Home / Romansa / Terperangkap Gairah Paman Tampan / Bab 5. Rencana kepulangan Rafael

Share

Bab 5. Rencana kepulangan Rafael

Author: Queenby
last update Huling Na-update: 2025-09-20 21:13:02

Saat Karin sedang fokus bekerja, pintu divisi pemasaran terbuka. Seorang wanita cantik dengan dandanan menor masuk sambil mengetuk hak sepatunya keras-keras di lantai. Semua mata seketika menoleh.

“Siapa di sini yang bernama Karin?” tanyanya lantang dengan nada arogan.

Karin sempat melirik kanan-kiri, bingung. Perlahan ia berdiri.

“Saya… yang bernama Karin.”

Wanita itu—Fiona—melangkah mendekat dengan senyum tipis penuh meremehkan. Matanya menyapu tubuh Karin dari atas sampai bawah seolah sedang menilai barang dagangan.

“Oh, jadi kamu yang namanya Karin,” ucap Fiona, nada suaranya seakan mengandung ejekan.

Ia kemudian mendekat, mencondongkan tubuh, lalu berbisik di telinga Karin.

“Kamu lumayan cantik… tapi sayang, Alex hanya menyukai aku.”

Karin terperangah, namun sebelum ia sempat merespons, Fiona menatapnya tajam.

“Aku tahu kamu tunangannya Alex. Tapi jangan pernah berharap dia akan melirikmu, karena Alex… milikku. Jadi jangan coba-coba mendekatinya. Paham?”

Karin hanya menarik sudut bibirnya, senyum sinis terlukis di wajahnya.

“Tentu saja, Nona. Tenang saja… Alex bukan tipe saya. Jadi kamu nggak usah khawatir.”

Seketika wajah Fiona menegang. Tatapannya menusuk penuh kebencian.

“Bagus kalau kamu sadar diri.”

Dengan kasar ia melemparkan setumpuk berkas ke meja Karin.

“Kerjakan ini. Sore nanti, antarkan ke ruanganku di lantai 10.”

Tanpa menunggu jawaban, Fiona berbalik dengan angkuh. Hak sepatunya kembali mengetuk lantai, meninggalkan jejak aroma parfum menyengat. Seluruh ruangan hening, hanya lirikan-lirikan penasaran dari rekan kerja yang membuat Karin semakin sadar: hari pertamanya tak akan pernah mudah.

*

*

*

Begitu Fiona pergi, suasana ruangan masih terasa tegang. Beberapa pegawai hanya berani berbisik-bisik sambil melirik ke arah Karin.

“Sepertinya pegawai baru itu tidak akan bertahan lama disini, nona Fiona sepertinya sudah mengincarnya.”

Celetuk salah satu pegawai yang juga didengar oleh Karin.

Rasti segera mendekat dengan wajah cemas.

“Karin… kamu kenal sama Fiona?” tanyanya pelan.

“Fiona?” Karin mengernyit. “Maksud kamu… wanita tadi namanya Fiona?”

Rasti mengangguk cepat. “Iya, dia Fiona. Kekasihnya Pak Alex.”

Karin terdiam sejenak, lalu berbisik lirih, “Oh, jadi dia kekasih Alex… pantes saja.”

Rasti menatapnya serius. “ Rin…aku saranin kamu jangan sampai cari masalah sama dia, ya. Fiona itu kejam. Banyak pegawai baru yang cantik, terpaksa keluar gara-gara ditindas sama dia.”

Karin menoleh cepat. “Kok bisa? Emang dia yang punya perusahaan ini?”

“Bukan,” jawab Rasti sambil menghela napas. “Tapi karena dia kekasih Pak Alex, apapun kesalahannya selalu ditutupin. Dia selalu nggak mau kesaing sama pegawai yang lebih cantik darinya. Takut kalau Pak Alex tergoda. Jadi setiap ada pegawai baru yang cantik atau seksi, Fiona pasti cari cara biar mereka keluar.”

Karin hanya tersenyum tipis. “Tenang aja, Ras. Aku bakal hati-hati kok.”

Rasti masih tampak khawatir, tapi akhirnya mengangguk. Karin lalu kembali duduk, menatap tumpukan berkas yang baru saja dilemparkan Fiona. Ia menarik napas panjang, menegakkan punggungnya, lalu mulai bekerja dengan tekun. Dalam hati, Karin tahu: ini baru awal dari permainan licik yang harus ia hadapi di Kusuma Group.

*

*

*

Ruang rapat Kusuma Group siang itu dipenuhi hawa panas. Para direksi duduk tegang, sementara layar proyektor menampilkan grafik penurunan penjualan.

