Dallas, US
22.10
Sebuah mobil putih yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa itu melaju pada lintasan drift yang hanya diterangi oleh cahaya lampu jalan.
Arshia Clarikson, sosok gadis muda berusia 19 tahun yang berada dalam mobil itu langsung membanting kemudi kearah kanan saat mendekati tikungan tajam didepannya.
Perempuan cantik yang biasa dipanggil Shia itu memasukkan mobil ke gigi satu. Kaki jenjangnya menginjak kopling dengan penuh dan mengencangkan mesin. Setelah menaikkan RPM hingga 5000-6000, Shia melepaskan rem pada tangannya sehingga menyebabkan roda belakang mobil berputar dengan sangat cepat.
Ketika Shia melepaskan koplingnya, mobil putih tersebut langsung dipenuhi dengan asap tebal sebelum akhirnya berhenti berputar. Shia membuka pintu dan keluar sambil melepaskan helm beserta hands-free pada telinganya. Dia melangkah ringan mendekati Evan, lawannya dalam Tandem drift.
“Bagaimana?” Tanya Shia disertai senyum tipis dan sebelah alis yang terangkat
“Aku kalah” Jawab Evan. Pria berambut gondrong itu meraih sebuah tas tangan berwarna hitam lalu menyerahkannya pada Shia. “Jika Emily tau kita melakukan Tandem dengan taruhan dia pasti akan memarahiku” Lanjut Evan
“Jadi kau ingin aku merahasiakannya?” Tanya Shia
“Tentu saja!” Seru Evan cepat, karena jika kekasihnya itu tau dia mengajak Shia, sahabat Emily untuk taruhan pasti Emily, kekasihnya itu akan memukuli dirinya hingga babak belur.
“Bagaimana kabar tim?” Tanya Shia, dia bertanya sambil memasukan tas hitam itu ke dalam mobil putihnya
“Cukup buruk, setelah kau pergi Mr. Walker merekrut Ruel lalu dia membakar semua poster dirimu di camp”
“Astaga pendendam sekali” Ucap Shia sambil menutup mulutnya dengan nada bercanda
“Tentu saja dia dendam, atlet drifting nomor 1 miliknya berhenti secara mendadak dan dengan senang hati justru membayar pinalti jutaan dollar” Sindir Evan yang membuat tawa renyah Shia terdengar
“Aku akan menyapanya Mr. Walker jika bertemu. Ngomong-ngomong sampaikan salamku pada Emily, mungkin aku akan mengunjunginya saat pesta pertunangan kalian nanti” Ucap Shia, membuat Evan mengerutkan dahinya
“Kau mau kemana? Tidak ingin menemuinya sekarang?” Tanya Jacob
“Tidak, aku harus ke bandara sekarang”
“Bandara? Kau mau kemana?”
“Ke Milan.” Jawab Shia setelahnya dia masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan Evan yang menghela nafas, sejak awal dirinya tau kepribadian Shia sejak mereka berada ditim yang sama, Evan sudah terbiasa dengan Shia yang pergi seenaknya.
30 menit berlalu sejak Shia melaju dengan kecepatan yang nyaris menyentuh angka 150 Km/Jam hingga akhirnya mobil putih itu memelankan laju mobilnya saat mata biru itu melihat sebuah Mobil Porsche berwarna hitam dalam keadaan terbalik tak jauh dari tempatnya berada saat ini.
“Oh God.” Shia menghentikan mobilnya. Dengan cahaya lampu mobil Shia dapat melihat ada dua orang pria dengan setelan jas hitam yang terkapar diaspal dengan tubuh bersimpah darah.
Shia keluar dari mobilnya yang memang dibiarkan menyala agar dapat melihat kondisi dua pria tersebut. Dengan sedikit berjongkok, Shia mengecek pernapasan pria itu, dia menjauh dengan tangan yang menutup mulut saat menyadari adanya luka tembakan pada kepala keduanya. Tangannya bergerak meraih ponsel yang berada disaku celananya
“Aku menemukan dua orang pria terkena tembakan dikepala, ku kirimkan lokasinya.” ucap Shia pada lawan bicaranya dipanggilan telponnya. Setelahnya SHia berdiri dan mengamati mobil Porsche tersebut
“Sebenarnya apa yang terjadi disini” Shia bergumam, dia yakin ada sesuatu yang besar sudah terjadi. Mobil dengan harga fantastis itu penuh dengan bekas tembakan peluru. Bahkan Shia bisa melihat sebuah peluru yang masih menancap di bagian pintu kemudi.
