Share

Bab. 6

Penulis: Queenby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-26 20:32:54

“Apa? Om Rafael…akan pulang ke Indonesia?” suara Alex meninggi, matanya membelalak tak percaya. “Papa bercanda, kan?”

Pak Heru menatap tajam. “Kamu pikir Papa punya waktu buat bercanda soal ini? Keputusan kakekmu sudah final. Rafael akan menggantikannya, memimpin Kusuma Group sebagai CEO.”

“Tidak mungkin!” Alex menghantam meja kerjanya dengan keras. “Kenapa harus Om Rafael?! Aku yang selama ini berjuang memajukan perusahaan Kusuma! Bukan dia!”

Pak Heru mendengus sinis. “Berjuang memajukan perusahaan katamu? Kamu pikir kakekmu buta? Selama ini kamu hanya buang-buang waktu, sibuk main perempuan, sementara perusahaan hancur di depan mata. Apa kamu pantas disebut berjuang?”

“Papa!” Alex menunjuk ayahnya dengan tangan gemetar. “Aku sudah bekerja keras di perusahaan ini, sudah banyak proyek yang aku tangani!”

“Bekerja keras?” seru Pak Heru, matanya membara. “Kamu bahkan tidak tahu ada rapat direksi hari ini! Bekerja keras apanya? Bahkan proyek yang kamu tangani 70% nya gagal total.”

Alex terdiam, rahangnya mengeras. Wajahnya merah padam antara marah dan malu.

Fiona, yang sejak tadi bersembunyi di belakang Alex, akhirnya bicara dengan suara hati-hati. “Sayang… tenang dulu. Jangan emosi. Kita bisa cari cara…”

Alex menoleh cepat, menatap Fiona dengan mata liar. “Kamu tahu kan, apa resikonya kalau Om ku sampai memimpin perusahaan Kusuma? Kalau Om Rafael benar-benar kembali… semua yang aku miliki, jabatanku di perusahaan ini… bisa lenyap dalam sekejap!”

Fiona menggigit bibirnya. Ketakutan jelas tergambar di wajahnya. Dalam hati, ia panik karena kalau Alex jatuh, posisi dan kekuasaannya di perusahaan pun tamat.

Pak Heru mendekat, menatap anaknya dari jarak dekat. “Kalau kamu tidak mau dilibas Rafael, buktikan dirimu pantas. Perbaiki kinerjamu! Jangan hanya mengandalkan nama besar keluarga!”

Alex terdiam, genggamannya di meja makin kuat. Dalam hatinya, api dendam mulai menyala.

“Om Rafael… aku tidak akan membiarkanmu merebut apa yang jadi milikku…” gumamnya lirih, tapi penuh amarah.

---

Pak Heru menghela napas panjang, lalu mendekat lebih rapat ke arah Alex. Suaranya direndahkan, namun nadanya penuh tekanan.

“Alex… dengar baik-baik. Kalau Rafael benar-benar jadi CEO, kita berdua benar-benar akan dalam bahaya besar.”

Alex menatap ayahnya dengan bingung. “Bahaya kenapa sih pa? Bukankah selama ini kita aman?”

Pak Heru mengepalkan tangannya. Wajahnya menegang.

“Rafael itu bukan tipe orang yang bisa kau bodohi. Dia detail, teliti, dan tidak pernah mengenal kompromi pada penghianat. Kalau dia memeriksa laporan keuangan perusahaan…” Pak Heru berhenti sejenak, matanya menatap tajam ke arah anaknya. “…semua perbuatan kita pasti akan terbongkar.”

Wajah Alex langsung memucat. “Perbuatan… kita yang mana, Pa?” bisiknya, meski ia tahu jelas maksud ayahnya.

Pak Heru mendekatkan wajahnya hingga hampir sejajar dengan Alex. “Ya! Semua manipulasi anggaran produksi, dana proyek fiktif yang kita alihkan ke rekening pribadi, sampai mark up pengadaan mesin… kalau Rafael menemukan itu, habis sudah kita, Lex! Bukan hanya dipecat, tapi bisa masuk penjara!”

