"Malaikat penyelamat? Apa maksud ucapanmu, Mayes?"
Tak ingin menebak-nebak, aku memutuskan untuk bertanya terus terang."Anda mungkin tidak tahu, tapi, tuan Richard mengalami hal-hal yang cukup sulit karena seorang wanita. Saya benar-benar tidak menyangka, hari di mana beliau akhirnya membuka hati dan kembali mau dengan wanita akan datang seperti ini. Jadi, Anda benar-benar malaikat penyelamat, Nyonya! Andalah yang telah menyembuhkan tuan kami dari trauma kepada wanita, karena ulah wanita jahat saat beliau kuliah!"Mayes menjawab dengan menggebu-gebu, dia bahkan menyumpahi wanita jahat yang telah menyakiti hati Richard dengan penuh semangat, sehingga aku hanya bisa tersenyum kaku mendengarnya.Permisi, Mayes.Wanita jahat yang kamu maksud itu ada di sini, itu aku."Sebenarnya, sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi semenjak tuan Richard dicampakkan wanita jahat itu, Nyonya."Suara Mayes yang tadinya penuh semangat saat menyumpah, kini terdengar sendu."Sesuatu yang mengerikan... seperti apa?"Pelan, aku bertanya.Mayes yang sepertinya belum tahu bahwa akulah wanita yang telah membuat tuannya trauma kepada wanita, memandang diriku dengan muram dan berkata."Anda mungkin tidak akan percaya ini, tapi, tuan Richard tidak pernah kembali seperti dirinya yang dulu, setelah dicampakkan wanita tidak tahu diri, yang ternyata hanya mendekati tuan kami demi uang," ujar Mayes.Sorot kebencian memenuhi matanya, seakan-akan dia pasti akan langsung mencabik-cabik wanita yang dia maksud, jika suatu hari bertemu.Saking marahnya, sendok yang tadi dia pegang sampai bengkok.Aku merasa tubuhku langsung merinding dan bertekad untuk tidak akan pernah membuka identitasku yang sebenarnya di depan Mayes."Lalu, apa maksudmu sesuatu yang mengerikan itu, Mayes?"Tak sanggup melihat kemarahan Mayes yang jelas-jelas sangat menaruh dendam padaku, aku mengalihkan pembicaraan.Mayes yang seperti mengingat kenangan buruk, menghela napas panjang."Hari-hari yang beliau lewati terasa sangat suram."Mayes memulai cerita. Bibi pengasuh Richard itu lantas menceritakan bagaimana kelamnya kehidupan Richard setelah dicampakkan olehku.Pria itu menderita trauma dengan wanita karena peristiwa di masa lalu di mana dia dicampakkan dengan kejam oleh satu-satunya wanita yang dia cintai.Di sela-sela bercerita tentang penderitaan Richard, Mayes juga terus menerus mengutuk wanita yang telah memanfaatkan Richard itu, karena telah membuat kehidupan tuan mudanya menjadi kelam."E-ehm, mungkin... mungkin wanita itu punya alasan?"Aku berkata dengan tenggorokan kering.Sejujurnya, aku benar-benar merasa tak enak hati karena wanita yang diceritakan sang bibi pengasuh adalah diriku sendiri."Alasan? Tidak ada alasan, Nyonya! Wanita itu murni jahat! Hanya demi uang, dia bahkan menghancurkan masa depan tuan Richard!" jawab Mayes dengan menggebu-gebu."Menghancurkan? Apa maksudmu, Mayes?" tanyaku, kebingungan.Itu karena aku merasa aku putus dengan Richard secara bersih. Dia memang memohon-mohon untuk tidak aku tinggalkan, sampai rela menginap di depan kontrakanku seperti orang tidak waras.Namun itu saja, karena setelah sekitar seminggu Richard terus mengejarku, dia akhirnya berhenti. Richard bahkan tak pernah terlihat lagi. Kupikir waktu itu dia sudah move on dan