Merasa sudah cukup mengamati, Shia kembali menuju mobilnya. Yang penting dia sudah memberikan lokasi tempat ini pada Samuel, agar pria itu datang membantu.
Namun sesuatu terjadi saat Shia hendak membuka pintu mobil. Sebuah tangan besar mendorong pintu mobil hingga tertutup kembali. Shia secara spontan langsung menoleh dan membelalak kaget ketika ada seorang pria berdiri disampingnya dan menatap langsung tepat pada matanya.
“Siapa kau?!” tanya Shia sinis, dia menjauh dari lelaki itu, memberikan jarak aman antara dirinya dan pria asing itu. Feelingnya mengatakan ada sesuatu yang ganjil saat ini, belum lagi tatapan mata abu-abu pria itu yang membuat Shia merasa dalam bahaya.
“Bawa aku” Suara pria itu begitu berat dan, seksi?. Shia menggelengkan kepalanya, mungkin karena perawakan pria itu yang dewasa membuat suaranya menjadi demikian.
“Maaf Sir, tapi aku tidak tertarik membawa orang asing!” pria yang tidak Shia ketahui namanya itu berjalan mendekatinya membuat Shia melangkah mundur.
“Kau punya waktu 6 menit untuk membawaku pergi atau mati bersamaku” ucapnya tak nyambung
“Sudah ku katakan jika aku tidak tertarik membawa orang asin-“ Ucapan Shia terputus oleh suara pria itu yang mengintrupsinya
“Namaku Dante dan sayangnya kita kehabisan waktu”
“Apa maks-“ Ucapan Shia terhenti karena suara deruan mobil yang mendekat. Shia melotot. Mata biru gadis itu membola sempurna. Seorang pria dari salah satu mobil yang berjalan mendekat itu mengeluarkan sebagian badannya melalui jendela mobil dan mengarahkan sebuah senjata yang Shia tau sebagai sebuah sniper kearah mereka
“Shit!” Shia memasuki mobilnya “SEJAK KAPAN KAU DIDALAM MOBILKU?!” Shia berteriak keika mendapati pria itu duduk disampingnya. Pria itu duduk dengan santai bahkan membuka jendela dan menatap kaca spion, mengamati mobil yang berada 10 meter dibelakang mereka
“Jalankan, sepertinya dia akan menembak mobilmu” Ucap Dante membuat Shia melotot.
“Kau benar-benar menyebalkan” Ucap Shia bersamaan dengan mobilnya yang melaju dengan cepat. “Aku tidak percaya ini, aku berada dalam masalah karena dirimu” Gerutunya tanpa mengurangi kecepatan mobilnya. Sesekali Shia menatap Dante, pria itu menyenderkan tangannya pada jendela dengan tatapan yang masih mengarah pada spion. Shia melirik kaca, mobil hitam itu masih mengejar mereka.
“Perbaiki posisi dudukmu, aku tidak tanggung jawab jika kau terguncang atau apapun itu dan juga aku akan menurunkan di sheraton gateway” Ucap Shia setelahnya, gadis itu menaikkan RPM dan menginjak rem lalu membelok dengan tajam.
“Kau pandai mengemudi” Puji Dante dengan datar. Shia bahkan tidak yakin jika ucapan itu adalah pujian dengan nada suaranya. “Tapi sepertinya kau memang akan mati bersamaku” Lanjut Dante
“Mak-“ Ucapan Shia terpotong ketika mereka mendengar suara tembakan bersamaan dengan mobil yang hilang keseimbangan
“SHIT! mereka menembak ban mobilku!”
Hallwww Welcome to my story Terimakasih buat kalian yang udah mampir dan membaca cerita ini. jujur aku mau reminder lagi kalau cerita ini akan mengandung adegan 21+ yang cukup ekspliisit. Jadi harap bijak memilih chapter bacaan karena akan ada tanda peringatan diawal bagi chap tersebut. Terimakasih yaa, jangan lupa support penulis dengan memberikan vote dan rating yang mendukung. I love you all..