Alex terhenyak. Tubuhnya merosot ke kursi, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “T-tapi… selama ini kan semua aman, Pa… tidak ada yang curiga…”

“Selama kakekmu yang memimpin perusahaan, kita masih aman. Karena asisten kakek, bisa kita suap. Tapi…begitu Rafael mengambil alih, dia pasti akan audit besar-besaran. Percaya sama Papa, dia itu pintar dan licik. Sekali dia curiga, kita tamat.”

Fiona yang mendengarkan pembicaraan itu dari belakang menutup mulutnya dengan tangan, wajahnya pucat pasi. Ia baru sadar betapa seriusnya masalah ini. Kalau benar semuanya terbongkar, bukan hanya Alex dan Pak Heru, dirinya pun bisa terseret karena sering ikut mengurus dokumen keuangan atas nama Alex.

Alex menggertakkan giginya, wajahnya dipenuhi amarah bercampur panik. “Tidak… aku tidak akan biarkan Rafael merebut milikku… apalagi membuatku terlihat seperti sampah di depan kakek!”

Pak Heru menatap anaknya lekat-lekat. “Kalau kamu masih mau selamat, satu-satunya cara adalah… menangkan hati kakekmu dan singkirkan Rafael. Jangan biarkan dia menduduki kursi CEO.”

*

*

*

Alex sebenarnya masih kesal dengan keputusan kakeknya. Baginya, posisi CEO seharusnya sudah ada di tangannya tanpa syarat apa pun. Namun kakek Dodi tegas menolak. Menurut sang kakek, Alex terlalu ceroboh, ambisius, dan belum cukup matang untuk memimpin.

“Kalau kamu sudah menikah dengan Karin dan punya anak. Mungkin saat itu aku akan mempertimbangkan lagi. Bahkan aku akan memberikan dua puluh persen saham untuk anak kalian,” ujar kakek Dodi dingin, membuat wajah Alex menegang.

Pernyataan itu bagai belenggu baru bagi Alex. Mau tidak mau, ia harus mempertahankan Karin di sisinya, entah cinta itu ada atau tidak.

Malam ini, sebuah pesta ulang tahun besar akan digelar oleh Tuan Andreas, salah satu pengusaha kawakan yang punya banyak relasi penting. Perusahaan Kusuma mendapatkan undangan khusus, dan kakek Dodi meminta Alex menghadirinya bersama Karin.

Awalnya Alex menolak. Ia malas dengan acara formal seperti itu. Namun ayahnya, Pak Heru, dengan sabar membujuk.

“Alex, kamu harus hadir. Di sana akan ada banyak pengusaha besar. Ini kesempatanmu membangun relasi. Kalau kau ingin dipercaya kakekmu, tunjukkan keseriusanmu malam ini,” ucap Pak Heru meyakinkan.

Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya Alex mengalah. Ia menyetujui untuk datang bersama Karin. Bahkan kakek Dodi sudah menekankan agar Alex benar-benar membawa Karin, supaya semua orang tahu bahwa gadis itu adalah calon menantu keluarga Kusuma.

Namun, diam-diam, tanpa sepengetahuan ayah dan kakeknya, Alex juga menghubungi Fiona. Ia meminta gadis itu untuk datang ke pesta yang sama.

Hatinya penuh perhitungan. Alex tahu, jika malam ini ia bisa menunjukkan dirinya bersama Karin, ia akan mendapat nilai lebih di mata kakeknya. Tapi disisi lain, ia juga tak bisa begitu saja melepaskan Fiona, gadis yang selama ini selalu menuruti semua keinginannya.

*

*

*

Pesta ulang tahun Tuan Andreas berlangsung megah. Lampu kristal memancarkan cahaya hangat, memantul pada gelas-gelas anggur yang lalu lalang di tangan para tamu undangan yang sebagian besar adalah orang-orang penting di kota itu. Karin memasuki ballroom dengan perasaan tidak karuan. Di sampingnya, Alex berjalan gagah, tetapi bukan tangannya yang digandeng. Melainkan tangan Fiona, yang sejak tadi tak lepas dari sisi Alex.

Karin hanya bisa mendengus dalam hati. Fiona, dengan sengaja, telah merebut posisi Karin. Dan Alex, entah mengapa, lebih memilih untuk tidak membuat keributan. Daripada harus bertengkar di depan umum, Karin memilih untuk berjalan beberapa langkah di belakang mereka, seperti seorang bodyguard.