kami hidup di jalan masing-masing.Jadi, di mana aku menghancurkan Richard?Mayes, yang sepertinya masih belum tahu bahwa aku wanita yang terus dia sumpahi selama satu jam terakhir, menjawab dengan mata berembun dan suara pelan."Anda... Anda tidak tahu. Tapi, tuan Richard berubah menjadi gila pasca kejadian itu."Mendengar ucapan Mayes, kepalaku seperti tersiram es batu."Gi... gila?""Ya, Nyonya. Setelah seminggu lebih beliau memohon pada wanita itu untuk menerima cintanya kembali tapi gagal, tuan Richard menjadi gila. Beliau bahkan sampai harus masuk rumah sakit jiwa selama satu tahun."Apa?Jadi... alasan kenapa dia akhirnya pergi dan berhenti memohon pada cinta padaku lagi waktu itu, bukan karena Richard sudah move on, tapi karena dia masuk rumah sakit jiwa?Gila, gila. Jeany, apa yang telah kamu lakukan?! Kerusakan sebesar apa yang kamu buat??Aku ingin memukuli kepalaku sendiri, mengutuk betapa bodohnya aku, yang hanya demi beberapa ratus juta uang, telah menghancurkan masa depan seseorang.Mayes kembali bercerita, bagaimana akhirnya Richard berhasil keluar dari keterpurukan. Itu semua berkat sahabatnya yang setia, Ryuka Levrand, yang terus mensupport Richard agar kembali seperti dulu kala sebelum mengenal cinta dan diriku.Setelah satu tahun, Richard akhirnya bisa keluar dari keterpurukan yang menghimpit dadanya dan berubah menjadi pria yang baru, seperti dilahirkan kembali."Namun, Nyonya. Tuan Richard benar-benar tidak pernah bisa kembali seperti dulu lagi. Dia menjadi orang yang sangat menakutkan dan benci dengan yang namanya wanita. Rasa sakit yang ditorehkan wanita yang merupakan cinta pertamanya itu begitu kuat, sehingga membuat dia berubah menjadi pria kejam. Sungguh, saya sangat benci kepada wanita itu, Nyonya!"Mayes masih terus melontarkan sumpah serapah pada wanita yang telah menghancurkan Richard, tapi aku tidak bisa fokus mendengarnya lagi.Itu karena aku yang saat ini, merasa sangat bersalah karena telah menorehkan luka yang begitu besar kepada seorang pria polos manusia baik seperti Dante Richardo."Rich, aku... aku tidak tahu kalau selama ini telah berbuat sangat jahat padamu."Saat membisikkan kata itu, air mata jatuh ke pipiku.Rasa bersalah begitu dalam menghunjam hatiku, sehingga aku hanya punya satu hal yang ingin kulakukan pada Richard hari ini.Meminta maaf."Berniat akting untuk memanfaatkan kekayaannya? Huh, tidak bermoral sekali aku. Mulai hari ini, aku harus melakukan penebusan dosa. Aku akan berusaha mencintai dirimu dengan tulus, Rich," ucapku, mengepalkan tangan dengan penuh tekad.Aku tak sabar menunggu Richard pulang dan memberi dirinya ciuman manis, ciuman permintaan maafku yang paling tulus dari hati terdalam."Mayes, suamiku biasanya pulang jam berapa?" tanyaku pada Mayes, saat dia menyiapkan air hangat dengan aroma bunga untukku mandi."Sebentar lagi, Nyonya. Apakah Anda ingin menyambutnya?"Mayes bertanya dengan antusias, sepertinya berpikir bahwa aku dan Richard benar-benar pengantin baru.Memutuskan membiarkan kesalahpahaman ini, aku mengangguk dengan senyum lebar."Ya. Tolong dandani aku dengan cantik. Aku ingin menyambut kepulangan suamiku dengan penampilan paling sempurna."Mayes terlihat sangat senang dan benar-benar mendekorasi diriku dengan sangat cantik, sehingga, meski aku