“Seperti yang bisa kita lihat,” ujar kepala divisi keuangan dengan suara bergetar, “penjualan produk terus menurun dari bulan ke bulan. Sudah hampir dua tahun ini produksi pabrik juga semakin melemah.”

Wajah Pak Dodi Kusuma, pemegang saham terbesar sekaligus pimpinan perusahaan, mengeras. Keningnya berkerut dalam.

“Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau dibiarkan begini, perusahaan kita benar-benar akan bangkrut!” suaranya bergetar menahan emosi.

“Pa… Papa tenang,” sela Heru, sang direktur utama sekaligus menantunya. “Tim saya sedang mengembangkan produk baru. Bulan depan akan segera dirilis.”

Pak Dodi menatapnya tajam, lalu menghentakkan tangannya di meja.

“Sejak setahun lalu kamu bilang begitu, Heru! Mana hasilnya? Tidak ada! Kamu seharusnya malu. Sebagai direktur, tugasmu mengembangkan perusahaan, bukan hanya janji-janji kosong!”

Wajah Pak Heru memerah. Tangannya mengepal di bawah meja, menahan amarah sekaligus rasa malu karena dibentak di depan semua orang. “Sialan kakek tua ini… berani-beraninya mempermalukan aku,” batinnya penuh geram.

“Mana Alex?” tiba-tiba suara Pak Dodi terdengar lagi. Semua menoleh, saling mencari keberadaan cucu sekaligus manajer umum perusahaan itu.

Namun kursi Alex kosong.

“Hubungi dia! Dan minta secepatnya hadir disini,” perintah Pak Dodi dengan nada tinggi.

Asisten pribadinya pak Dodi langsung mencoba menghubungi ponsel Alex, tapi hasilnya nihil. Nomor tidak aktif.

“Coba hubungi asistennya, Fiona,” desis Pak Dodi.

Beberapa detik kemudian, asisten kembali menunduk. “Maaf, Pak. Nomornya juga tidak diangkat.”

Wajah Pak Dodi semakin kelam. “Heru! Kalau kamu tidak bisa mendidik Alex untuk bertanggung jawab dengan pekerjaannya, suruh dia ajukan surat pengunduran diri dari perusahaan ini!”

Pak Heru menunduk, rahangnya mengeras. “Saya… saya akan menegur Alex, Pa.”

Hening sejenak, lalu suara Pak Dodi kembali menggema.

“Mulai hari ini, aku putuskan untuk memanggil putraku, Rafael, yang sekarang masih di luar negeri. Dia akan kembali untuk membantu mengurus perusahaan dan menggantikan posisiku sebagai CEO.”

Ruangan sontak riuh. Beberapa direktur berbisik-bisik, ada yang pro, ada yang kontra. Namun tidak ada yang berani membantah keputusan besar itu.

Sementara itu, wajah Pak Heru menegang. Tangannya terkepal erat di pangkuan, matanya menyala penuh amarah. Rafael? Jadi kakek tua ini akan menyuruh anaknya pulang? Sial!

*

*

*

Setelah rapat yang menegangkan selesai, Pak Heru mondar-mandir di ruang kerja Alex. Hampir satu jam ia menunggu, namun anaknya tak kunjung muncul. Rahangnya mengeras, kesal bercampur gelisah.

“Ke mana anak bodoh itu…” gumamnya.

Tiba-tiba pintu terbuka. Alex masuk sambil menggandeng Fiona, kekasih sekaligus asistennya. Tanpa menyadari keberadaan ayahnya, keduanya langsung berciuman mesra.

“Sayang, udah lepasin… aku capek,” ucap Fiona manja.

“Aku selalu kurang Fiona, tubuhmu bikin aku kecanduan,” balas Alex sambil menariknya lagi.

“Dasar tidak tahu adab! Ini kantor, Alex!” bentak Pak Heru tiba-tiba.

Alex dan Fiona sontak terlonjak kaget. Fiona buru-buru melepaskan diri, wajahnya memerah.

“Papa? Ngapain Papa di sini?” tanya Alex gugup.

“Seharusnya Papa yang tanya! Dari mana saja kamu? Kenapa tadi tidak ikut rapat bersama para dewan direksi?” suara Pak Heru bergetar menahan marah.

“Rapat? Rapat apa, Pa?” dahi Alex berkerut, jelas tak paham.

Pak Heru hampir tak percaya dengan kebodohan anaknya. “Anak bodoh! Apa asistennya ini—” tunjuknya ke Fiona—“tidak memberitahumu kalau hari ini ada rapat penting dengan para manajer dan dewan direksi?”