"Tuan Alex Kusuma, selamat datang! Terima kasih sudah menghadiri acara ulang tahun saya," sambut Tuan Andreas dengan ramah, menjabat tangan Alex.

"Terima kasih kembali, Tuan. Keluarga Kusuma berterima kasih atas undangan yang telah anda berikan," balas Alex dengan sopan, senyum diplomatisnya terpasang sempurna.

Matanya kemudian beralih ke Fiona yang berdiri begitu dekat dengan Alex. "Oh, ya. Ini pasti tunangan Anda, Nona Sanjaya? Saya dengar kalian sudah bertunangan," tanya Andreas.

Sebelum Alex sempat membuka mulut untuk menjawab, Fiona sudah menyodorkan tangannya. "Iya, Tuan. Saya tunangan Alex, nama saya Fiona," katanya dengan manis, namun ada nada kemenangan dalam suaranya.

"Selamat datang, Nona Sanjaya. Bagaimana kabar kakekmu? Sudah lama aku tidak bertemu beliau," tanya Andreas lagi.

"Beliau baik-baik saja, Tuan," jawab Fiona, sedikit ragu, tetapi berusaha ditutupinya.

Alex tersenyum kecut. Dari sudut matanya, ia melirik ke samping, mencari Karin. Namun, di sebelahnya kosong. Hatinya berdesir. Kemanakah dia? Tapi tak ada waktu untuk mencari; Tuan Andreas sudah berpamitan untuk menyapa tamu lainnya.

Begitu Andreas pergi, Alex membalikkan badan, suaranya berbisik tajam pada Fiona. "Kenapa kamu mengaku sebagai tunanganku? Bagaimana kalau ada orang yang benar-benar mengenalmu?"

Fiona hanya mendekatkan bibirnya ke telinga Alex. "Sudahlah, Lex, biarkan saja. Emang kamu mau jawab apa? Bilang kalau aku adalah selingkuhanmu?" ujarnya menusuk.

Kalimat itu membuat Alex terdiam, terpojok oleh kebenaran pahit yang diucapkan Fiona. Dengan menghela napas, ia memutuskan untuk beralih ke urusan bisnis. Dia mulai mendekati para pengusaha terkemuka, berjabat tangan, dan berbasa-basi.

Sementara itu, di sudut lain, Karin mencoba mengalihkan kekesalannya dengan menikmati hidangan. Dia sibuk memilih kue-kue cantik yang tersusun rapi, mencoba menemukan sedikit kenyamanan dalam kesendiriannya.

Fiona, yang mengawasinya dari kejauhan, menggeleng dengan pandangan merendah. Ia berdecak pelan,”Dasar kampungan. Yang dipikirkan cuma makan. Apa dia tidak pernah makan enak di rumahnya?" gumamnya sinis. Sebuah senyum licik kemudian mengembang di bibirnya. Sebuah ide jahat terlintas di benaknya.

Dia mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari tasnya. "Kebetulan sekali aku membawa obat ini. Dia harus diberi pelajaran agar tahu posisinya di hidup Alex. Aku harus memastikan Alex tidak akan melirik wanita itu lagi."

Dengan langkah tenang, Fiona mendekati meja tempat Karin berdiri. Dia mengambil sebuah gelas berisi minuman yang sama dengan yang sedang dipegang Karin. Dengan cepat dan cekatan, dia memasukkan butiran obat perangsang ke dalam gelas itu. Obat yang selalu disimpannya untuk Alex, kini akan digunakan untuk menjatuhkan Karin.

Setelah diam-diam menukar minuman Karin dengan minuman yang dibawanya dan sudah diberi obat perangsang, Fiona lalu berdiri di sampingnya. "Kamu lihatkan? Kamu bahkan tidak pantas mendampingi Alex. Akulah yang dia perkenalkan sebagai tunangannya. Sepertinya Alex malu mengakuimu," sindir Fiona, ingin memancing emosi Karin.

Namun, Karin justru tampak dingin. Dia menoleh, matanya penuh hinaan yang justru membuat Fiona semakin geram. "Aku tidak butuh diakuinya, Fiona. Aku juga terpaksa bertunangan dengan Alex. Apa kamu tidak takut menyamar menjadi aku? Bagaimana kalau sampai ketahuan Kakeknya Alexi? Menurutmu beliau akan diam saja?"

