Saat ini Arumi yang ada di dapur pun dengan cepat mengambil bahan-bahan yang ia butuhkan. Ia sebenarnya tidak memiliki masalah saat mendapat tantangan membuat brownies karena saat bersama Nita, ia sudah membuat ratusan adonan brownies. Akan tetapi ….'Kalau untuk dasarnya sudah pasti jadi brownies. Tapi kalau browniesnya cuma brownies biasa, orang itu pasti bikin masalah lagi,' pikir Arumi sembari memecahkan telur ke dalam mixer yang baru saja diambilnya.Arumi pun memasukkan gula sesuai takaran sembari memikirkan apa yang harus ia lakukan agar brownies tersebut terasa berbeda dan istimewa.Ia pun memasukkan berbagai bahan lanjutan dan memixernya sembari terus berpikir keras, hingga sebuah tepukan tiba-tiba menyasar punggung Arumi."Ah!" Arumi terkejut dan langsung menoleh."Ada apa Kak, apa kamu kesulitan?" tanya Gina yang baru saja menepuk punggung Arumi. "Jika kamu tidak bisa, biar aku saja yang buat," tawarnya.Arumi pun langsung menggeleng. "Bisa. Hanya saja aku mikir,
Arumi benar-benar terkejut ketika Abi tiba-tiba saja memeluknya."A-a-ada apa?" Arumi tergagap."Aku dengar ada masalah di sini," jawab Abi sembari melepaskan pelukannya dan mengarahkan pandangannya ke sekitar ruangan itu dengan ekspresi ketakutan atau entah apalah itu.'Apa reaksinya nggak berlebihan? Dia seperti mendengar kalau ada teroris masuk ke sini," batin Arumi ketika memperhatikan sikap Abi saat ini."Ah, iya. Tadi ada orang yang membuat gara-gara, tapi semuanya baik-baik saja, Pak." Ia mengatakannya sembari tersenyum canggung pada Abi yang masih menatap ke sekeliling."Benarkah?" tanya Abi sembari kembali menatap Arumi yang saat ini ada di hadapannya."Benar-benar," jawab Arumi sembari mengangguk-ngangguk dengan cepat, untuk meyakinkan keseriusan kata-katanya.Kemudian Arumi pun melirik ke arah kasir. Ia teringat kalau Abi dan Satria adalah sepupu, jadi gadis yang membelanya tadi juga seharusnya adalah sepupunya Abi juga. Dan seperti yang ia pikirkan, saat ini Kania terlih
Setengah jam berlalu. Saat ini Arumi baru saja sampai di halaman rumah Satria. Ia pun segera membayar ojek yang mengantarnya dan bergegas melangkah ke arah pintu rumah Satria sembari menempelkan ponsel ke telinganya."Kenapa tidak diangkat," gumam Arumi sembari menurunkan ponsel tersebut dan kemudian memasukkannya ke dalam tas selempang yang ditentengnya.Sejak terdengar tembakan dari dalam panggilan Satria dan panggilan tersebut terputus begitu saja, Arumi sudah lebih dari 20 kali mencoba menghubungi laki-laki pertamanya itu. Namun, tak satu pun panggilannya diangkat."Dia di rumah atau di mana?" gumam Arumi sembari menggenggam erat tali tasnya.Setelah sampai di depan pintu, ia pun segera menekan bel di dekat pintu sebanyak tiga kali dan kemudian mencoba menarik handle pintu rumah besar di depannya."Loh!" Ia terkejut ketika tahu kalau pintu rumah tersebut tidak dikunci.Dan seperti kebanyakan orang, Arumi pun segera membuka pintu rumah tersebut dan masuk ke dalamnya
"Orang dalam pencarian," jawab Arumi sembari mempercepat langkahnya ke arah Satria. Ia pun segera duduk di tempat duduk yang ada di dekat ranjang sambil terus menatap perban di lengan Satria."Apa itu tertembak?" "Menurut kamu?" Satria balas bertanya."Menurutku …," gumam Arumi sembari memikirkan hal itu. "Eh, kalau itu tertembak, pasti sekarang kamu di rumah sakit 'kan?""Ternyata otak kamu masih berfungsi," seloroh Satria.Tetapi tiba-tiba saja Arumi bangun dari kursinya. "Jadi kamu benar-benar kabur dari kejaran polisi? Terus, polisinya ke sini atau nggak?" Ia bergegas pergi ke jendela besar yang berada di sisi lain kamar itu."Tumpul!" celetuk Satria."Tumpul, apanya yang tumpul?" tanya Arumi yang saat ini mengintip luar rumah itu dari jendela besar yang ada di sana."Otak kamu," jawab Satria sembari memijat keningnya."Haiss, lidah apa clurit," komentar Arumi sembari berbalik menatap Satria."Katakan saja yang jelas, jangan main tebak-tebakan, otakku nggak sampai," tandasnya s