hanya memakai gaun tidur yang cukup tipis, aku benar-benar merasa menjadi wanita cantik sedunia."Nyonya, tuan sepertinya sudah pulang!"Mayes memberi tahu dengan suara antusias, aku sendiri juga segera meraih selendang untuk menutupi bahu dan berjalan dengan tak sabar menuju pintu depan, berniat menyambut kedatangan Richard dengan senyum terbaikku.Aku membuka pintu depan dengan penuh semangat, mengira akan bertemu dengan wajah tampan Richard sehingga aku tersenyum lebar.Namun, yang saat ini berdiri di depanku adalah....Pagi berikutnya, langit masih kelabu ketika Jupiter berjalan menuju kedai kopi dekat hotel. Ia butuh waktu sendiri. Setelah malam yang rumit dengan Lyodra, dan perasaan yang tak kunjung padam, pikirannya semakin bising. Ia tahu batasnya—Lyodra bukan miliknya. Tapi rasa itu, seperti luka kecil yang terus menganga, tak kunjung sembuh. Ia duduk di pojok ruangan, menyendok buih kopinya dengan sendok kayu saat seseorang menarik kursi di hadapannya. Seorang wanita dengan rambut sebahu yang lurus sempurna, lipstik merah menyala, dan aura percaya diri yang tajam seperti silet. “Jupiter, kan?” sapa wanita itu tanpa basa-basi. “Kita belum pernah bertemu, tapi aku sudah cukup tahu tentang kamu.” Jupiter mengangkat alis. “Kita kenal?” Wanita itu menyunggingkan senyum kecil. “Belum. Tapi kamu kenal Lyodra. Dan itu membuat kita… punya kepentingan yang sama.” Jupiter menatapnya curiga. “Kamu siapa?” “Shane,” jawabnya singkat, menyilangkan kaki. “Kita nggak perlu basa-basi, Jupiter. Aku di sini
Malam merayap pelan ke dalam dinding hotel, membawa hawa yang lebih sunyi dibanding biasanya. Lampu-lampu lobi sudah menyala lembut, mengubah suasana menjadi lebih hangat, namun hati Lyodra tetap tak sepenuhnya tenang. Ia tidak tahu, tepat di balik kaca, pria yang paling ingin ia lindungi dari kesalahpahaman justru sedang menatapnya dari jauh—diam-diam, dengan tatapan penuh bara yang dikendalikan dengan dingin.Jamie baru tiba dari kunjungan luar kota yang panjang dan penuh tekanan, tapi rasa lelah itu mendadak menguap saat layar ponselnya menampilkan foto-foto Lyodra… bersama pria lain.Pria itu bukan siapa-siapa, bukan siapa-siapa seharusnya.Namun senyum Lyodra, caranya menunduk saat pria itu bicara, bahkan sorot matanya yang menyiratkan kenyamanan dan kehangatan—semuanya terasa terlalu familiar. Terlalu intim. Dan itu membuat napas Jamie berdesir tak nyaman, entah karena marah atau takut kehilangan.Seketika, pintu putar lobi bergerak.Lyodra masuk dengan langkah ringan, masih ter
Mall itu tidak begitu ramai. Lampu-lampu terang menggantung dari langit-langit, memantulkan bayangan mereka di lantai mengilap. Jupiter memarkir motor dan melepas helm Lyodra dengan hati-hati. Dia masih berusaha tersenyum, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang sulit dijelaskan, itu karena pandangannya terganggu pada cincin cantik di jari manis Lyodra. Dia menghela napas dalam-dalam dan berusaha bersikap biasa kepada Lyodra. “Yuk, cepat selesaiin belanjanya. Biar bisa balik ke hotel sebelum sore,” ucap Jupiter, berjalan di samping Lyodra yang kini sibuk membuka catatan belanja dari Pak Alex.“Kita harus beli... kertas undangan, bunga meja, pita-pita dekorasi, lilin aromaterapi, dan… oh, kostum pasangan untuk maskot acara,” gumam Lyodra, memicingkan mata membaca daftar panjang yang terasa mengerikan itu.“Kostum pasangan?” Jupiter mengangkat alis. “Kayak… maskot yang saling gandengan gitu?”Lyodra mengangguk pelan. “Iya. Konsep acaranya kan ‘Romantic Night’. Jadi harus bikin suasana
