi aku tidak sedang bercanda kali ini. Aku bersungguh-sungguh,” ujar Yusuke yang membaca mata Hanako.

 “Kau tidak bermaksud membatalkan rencana pertunangan kita, kan?” sahut Hanako dipenuhi kecemasan.”

 Yusuke menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan satu kali embusan panjang. “Mungkin ada baiknya kita memikirkan segala sesuatunya sekali lagi. Aku tidak mau membuat kesalahan yang berujung pada penyesalan,” sahut Yusuke lirih. 

 “Jangan berputar-putar tak keruan, Yusuke,” sergah Hanako dengan sangat marah. “Jika kau memang ingin putus denganku katakan saja terus terang. Tidak perlu basa-basi.”

 Yusuke berdehem. “Sebenarnya aku tidak ingin putus. Tidak persis begitu. Akan tetapi, menurut ibu dan kakak perempuanku, Hanako, kau ....”

 “Oh, ya, tentu saja. Sekarang aku mulai mengerti duduk permasalahannya. Jadi menurut ibu dan kakak perempuan kesayanganmu itu aku tidak pantas untuk menjadi istrimu, begitu?”

 “Tidak, bukan begitu maksudku, Hana—”

 “Lalu apa? Bicaralah yang jelas, sialan!” geram Hanako.

 “Menurut ibu dan kakak perempuanku, kau terlalu...” Yusuke menarik napas. “Menurut ibu dan Hanami kau terlalu seksi untukku, Hana. Pakaian yang kau kenakan seperti pakaian bukan gadis baik-baik. Aku sudah berusaha untuk men—”

 “Maksudmu pakaianku seperti seorang pramuria di rumah-rumah bordil yang murahan?” potong Hanako sarkastis.

 “Hanako, jangan kasar begitu. Aku tidak—”

 “Jangan begitu bagaimana? Kau menyinggung harga diriku dan aku benar-benar sangat marah padamu!” Hanako memelototi Yusuke.

 “Aku sama sekali tidak bermaksud menyinggungmu, Hana. Sumpah. Aku hanya—”

 “Hanya apa? Hanya mengatakan apa yang dikatakan ibu dan kakak perempuanmu yang seenaknya menghakimiku padahal tidak tahu apa pun tentang diriku? Dan kau tetap membela mereka meskipun kau sendiri tahu dengan baik jika mereka salah. Begitu?” 

 “Hana, aku mohon. Dengarkan dulu penjelasanku.”

 “Aku rasa tidak ada lagi yang perlu kau jelaskan. Ternyata selama ini aku salah besar menilaimu. Aku pikir kau cinta padaku.”

 “Aku memang cinta padamu, Hana. Sangat. Tetapi....”

 “Jika kau memang sangat mencintaiku kenapa kau tega sekali berbuat ini padaku? Kau menghancurkan malam Natalku. Kenapa kau membicarakan hal menyakitkan di malam yang seharusnya kita bersuka cita dengan cinta? Padahal kau sendiri tahu persis jika aku juga sangat mencintaimu, Yusuke. Kenapa?”

 Yusuke Sakazaki menjadi frustrasi dihadapkan pada pertanyaan menohok Hanako. Dia mengerang kesakitan. “Dengar, Hana. Aku tidak meragukan cintamu padaku sedikit pun. Aku sendiri seperti yang kukatakan, aku sangat mencintaimu. Kau cantik, menarik dan seksi. Kau gadis yang sulit sekali ditebak, selalu penuh semangat, bergairah, dan membuat penasaran. Kau satu-satunya wanita yang paling memikat yang pernah aku kenal. Akan tetapi, itu semua membuatku kewalahan. Kau terlalu keras kepala dan sangat senang memaksakan kehendakmu sendiri padaku. Kau impulsif. Sifat burukmu itu membuatku lelah. Ya, aku lelah sekali menghadapi sikap impulsifmu itu.”

 “Perbedaan justru yang membuat segala sesuatunya menjadi lebih menarik, Yusuke. Kau sendiri yang mengatakan itu padaku.”

 “Dulu, ya. Tapi, sekarang aku menyadari jika aku membuat kesalahan.”

 “Berhentilah beromong kosong, Sialan. Jangan kau pikir aku tidak tahu. Kau hanya memperhalus keadaan agar aku tidak terlalu sakit hati padamu. Kau mencari pembenaran untuk dirimu sendiri dengan terus berputar-putar. Dengar, Keparat! Jika kau sudah tidak mencintaiku lagi dan ingin putus denganku setidaknya katakan semuanya secara jantan. Tidak perlu banyak bicara omong kosong yang bukan-bukan. Pengecut.” Hanako mendesis. 

 “Tidak, Hana. Bukan seperti itu maksudku. Semua yang kukatakan adalah benar. Aku masih sangat mencintaimu. Tapi, aku tidak bisa harus selalu mengerahkan segenap tenagaku untuk mengimbangimu. Kau terlalu lincah untukku. Aku tidak bisa segesit kau. Kau seperti anak kucing yang suka bermain-main. Kau juga selalu haus perhatian dan kasih sayang,” sahut Yusuke lemah. 