Wajah Fiona seketika pucat. “Maaf, Pak… saya… saya lupa…” bisiknya gemetar.

“Lupa?!” bentak Pak Heru. “Hal sepenting itu bisa kamu lupakan? Apa kerjaanmu hanya menemani bosmu tidur?!”

Fiona wajahnya semakin memucat, ia lalu bersembunyi di balik tubuh Alex.

“Hentikan, Pa! Jangan buat Fiona ketakutan!” Alex pasang badan, melindungi kekasihnya.

Pak Heru menatap anaknya dengan wajah penuh kekecewaan. “Dasar bodoh! Kamu masih membelanya? Tahu tidak, si tua bangka itu tadi marah besar di rapat! Dia bilang kinerja kita buruk dan perusahaan hampir bangkrut!”

Alex malah menyandarkan diri di kursinya dengan santai. “Sudahlah, Pa. Biarkan saja. Dari dulu juga kerjaannya marah-marah. Papa tenang aja, besok kakek pasti sudah lupa apa yang dia ucapkan.”

Pak Heru menahan amarahnya, lalu menatap Alex lurus.

“Tenang, kamu bilang? Dengar baik-baik, Alex. Kakekmu sudah mengambil keputusan besar. Dia menyuruh Rafael pulang ke Indonesia… untuk menggantikan posisi CEO Kusuma Group.”

Mata Alex langsung terbelalak. “Apa?! Om Rafael akan pulang?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   BAB. 14

    "Alex, sayang, kamu di mana?"Suara Fiona di ujung telepon terdengar lelah namun hangat, menggema di tempat parkir yang sepi itu. Senja mulai merayap, melukis langit Jakarta dengan jingga dan ungu."Di cafe, Sayang. Lagi ketemu temen lama aku, Rendra. Kamu kenal kan, yang dari Bandung itu?" balas Alex, suaranya riang. Di latar, terdengar gemericik gelas dan suara obrolan ramai.Fiona menghela napas pendek. "Oh iya, ingat. Aku masih di kantor, ini baru mau pulang. Capek banget hari ini. Banyak kerjaan."“Kamu nyusul aja kesini sayang. Aku kenalin kamu sama dia. Sekalian makan malam, daripada kamu masak sendiri," ajak Alex bersemangat. Suara Rendra yang dalam terdengar menyela, "Iya, Fiona. Nanti habis makan sekalian kita mampir ke club malam baru, milik temanku."Fiona tersenyum kecil. Lelahnya seketika terasa lebih ringan. "Baiklah, aku akan menyusul ke sana. Kirimin lokasinya ya.""Oke, hati-hati di jalan, Sayang," sahut Alex sebelum telepon mati.***Parkiran kantor sudah sepi. Ha

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 13

    Dengan punggung tangan kanan yang memerah dan berdenyut, dia mengangkat tangan kiri yang memegang cangkir kopi, dan mengetuk pintu."Masuk," suara datar dari dalam ruangan terdengar.Karin membuka pintu, siap menghadapi bosnya yang menakutkan, dia sudah siap menerima hukuman dari sang CEO. Karin memasuki ruangan dengan hati berdebar, cangkir kopi di genggamannya terasa lebih berat dari biasanya. "Kamu telat, Nona Karin," ucap Rafael tanpa mengangkat kepala dari dokumen yang dibacanya. Suaranya dingin, memotong udara. "Sudah lebih dari sepuluh menit kamu baru datang.""Maaf, Tuan," jawab Karin, suaranya sedikit bergetar. "Saya telat tadi... ada sedikit insiden yang terjadi.""Insidens?" Kali itu Rafael menatapnya, alisnya berkerut. "Apa yang terjadi?""Hanya insiden kecil, Tuan," jawab Karin berusaha meremehkan, sambil berjalan mendekat dan meletakkan cangkir kopi di atas meja kerjanya dengan hati-hati.“Akh…!”Tanpa sengaja,punggung tangan kanannya yang melepuh menyenggol sudut taja