"Nggak bakal ada yang aneh-aneh setelah ini, kan? Kenapa rasanya aku malah gugup kalau semuanya selancar ini? Apakah nanti pernikahanku dengan Jamie juga akan berjalan semudah ini?" Lyodra tidak bisa begitu saja mengusir rasa cemasnya, sebab ia sudah terbiasa—jika sesuatu terasa terlalu lancar, maka biasanya akan ada badai yang menyusul. Ia gelisah tanpa alasan yang jelas, tetapi tetap mencoba menepis segala pikiran buruk. "Semua akan baik-baik saja," gumam Lyodra, menenangkan dirinya sendiri. --- Setelah libur selama tiga hari, Lyodra akhirnya kembali ke kantor. Baru saja tiba, ia langsung disambut dengan omelan dari Jupiter. “Kamu ini bisa profesional nggak, sih? Kok bisa-bisanya kamu cuti tanpa keterangan selama tiga hari, justru di saat genting seperti ini!” Sebagai atasan, Jupiter menegurnya dengan keras. Lyodra sudah berusaha menjelaskan bahwa situasinya sangat mendadak dan ia telah mendapat izin langsung dari pusat, namun Jupiter tetap melanjutkan kemarahannya, membuat
Hati Lyodra seperti tenggelam saat Jamie menanyakan hal itu, dia merasa bersalah karena membuat Jamie yang tak tahu apa-apa jadi terbebani dan berpikir kalau pernikahan ini memberatkan Lyodra. Oleh karena itu, Lyodra segera menggeleng tegas dan menatap Jamie sambil menjawab kalau itu bukan karena pernikahan mereka. "Tapi kamu nggak bakal mau bilang kan alasan kenapa kamu terlihat lesu hari ini, Ly?" Seakan tahu bahwa Lyodra tak akan jujur jika dia terus bertanya, Jamie mengatakan hal itu dengan tatapan sendu. "Ah, itu.... " Alih-alih langsung menjawab, Lyodra malah menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi bermasalah. Dia tahu ini bukan hal yang bisa dengan mudah untuk langsung memberi tahu Jamie, karena Lyodra sendiri memikirkan bagaimana dampak hubungan Luke dan Jamie jika dia mengatakan yang sebenarnya. "Kamu masih belum terlalu percaya aku, Ly?" tanya Jamie dengan lembut saat melihat Lyodra yang masih diam dan tak menceritakan alasan dia murung meski Jamie sudah membujuknya
Malam tiba, menjemput langit dengan kelembutan jingga yang perlahan larut dalam kelam. Seperti janjinya, Jamie datang menjemput Lyodra tepat pukul delapan.Mobil hitam milik pria itu berhenti dengan elegan di depan tempat tinggal Lyodra. Suara klakson yang lembut menyadarkannya dari lamunan, dan dengan nafas yang ditahan, Lyodra melangkah keluar, mengenakan dress sederhana berwarna nude yang membungkus tubuhnya dengan keanggunan yang tidak dibuat-buat.Jamie keluar dari mobil, tersenyum lebar sambil menghampirinya. “Gila, kamu cantik banget malam ini, Ly," ucapnya pelan, seolah tak ingin mengganggu malam yang sudah terlampau sempurna.Lyodra tersipu, membalas senyuman itu dengan anggukan kecil. “Kamu juga... kelihatan beda malam ini. Lebih... serius.”“Ya iyalah, ini malam penting,” katanya, lalu membuka pintu mobil untuk Lyodra seperti seorang pria sejati yang ingin meyakinkan gadisnya bahwa malam ini akan baik-baik saja.Di jari manis mereka masing-masing melingkar cincin couple,