 Hanako mengertakkan rahang karena sudah teramat marah. “Sebelumnya kau tidak pernah mempermasalahkan itu! Sekarang berhentilah beromong kosong lagi karena apa pun yang kau katakan aku sudah tidak akan percaya sama sekali. Persetan dengan kau, Yusuke. Jika kau ingin putus denganku, baiklah. Itu pilihanmu. Aku tak akan memaksa.”

 “Hana, meskipun kita sudah tidak bisa menjadi sepasang kekasih, tapi kita masih bisa menjadi teman, bukan?” sahut Yusuke buru-buru. 

 “Teman katamu? Aku tidak sudi berteman dengan orang yang tidak punya hati dan perasaan sepertimu. Tak akan pernah.”

 Yusuke menyentuh bahu Hanako untuk pertama kalinya malam itu. “Setelah kau memikirkan segala sesuatunya secara masak dan dengan kepala dingin aku yakin kau akan setuju denganku. Aku tidak cocok untukmu. Sama seperti kau tidak cocok untukku. Kita terlalu banyak memiliki perbedaan. Meskipun kau dan aku sama-sama saling mencintai, aku rasa, perasaan itu tidak lebih dari sekadar saling mengagumi. Hanya sebuah ilusi.”

 Hanako menepis tangan Yusuke. “Aku tidak peduli apa katamu. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Sekarang katakan padaku, apa kau mencintaiku dan ingin menikah denganku atau tidak?” Hanako mengibaskan rambutnya dan menghadapi kekasihnya dengan sikap menantang. 

 “Hanako aku—”

 “Kau harus mengambil keputusan atau tidak sama sekali. Ya, atau tidak?”

 Yusuke lagi-lagi menghela napas. “Jika hanya itu pilihannya aku rasa tidak sama sekali. Maafkan aku, Hana.”

 Jawaban Yusuke benar-benar membuat Hanako terkejut setengah mati. Tapi Hanako menguatkan diri demi harga dirinya. “Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku akan menerimanya,” sahut Hanako. Tapi begitu, dalam hati dia bertekad membalas dendam kepada Yusuke Sakazaki. 

 “Hana aku—”

 “Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera angkat kaki dari hidupmu saat ini juga,” sergah Hanako dengan nada lebih menantang lagi.

 “Sekarang?”

 “Ya. Sekarang.”

 “Tapi kau tidak membawa mobil. Kau tidak bisa—”

 “Tenang saja, aku tidak akan meminta kau mengantarku pulang. Aku bisa naik taksi atau menelepon kakakku untuk menjemput.”

 “Tapi bagaimana dengan pestanya? Ibu dan kakak perempuanku bisa—”

 “Persetan dengan ibu dan kakak perempuanmu. Itu bukan urusanku.”

 “Hana aku—”

 “Kau tidak bisa menghalang-halangiku pergi. Meski kau berusaha dengan sangat keras.”

 Merasa kecut dengan nada tinggi dan keras kepala Hanako, Yusuke mengangkat bahu. “Baiklah, terserah kau saja. Aku akan masuk ke dalam. Aku berada di dalam jika kau sudah berubah pikiran.” Yusuke berbalik lalu pergi tanpa menoleh lagi.

Hanako menatap punggung Yusuke yang berjalan menjauh darinya dengan berkaca-kaca. Dia sama sekali tidak menyangka kekasihnya akan begitu tega padanya. Padahal selama ini hubungan mereka berdua baik-baik saja. Sama sekali tidak ada masalah yang cukup berarti untuk dijadikan alasan mereka putus. Tidak hanya itu, Yusuke juga pernah berjanji akan segera menikahinya segera setelah dia mendapat izin praktik pengacaranya. Selama sampir satu tahun Hanako sabar menunggu dan memberinya dukungan penuh. Akan tetapi, setelah Yusuke mendapatkan apa yang dia impikan, Hanako dicampakkan begitu saja seperti pakaian kotor yang di lempar ke dalam keranjang cucian. Hanako menguatkan dirinya agar tidak menangis. Meski air matanya terus mendesak, tapi, perasaan terhina di dalam hatinya begitu kuat. Selama ini Hanako-lah yang selalu memutuskan hubungan terlebih dahulu jika satu hubungan memang harus diakhiri. Dia tidak pernah diputuskan oleh pria mana pun. Tapi malam ini Yusuke memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Tanpa alasan yang masuk di akal. Sekarang tidak ada hal lain yang bisa Hanako lakukan selain harus menunjukkan sikap tegar. Dia yakin jika cepat atau lambat Yusuke Sakazaki akan menyesal. Dia akan memohon-mohon padanya agar mau kembali. Dan saat itu tiba, Hanako akan menertawainya habis-habisan sebelum menolaknya mentah-mentah. Sambil menarik napas panjang penuh tekad Hanako berbalik. Dia baru saja mengayunkan kakinya satu langkah ketika mendadak dia berhenti. Hanako melihat sesuatu yang sangat salah di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status