Arumi pun segera membantu melepas kemeja panjang yang menutupi tubuh Satria. "Kamu tidak memiliki kemeja lengan pendek atau kaos?" tanyanya sembari terus bergerak."Aku sudah lama tidak mengenakan pakaian seperti itu. Mungkin ada piyama di dalam ruang ganti," jawab Satria sembari terus memperhatikan setiap gerakan Arumi.Arumi yang sudah selesai melepas semua kancing yang tadi dipasangnya pun langsung menelan ludah ketika melihat otot-otot di perut Satria. 'Astoge, ini kaya yang ada di film-film!' jeritnya di dalam hati. Ia pun cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lengan kemeja Satria agar tak terus menerus melihat benda menggoda itu.'Jangan sampai dia tahu kalau aku ngiler lihat perutnya,' batin Arumi sembari menelan ludahnya dan terus mencoba mengusir pikiran-pikiran kotor yang mulai memasuki otaknya. 'Ayolah, tolong … kalau mau ngeres nanti aja kalau sudah pulang,' gerutunya yang ingin sekali memukuli kepalanya sendiri."Kamu kenapa?" tanya Satria sembari menatap Arumi ya
"Maaf, ada apa ya?" tanya Arumi ketika membuka pintu kamar dan menemukan dua orang polisi sedang berdiri tepat di depannya.Ekspresi wajahnya menunjukkan kalau dia penasaran dengan kedatangan dua polisi tersebut, tetapi tangan kirinya kini tengah menggenggam erat tepian kaos oblongnya. 'Tenang Ar, jangan biarkan mereka mencurigai apa pun,' batinnya."Maaf, apakah kamu yang bernama Arumi?" tanya salah satu polisi tersebut dengan tatapan dingin."Benar, Pak. Nama saya Arumi," jawab Arumi mencoba untuk terus berekspresi polos.Sesaat kemudian Arumi pun mengalihkan pandangannya ke sekitar dan menemukan bahwa semua orang sedang berada di sana dan tentu saja menatapnya seakan ia dan dua polisi itu adalah sinetron kesayangan mereka.'Ck, mereka pasti sedang nungguin adegan aku diseret polisi,' batin Arumi yang benar-benar tidak bisa berpikir baik pada siapa pun yang tinggal di kost-kostan itu.Sesaat kemudian ia juga menemukan Mbak Yuni yang saat ini juga sedang menonton hal itu sembari meny
"Ehem!" dehem polisi yang sedari tadi menanyai Arumi. "Tolong, ini kantor polisi, bukan taman," imbuhnya.Sesaat kemudian Arumi pun menarik tangannya dengan cepat. Sedangkan Satria berdiri sebagai responnya. "Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Arumi sembari melirik ke arah dua laki-laki yang saat ini berdiri tak jauh dari dirinya dan Satria yang masih di depannya."Tentu saja untuk menolong kamu," jawab Satria sembari menoleh ke arah dua laki-laki tersebut.'Menolong?' batin Arumi sembari melihat ke arah dua laki-laki yang saat ini sedang melangkah ke arahnya."Bagaimana keadaanmu, Gadis?" tanya Excel sembari mengangkat tangannya, menyapa dengan ramah.Arumi pun langsung tersenyum canggung. "Ah, baik-baik," jawabnya dengan cepat.'Sejak kapan aku dan dia menjadi dekat? Lalu, ini kenapa kok tadi si Kunyuk berlutut kaya gitu?' pikirnya yang merasa aneh dengan apa yang terjadi."Maaf, bukankah Anda ini Satria itu 'kan?" tanya polisi sembari mengamati wajah dan pakaian Satria."Benar," jaw
Sore harinya. Saat ini Arumi masih saja merebahkan tubuhnya di kasur lantai kamarnya dengan tangan yang memegangi ponselnya sembari sesekali melirik ke arah Cheri yang saat ini sedang berkonsentrasi mengupas bawang, karena saat ini waktunya Cheri yang menyiapkan makanan."Aduh," pekik Cheri tiba-tiba.Arumi yang selama beberapa saat terus bermain ponsel pun langsung bangun. "Kenapa?" tanyanya sembari menatap Cheri yang sedang memegangi jari telunjuk tangan kirinya."Kena pisau," jawab Cheri sembari meringis menahan sakit.Arumi pun segera bangkit dan melangkah ke arah kotak P3K yang menempel di dinding dekat pintu kamar mandi. Ia pun segera mengambil obat merah, kasa, serta perekatnya."Aduh, kamu ngelamun apa toh Cher?" tanya Arumi yang berpura-pura biasa dan tak curiga sedikit pun pada Cheri karena tadi teman sekamarnya itu sudah menjelaskan perihal kenapa dia bisa membuka sandi ponsel milik Arumi."Nggak ngelamun sih sebenarnya, ya emang nggak sengaja aja," tukas Cheri s