"Kamu...!" Fiona hampir meledak, tetapi berhasil menahan diri.

"Tenang saja, Nona Fiona. Aku tidak akan merebut Alex darimu. Hubungan kami murni bisnis. Jadi, kalau aku sudah cukup mendapatkan uangnya, aku akan pergi," ucap Karin dengan tenang yang menyakitkan. Lalu, dengan elegan, dia mengambil gelas minumannya yang sudah ditukar Fiona dan berjalan pergi, meninggalkan Fiona yang gemetar menahan amarah.

"Lihat saja, setelah ini aku akan mempermalukanmu, Karin," gumam Fiona dengan senyum licik, menunggu obat itu bekerja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   BAB. 14

    "Alex, sayang, kamu di mana?"Suara Fiona di ujung telepon terdengar lelah namun hangat, menggema di tempat parkir yang sepi itu. Senja mulai merayap, melukis langit Jakarta dengan jingga dan ungu."Di cafe, Sayang. Lagi ketemu temen lama aku, Rendra. Kamu kenal kan, yang dari Bandung itu?" balas Alex, suaranya riang. Di latar, terdengar gemericik gelas dan suara obrolan ramai.Fiona menghela napas pendek. "Oh iya, ingat. Aku masih di kantor, ini baru mau pulang. Capek banget hari ini. Banyak kerjaan."“Kamu nyusul aja kesini sayang. Aku kenalin kamu sama dia. Sekalian makan malam, daripada kamu masak sendiri," ajak Alex bersemangat. Suara Rendra yang dalam terdengar menyela, "Iya, Fiona. Nanti habis makan sekalian kita mampir ke club malam baru, milik temanku."Fiona tersenyum kecil. Lelahnya seketika terasa lebih ringan. "Baiklah, aku akan menyusul ke sana. Kirimin lokasinya ya.""Oke, hati-hati di jalan, Sayang," sahut Alex sebelum telepon mati.***Parkiran kantor sudah sepi. Ha

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 13

    Dengan punggung tangan kanan yang memerah dan berdenyut, dia mengangkat tangan kiri yang memegang cangkir kopi, dan mengetuk pintu."Masuk," suara datar dari dalam ruangan terdengar.Karin membuka pintu, siap menghadapi bosnya yang menakutkan, dia sudah siap menerima hukuman dari sang CEO. Karin memasuki ruangan dengan hati berdebar, cangkir kopi di genggamannya terasa lebih berat dari biasanya. "Kamu telat, Nona Karin," ucap Rafael tanpa mengangkat kepala dari dokumen yang dibacanya. Suaranya dingin, memotong udara. "Sudah lebih dari sepuluh menit kamu baru datang.""Maaf, Tuan," jawab Karin, suaranya sedikit bergetar. "Saya telat tadi... ada sedikit insiden yang terjadi.""Insidens?" Kali itu Rafael menatapnya, alisnya berkerut. "Apa yang terjadi?""Hanya insiden kecil, Tuan," jawab Karin berusaha meremehkan, sambil berjalan mendekat dan meletakkan cangkir kopi di atas meja kerjanya dengan hati-hati.“Akh…!”Tanpa sengaja,punggung tangan kanannya yang melepuh menyenggol sudut taja

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 12

    Pagi ini, hari pertama Karin menjadi sekretaris CEO. Suara ketukan pintu yang ragu-ragu memecah kesunyian ruang kerja yang mewah itu. "Selamat pagi, Tuan Kusuma."Rafael Kusuma, yang sedang memandang keluar jendela dari kursi kerjanya yang tinggi, tidak segera menoleh. Suara itu tidak asing, dia selalu terngiang- ngiang dengan suara lembut nan merdu itu. Suara itu adalah milik sekretaris barunya, Karin.Setelah dipersilahkan, tak lama masuklah seorang wanita muda dengan setelan formal yang rapi. Wajahnya masih memancarkan nuansa fresh graduate, namun matanya berusaha tampil percaya diri. "Saya Karin Sanjaya, sekretaris baru Anda," ucapnya memperkenalkan diri sekali lagi, seolah mereka belum pernah bertemu sebelumnya.Barulah kemudian, dengan gerakan lambat dan penuh kendali, kursi Rafael berputar perlahan. Dia kini menghadap langsung kepada Karin. Sorot matanya tajam, mengamati setiap detail dari calon tangan kanannya yang baru."Selamat pagi, Nona Sanjaya," suaranya rendah dan datar.