“Mereka menembak ban mobilku!” Shia tidak bisa melajukan mobilnya, dengan terpaksa dia menginjak rem dan memaksa mobil putih itu untuk berhenti. Gadis itu memperhatikan Dante yang keluar dari mobilnya dan menatap jalanan dibelakang. Meskipun enggan, Shia mengikuti Dante yang keluar dari mobil. Lagipula mobilnya tidak bisa lagi dikendari karena kedua ban belakangnya bocor. Dante mendekati Shia saat 2 mobil hitam yang mengikuti mereka berhenti beberapa meter di depannya. Pintu mobil itu terbuka bersamaan, dari mobil itu terdapat 6 orang berbaju hitam yang beralan kearah mereka dengan senjata api ditangannya. “Terjebak Dante” Ucap lelaki berambut pirang yang Shia tebak sebagai Boss nya. “Kau butuh lebih banyak orang jika ingin menjebakku” Jawab Dante santai. Pria pirang itu tertawa lalu menatap kearah Shia. “Wah Arshia Clarikson, senang bertemu denganmu disini. Aku sempat tertarik padamu saat kau berada dilintasan, begitu menggairahkan” Ucapnya membuat Shia memutar bola matanya ma
Pukul 6 pagi, suasana di luar kamar hotel Shia sudah terasa segar. Tanpa ragu, Shia keluar dari kamar dan bergegas menuju lift. Tidak berselang lama, pintu lift terbuka, mengungkap pemandangan yang tak terduga. Ketika Shia memasuki lift, matanya terkejut oleh adegan yang sedang berlangsung di dalamnya. Di sudut kecil itu, sebuah pasangan tengah terlibat dalam momen intim, tanpa sepatah kata pun tentang privasi atau kesopanan. Mata biru Shia melarikan pandangannya, mencoba untuk fokus pada hal lain. Namun, tak dapat dihindari, Shia harus memutuskan apakah akan mengabaikan kejadian ini atau berhadapan dengan situasi yang cukup menjengkelkan. Dengan sikap yang tetap tenang, Shia memilih untuk tetap masuk ke dalam lift. Ia berdiri di depan pasangan tersebut, merapatkan dirinya ke sudut yang berlawanan arah. Mungkin karena kehadirannya, mungkin tidak, pasangan itu terus dengan kegiatannya seolah Shia bukanlah bagian dari dunia mereka. Meski demikian, Shia merasa terganggu oleh suara yang
“Aku ingin kau yang membersihkannya, dengan bibirmu” Ucap Dante santai, dia bahkan tidak bergeming ketika netra biru terang itu membola. Nafas Shia memburu, udara didalam lift terasa sangat panas. “Kau benar-benar baj-“ Ucapan Shia terpotong oleh ciuman Dante di bibirnya. Terkejut. Shia makin membelalakkan mata ketika tiba-tiba saja Dante mendorong tubuhnya, menyudutkannya ke dinding elevator, kemudian memagut bibirnya kasar. Shia gemetar marah, dia berusaha keras mendorong Dante, tubuh lelaki itu sekokoh karang, tidak bergeming meski Shia mendangkan kakinya pada aset pria itu. Tangan Dante menangkup wajah Shia, memiringkan kepalanya kemudian menyerang bibir Shia dengan posesif. Arshia seperti tersengat. Ini berbeda dengan ciuman biasa yang dia lakukan. Ini lebih dewasa… lebih dalam dan membakarnya. Apalagi Dante menggerakan lidahnya dengan jilatan pelan dan niat. Shia merasa nyaris tenggelam dalam ciuman itu. Tangannya mencengkeram Jas hitam Dante, mengelusnya pelan. Dante tersen
Mobil yang membawa Shia dan Dante berhenti di Parkland memorial hospital tepat di samping wanita dengan seragam dokter yang memang menunggunya. Teresa Tylor, sahabatnya yang bekerja sebagai dokter itu menampakan raut terkejut ketika melihat pakaian Shia yang berwarna merah darah.“kau terluka?” ucap Teresa panik, dia memperhatikan Shia secara seksama.“Itu darahnya.” Ucap Shia bersamaan dengan pintu mobil yang terbuka, menampakkan seorang pria yang terbalut kemeja putih yang kini berubah merah darah.“Oh Gosh. Bagaimana dia bisa begini? Apa kamu menabraknya? Sudah kubilangkan berhentilah balapan liar Shia.” Cecar Erika panik. Wanita itu mengkode kepada perawat yang bersamanya agar membawa pria itu dengan cepat.“Dia menyelamatkanku, aku berhutang budi dengannya” jawab Shia dengan atensi yang sepenuhnya tertuju pada para perawat yang memindahkan tubuh Dante ke ranjang pasien dan membawanya masuk ke d
