Jika ini yang dimaksud Saka dengan menghancurkan, maka Saka berhasil. Seratus—bukan tapi seribu persen Saka berhasil membuat Karina hancur. Layaknya seorang pelacur yang menggoda pria. Dengan sedikit gemetar, jemari Karina mulai melepas kancing kemejanya sendiri. Ia sama sekali tidak berani mendongak. Pandangan Saka tidak teralihkan sama sekali. “Aku menunggumu, Karina.” Saka mengeluarkan sebuah rokok dari dalam sakunya. Menyulutnya pelan—kemudian menghisapnya. Mengepulkan asap ke atas. Kemeja Karina sudah terlepas dan jatuh di bawah. Saka tersenyum miring. Bagaian atas Karina yang hanya terbalut sebuah bra berwarna merah menyala. Miliknya di bawah sana sudah menegang, hanya meliha Karina yang setengah telanjang. ‘Aku tidak mau melakukan hal seperti ini,” jerit Karina dalam hati. Ia menurunkan rok pendeknya. Hingga tubuhnya hanya terbalut dalaman saja. Hancur sudah—Karina benar-benar melepas lembar kain terakhir yang menutup tubuhnya. “Come here, Karina.” Saka menepuk pahanya.
“Good. Bagaimana denganmu?” Karina sedikit tersenyum pada Rendi, suami Amel. “Baik banget.” Amel tertawa ceria sambil memeluk Rendi mesra. Amel mendekat. Ia berbisik pelan. “Untuk yang kemarin sorry Karina. Aku tidak bisa meminjamkan uang padamu. Suamiku takut kau tidak bisa mengembalikannya,” jelasnya. Karina mengusap dahinya. “Oh ya. Aku tidak masalah.” “Oh itu Susan!” tunjuknya pada seorang perempuan yang baru saja keluar dari mobil. Independent woman and rich. Susan yang menjadi seorang pengacara. Sebuah kacamata bertengger di hidungnya yang mancung. Mobil sport yang digunakannya seharga milyaran. Hidup Susan memang selalu bergelimang dengan harta. Keluarga yang kaya dan dirinya yang sukses juga. “Hai girls,” sapa Susan. Ia melepas kacamatanya dan menatap Karina. “Karina apa yang kau pakai?” Karina menatap dirinya sendiri. “Memangnya apa?” “Itu tas channel palsu.” Susan tertawa. Di susul dengan Amel dan suaminya. “Aku tidak tahu.” Karina menyembunyikan tasnya di belakang
Susan menghela nafas sebentar. Ia tidak pernah direndahkan seperti ini. Tapi tidak masalah—untuk Saka yang berubah menjadi pria idamannya. Ia tidak masalah jika disebut wanita agresif. “Aku Susan. Aku teman Karina.” “Oh.” Saka hanya ber oh ria. Ia malah kembali sibuk berbicara kembali dengan Edo. Di bangku pojok. Karina hanya diam. Ia menoleh ke samping. Wanita yang sangat cantik dan anggun. “Apa kau mengenalku Karina?” tiba-tiba wanita itu bertanya. Ia menoleh sambil tersenyum. “Aku Diana.” “Diana maafkan aku.” Karina berubah panik. Ada banyak orang yang dulu ia pernah sakiti. Inilah yang menjadi alasan Karina enggan datang ke acara alumni. Ia malu dengan orang-orang yang dulu ia sakiti. “Mungkin sudah terlambat. Tapi aku ingin minta maaf. Maaf atas semua perbuatanku dulu.” Diana tertawa pelan. “Kata maaf tidak pernah cukup. Well, pembuli memang tidak pernah mengingat apa yang dia lakukan pada korbannya. Tapi korbannya—akan mengingatnya seumur hidup. Tapi—” Diana menatap Karina.