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 12

    Pagi ini, hari pertama Karin menjadi sekretaris CEO. Suara ketukan pintu yang ragu-ragu memecah kesunyian ruang kerja yang mewah itu. "Selamat pagi, Tuan Kusuma."Rafael Kusuma, yang sedang memandang keluar jendela dari kursi kerjanya yang tinggi, tidak segera menoleh. Suara itu tidak asing, dia selalu terngiang- ngiang dengan suara lembut nan merdu itu. Suara itu adalah milik sekretaris barunya, Karin.Setelah dipersilahkan, tak lama masuklah seorang wanita muda dengan setelan formal yang rapi. Wajahnya masih memancarkan nuansa fresh graduate, namun matanya berusaha tampil percaya diri. "Saya Karin Sanjaya, sekretaris baru Anda," ucapnya memperkenalkan diri sekali lagi, seolah mereka belum pernah bertemu sebelumnya.Barulah kemudian, dengan gerakan lambat dan penuh kendali, kursi Rafael berputar perlahan. Dia kini menghadap langsung kepada Karin. Sorot matanya tajam, mengamati setiap detail dari calon tangan kanannya yang baru."Selamat pagi, Nona Sanjaya," suaranya rendah dan datar.

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab. 11

    Kakek Dodi dengan bangga mengantarkan Rafael ke ruangan yang megah, ruang kerja CEO. Dinding kaca, perabotan kayu mahogany berkilau, dan pemandangan kota yang mempesona dari lantai tertinggi. "Selamat datang, Nak," ucap Kakek Dodi, suaranya hangat penuh kebanggaan. "Mulai sekarang, ini adalah ruanganmu. Kamu bisa mengubahnya sesuai keinginanmu." Rafael hanya mengangguk, matanya menyapu setiap sudut ruangan, seakan ingin menilai dan menganalisis segala sesuatu di dalamnya. "Oh ya, kenalkan ini Bagas," kata Kakek Dodi sambil menunjuk seorang pria muda yang berdiri dengan postur tegap dan raut wajah loyal. "Dia adalah orang kepercayaanku. Dan ia sekarang akan menjadi asistenmu." Bagas segera memberi hormat. "Selamat datang di Perusahaan Kusuma, Tuan." "Terima kasih. Ke depannya, mohon bantuannya," balas Rafael dengan sopan, namun tetap menjaga jarak profesional. "Tentu, Tuan. Saya akan sangat senang bisa membantu Anda," jawab Bagas dengan tulus. Kakek Dodi lalu menurunkan su

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan    Bab. 10

    “Apartemen yang bagus," komentar Rafael, matanya menyapu ruang tamu dan sekeliling apartemen Karin."Silahkan duduk dulu, Om. Saya ambilkan minum." Karin hendak menuju ke dapur, namun langkahnya terhenti. "Oh ya, Om Rafael mau minum apa?""Air mineral saja," jawabnya sambil duduk di sofa, memperhatikan dekorasi ruangan yang mencerminkan kepribadian Karin.Tak lama, Karin kembali dengan sebotol air dingin. Rafael meneguknya sedikit, lalu menatap Karin."Aku dengar kamu juga bekerja di Perusahaan Kusuma?""Iya, aku masih jadi pegawai magang di bagian pemasaran."Rafael mengerutkan kening. "Bukankah kamu lulusan S2 Manajemen Bisnis? Kenapa kamu mau ditempatkan jadi karyawan magang di bagian pemasaran? Setidaknya kamu bisa langsung jadi manager di sana.""Aku ingin memulai karirku dari bawah, Om. Aku tidak mau memanfaatkan nama keluargaku untuk mendapatkan posisi yang tinggi," jawab Karin dengan tegas.Merasa percakapan sudah cukup dan waktunya tidak tepat, Karin berdiri. "Ini sudah malam

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 9

    Ruangan luas di rumah keluarga Kusuma bergetar oleh gemuruh suara dan tawa. Aroma anggur dan parfum mewah membaur di udara, menandai sebuah acara keluarga yang tampak harmonis. Di tengah kerumunan, Kakek Dodi, berdiri dengan tegap. Suasana seketika hening. "Perhatian, semua!" suaranya lantang dan berwibawa. Semua mata tertuju padanya. "Perkenalkan, ini adalah Rafael Kusuma, anak bungsuku yang sejak kecil tinggal di London, tinggal bersama ibunya.”Sorotan lampu seakan berpindah kepada seorang pria tampan dengan balutan jas yang sempurna. Senyumnya hangat namun mengandung sepercik keragu-raguan yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang jeli."Sekarang," lanjut Kakek Dodi dengan bangga, "dia pulang kesini untuk memimpin Perusahaan Kusuma."Gemuruh sambutan dan tepuk tangan riuh menyambut pengumuman itu. Senyum mengembang dari semua tamu. Namun, di balik topeng keramahan itu, tersimpan dua pasang mata yang memancarkan sinisme tajam.Pak Heru, suami kakak Rafael, dan Alex, putra mereka,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status