Setelah Shia mengembalikan kunci mobil pada Teresa di ruangannya, langkahnya membawanya menuju lift yang membawa ke lantai 5. Menyusuri koridor yang tenang, ia akhirnya sampai di depan pintu ruangan lavender. Dengan langkah hati-hati, Shia membuka pintu itu. Ruangan tersebut terasa hening, terasa tenang dengan warna-warna lembut dan lampu yang redup. Namun, perhatian Shia segera tertuju pada sosok pria yang terbaring di ranjang. Dante, seorang pria yang baru dikenalnya, terlihat rapuh dalam seragam pasien. Perban di kepala dan infus yang terpasang di tangan kanannya menyiratkan bahwa Dante tengah melewati masa sulit. Shia mendekati ranjang, mengambil tempat di kursi di sampingnya. Tatapannya terkunci pada wajah Dante yang tertutup oleh matanya yang tenang. Mata biru Shia memperhatikan setiap detail, mencoba membaca ekspresi yang mungkin ada di balik ketenangan itu. lalu Shia nampak menilai perawakan Dante. Rupa pria itu sangat menawan. Rambut hitam yang terlihat lembut, Rahang kokoh
Shia menatap sosok pria yang terduduk di ranjang pasien. Mata yang tertutup itu kini terbuka. Pandangan mereka bertemu, netra abu-abu gelap dengan kesan dingin itu menyapanya. Shia cukup tertegun, sosok Dante yang sekarang berada didepannya berbeda dengan tingkah pria itu sebelumnya yang terkesan menyebalkan. “Siapa?” suara serak itu menyadarkan Shia. Dante tidak mengenalinya. “Kau baik-baik saja?” Tanya Shia balik dengan langkah mendekat. Bersamaan dengan tangannya yang menuangkan segelas air dan menyerahkan pada Dante yang masih bersandar pada kepala ranjang. Dante melirik Shia dengan kening berkerut. Maniknya bersitatap dengan manik biru gelap milik Shia. Tentu saja pria itu sadar dirinya kini pasti berada di sebuah rumah sakit dan mengenakan seragam pasien. Namun bagaimana dirinya bisa berada disini. Merasakan tenggorokan yang kering. Dante meraih gelas yang disodorkan oleh Shia dan meminumnya hingga tandas. “Kau ingat ses-“ PRANK “ARGHH” Gelas kaca yang dipegangnya jatuh d
Los Angeles, USBRAK..“ITU BUKAN MAYATNYA!!” teriak seorang pria sambil menggebrak meja kerjanya, membuat dokumen yang tersusun rapi kini berhamburan ke lantai.“Apa kalian bisa menjelaskan apa yang terjadi” Tanya pria itu dengan desisan tajam. Dua orang yang berada didepannya menunduk takut. Saling menyenggol untuk menentukan siapa yang berbicara.“Apa kalian mendadak bisu.” Ucapnya dengan dingin.“I-itu jebakan.. kami dijebak” jawab Frank selaku pemimpin kompotan dengan takut-takut. Pria itu hanya diam seolah menunggu kelanjutan cerita yang ingin didengarnya.“Benarkah? Ceritakan padaku jebakan seperti apa yang dibuat olehnya”“Bom yang kami tembakan pada mobil itu berhasil meledak, saat kami ingin mendekat, tiba-tiba kami semua pingsan dan saat bangun sudah berada didepan gerbang” Ucap Frank dengan badan bergetar.“Kami rasa ia sudah mati tuan. Mo
Setelah mengantar Dante menuju kamar, Shia kini berkutat di dapur, sebenarnya sudah cukup lama dia tidak memasak bagi orang lain, dengan sedikit kaku ia mulai mengaduk telur dengan beberapa potong wortel dan bumbu lalu mendadarnya dilanjutkan dengan cornet. Shia mengangkat dan meyusun keduanya diatas roti tawar. Menuangkan saos dan mayonnaise lalu menutup kembali dengan roti dan memotong roti tersebut menjadi dua bagian berbentuk segitiga. Senyum tipis tertera di bibirnya ketika melihat bentuk sandwice buatannya. Tidak buruk pikirnya.“Kau memasak?” Tanya DanteShia menoleh, menatap Dante yang shirtless hanya menggunakan celana selutut yang baru di belinya tadi. Rambut hitam pria itu terlihat basah begitu pula dengan aliran air yang mengalir membasahi tubuh atletisnya yang memiliki roti sobek disana.‘astaga’ Shia terdasar“Gunakan bajumu” Ucap Shia yang otomatis membalikkan tubuhnya.Dante ters