“KARINA MAJULAH!” teriak Susan. Amel berdiri. Ia menarik lengan Karina ke atas panggung. “Beri tepuk tangan yang meriah untuk Karina!” Karina berdiri kaku di atas panggung. Ia memandang orang-orang di hadapannya. Mungkin inilah saatnya. Karina mengambil mic. “Halo semuanya. Aku Karina.” “Terima kasih atas kesempatannya. So—yang kalian lihat seperti ini. Aku Karina Leticia hanyalah perempuan yang melewati banyak hal. Aku berdiri di sini, untuk menyampaikan permintaan maafku pada kalian yang terluka atas sikapku. Untuk kalian yang saat ini masih menyimpan luka itu—aku minta maaf. Aku sungguh menyesal.” “WOW SUNGGUH PIDATO YANG BAGUS!” teriak Kenzo. Diana berdiri. Perempuan itu yang pertama kali bertepuk tangan. Diana memberikan jempolnya pada Karina. Semua orang ikut bertepuk tangan. Tak terkecuali—Saka. Ia memandang Karina yang berdiri di atas panggung. Dress yang digunakan Karina sederhana. Tidak ada aksesoris yang menonjol. Riasan wanita itu pun nampak natural. Karina benar-ben
Karina menyentak tangan Rendi yang mencekalnya. “Aku tidak peduli dengan perasaanmu. Kau suami temanku.” Rendi menarik Karina hingga tubuh mereka saling berdekatan. Karina mencoba melepaskan pelukan Rendi namun pria itu jauh lebih kuat darinya. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!” Teriak seorang wanita dari kejauhan. Rendi mendorong Karina menjauh. “KARINA KAU MENGGODA RENDI?” tanya Amel mendekat. “Aku tidak menggodanya, Amel. Kau tanya sendiri pada suamimu ini. Aku akan pergi. Aku sungguh muak dengan semuanya.” “Dia yang menggodaku,” kata Rendi. Amel menatap Karina dengan kemarahan. “Miskin membuatmu semakin menjijikkan. Aku tahu kau dulu suka sekali menggoda pria kaya. Tapi sekarang kau berani menggoda suami temanmu sendiri. Kau tidak lebih dari pel@cur Karina!” teriak Amel. Perdebatan mereka membuat semua orang menatap mereka. Apalagi jarak mereka dengan aula utama tidak jauh. “Terserah.” Karina berjalan meninggalkan mereka. Namun Amel berlari mengejarnya. “MAU KEMANA KAU? DASAR J
Hujan yang semakin lebat. Karina menunduk. Ia hanya berharap ada satu bus saja yang bisa membawanya pulang. TIN TIN Karina mendongak. Sebuah mobil hitam sport berhenti di depannya. Karina tahu pemiliknya. Ia memilih enggan untuk mendekat. Ia hanya ingin menyendiri. Karina tidak ingin bertemu dengan Saka atau yang lain. “KARINA COME HERE!” teriak Saka membuka jendela kaca mobilnya. Karina menggeleng. Ia berdiri. “Tinggalkan saya sendiri, Sir. Saya ingin sendiri.” Saka menyugar rambutnya gusar. “COME HERE, KARINA. JANGAN MEMBUATKU MARAH!” Karina bersingkut maju. Ia menghela nafas berkali-kali sebelum masuk ke dalam mobil Saka. Tubuhnya yang basah mengenai kursi bahkan bagian bawah mobil Saka. Baiklah setelah ini Karina harus mendengar omelan Saka juga. “Maaf,” lirih pelan Karina. Saka sudah menjalankan mobilnya. “Untuk?” “Baju saya basah. Mobil anda ikut basah.” Saka menatap Karina. Benar—wanita itu membuat mobilnya basah. Tapi bukan itu yang terpenting. Ia lega melihat Karina
Saka menarik pinggang polos Karina. Mengecup leher Karina sampai ke bawah. Kedua milik Karina sangat pas di genggamannya. Saka tersenyum miring menatap wajah Karina yang penuh gairah. Ia memainkannya dengan sesuka hati. “Apa yang kau inginkan?” tanya Saka. Karina menutup mata. Ia menyentuh tangan Saka yang bermain nakal di kedua miliknya. Karina suka—Karina tidak bisa berhenti. “Kau.” “Apa kau bilang?” tanya Saka sekal lagi. “Sentuh aku, Sir.” Saka tersenyum miring. Ia menurunkan resleting celananya. Menyatukan miliknya dengan milik Karina di bawah sana. “Bergerak.” Karina bergerak. Ia bergerak pelan sambil terus mendesah kenikmatan. “Ahh…,” Karina memejamkan mata. Kedua tangan Saka mencengkram pinggang Karina. Membantu Karina bergerak sesuai dengan ritme yang ia inginkan. Dari bawah—ia melihat wajah Karina yang begitu menggoda. Bagaimana wania itu memejamkan mata. Bagaimana wanita itu membuka bibirnya—mengeluarkan suara yangb baginya merdu. “Kau suka?” lirih Saka. Saka merem
Karina melebarkan mata mendengar teriakan itu. Ia mendorong Saka yang masih saja menciumi lehernya. "Itu Aruna.” “Biarkan saja.” Saka semakin memeluk Karina. Ia enggan bertemu dengan Aruna. Lebih baik memeluk Karina. Tubuh Karina yang seperti candu. Wanginya seperti vanila bercampur strowberry membuatnya candu. “SAKA AKU INGIN BERBICARA. KAU DI MANA?” teriak Aruna semakin kencang. Ia kesal sendiri karena tidak menemukan Saka. “Lepaskan dulu.” Karina mendorong tubuh Saka menjauh darinya. “Temui Aruna. Aku akan di sini.” Saka berdecak malas. Ia kemudian bangkit. Karina melengos—Saka yang tidak tahu malu. Saka yang tidak mengenakan apapun berjalan ke arah lemari. Mengambil kaos dan celana, kemudian memakainya dengan cepat. “Kau bahkan sudah melihat semuanya,” ujar Saka menatap Karina yang masih saja malu. Ia tersenyum tipis. Ia berjalan ke arah Karina. Mengecup perlahan dahi Karina kemudian pergi. Karina memegang dadanya. Apa? Kenapa dia begitu berdebar hanya karena Saka mencium ke