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab. 11

    Kakek Dodi dengan bangga mengantarkan Rafael ke ruangan yang megah, ruang kerja CEO. Dinding kaca, perabotan kayu mahogany berkilau, dan pemandangan kota yang mempesona dari lantai tertinggi. "Selamat datang, Nak," ucap Kakek Dodi, suaranya hangat penuh kebanggaan. "Mulai sekarang, ini adalah ruanganmu. Kamu bisa mengubahnya sesuai keinginanmu." Rafael hanya mengangguk, matanya menyapu setiap sudut ruangan, seakan ingin menilai dan menganalisis segala sesuatu di dalamnya. "Oh ya, kenalkan ini Bagas," kata Kakek Dodi sambil menunjuk seorang pria muda yang berdiri dengan postur tegap dan raut wajah loyal. "Dia adalah orang kepercayaanku. Dan ia sekarang akan menjadi asistenmu." Bagas segera memberi hormat. "Selamat datang di Perusahaan Kusuma, Tuan." "Terima kasih. Ke depannya, mohon bantuannya," balas Rafael dengan sopan, namun tetap menjaga jarak profesional. "Tentu, Tuan. Saya akan sangat senang bisa membantu Anda," jawab Bagas dengan tulus. Kakek Dodi lalu menurunkan su

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan    Bab. 10

    “Apartemen yang bagus," komentar Rafael, matanya menyapu ruang tamu dan sekeliling apartemen Karin."Silahkan duduk dulu, Om. Saya ambilkan minum." Karin hendak menuju ke dapur, namun langkahnya terhenti. "Oh ya, Om Rafael mau minum apa?""Air mineral saja," jawabnya sambil duduk di sofa, memperhatikan dekorasi ruangan yang mencerminkan kepribadian Karin.Tak lama, Karin kembali dengan sebotol air dingin. Rafael meneguknya sedikit, lalu menatap Karin."Aku dengar kamu juga bekerja di Perusahaan Kusuma?""Iya, aku masih jadi pegawai magang di bagian pemasaran."Rafael mengerutkan kening. "Bukankah kamu lulusan S2 Manajemen Bisnis? Kenapa kamu mau ditempatkan jadi karyawan magang di bagian pemasaran? Setidaknya kamu bisa langsung jadi manager di sana.""Aku ingin memulai karirku dari bawah, Om. Aku tidak mau memanfaatkan nama keluargaku untuk mendapatkan posisi yang tinggi," jawab Karin dengan tegas.Merasa percakapan sudah cukup dan waktunya tidak tepat, Karin berdiri. "Ini sudah malam

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 9

    Ruangan luas di rumah keluarga Kusuma bergetar oleh gemuruh suara dan tawa. Aroma anggur dan parfum mewah membaur di udara, menandai sebuah acara keluarga yang tampak harmonis. Di tengah kerumunan, Kakek Dodi, berdiri dengan tegap. Suasana seketika hening. "Perhatian, semua!" suaranya lantang dan berwibawa. Semua mata tertuju padanya. "Perkenalkan, ini adalah Rafael Kusuma, anak bungsuku yang sejak kecil tinggal di London, tinggal bersama ibunya.”Sorotan lampu seakan berpindah kepada seorang pria tampan dengan balutan jas yang sempurna. Senyumnya hangat namun mengandung sepercik keragu-raguan yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang jeli."Sekarang," lanjut Kakek Dodi dengan bangga, "dia pulang kesini untuk memimpin Perusahaan Kusuma."Gemuruh sambutan dan tepuk tangan riuh menyambut pengumuman itu. Senyum mengembang dari semua tamu. Namun, di balik topeng keramahan itu, tersimpan dua pasang mata yang memancarkan sinisme tajam.Pak Heru, suami kakak Rafael, dan Alex, putra mereka,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status