Share

7. Buruan

Penulis: Nalla Ela
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 23:59:27

Binar menggigit bibirnya kencang, menunduk di bawah meja. Tubuhnya gemetar dengan jantung yang memompa cepat melihat pecahan kaca yang berhamburan di lantai.

Situasi yang Binar benci. Mengingatkannya akan tragedi berdarah yang menciptakan trauma mendalam di benaknya.

Dan sekarang, ia berada di tengah kekacauan yang sama. Lagi.

Semenjak bertemu Dante, sepertinya hidupnya tak pernah damai untuk sekejap.

Memaksakan tububuhnya yang terus bergetar untuk bergerak, Binar merangkak di balik meja, menghindari serpihan kaca yang berserakan.

Hingga ... siluet familiar tertangkap dari sudut matanya.

Dante.

Pria itu berdiri tegap memandang dingin ke arahnya dengan pistol berasap di genggaman.

Binar jatuh terduduk dengan pupil bergetar tak bisa bergerak ketika Dante beranjak mendekat ke arahnya.

Tatapan Dante terlihat gelap. Rahangnya mengeras. Jemari panjangnya melingkar erat di gagang pistol, seakan siap menghabisi siapa pun yang menghalangi jalannya.

Binar mundur perlahan, berusaha mengatur napasnya yang tersengal. Yang ia pikirkan hanya satu, ia harus bisa kabur sebelum situasi semakin memburuk dan ia kana tertawan selamanya.

Namun, seseorang lebih dulu menarik pergelangan tangannya.

Telapak tangan itu mencengkeram pergelangan tangan Binar kuat. Ia mendongak perlahan... napasnya kembali tersengal ketika tatapannya bertemu dengan mata kelam penuh hal licik yang tak terbaca.

Vincent.

Pupil mata Binar bergetar, tertekan dengan situasi menegangkan bak domino yang melibas habis akal sehatnya. Senyum samar Vincent terlihat tak manusiawi. Itu lebih seperti senyum hewan buas yang telah menemukan buruannya.

“Kemana kau akan lari, Binar?” tanya Vincent kalem, suaranya terdengar lembut … terlalu lembut untuk situasi sekejam ini.

Binar mencoba meronta. Tapi genggamannya terlalu kuat. Ia merintih ketika kuku-kuku Vincent hampir menembus kulitnya.

“Aku sudah lama menunggumu. Kau tahu kan, Dante tak bisa menjagamu selamanya.”

“Lepas ….” suaranya tercekat, tapi tegas. Meski gemetar tubuhnya masih terasa, Binar menolak menyerah. Otaknya masih waras untuk memikirkan cara melarikan diri.

Vincent terkekeh pelan. “Oh, aku suka versi galakmu. Tapi nanti kau juga akan menangis memohon padaku. aku tak terburu-buru untuk melihat sisi itu."

Binar terkejut, tubuhnya terseret paksa. Ia ingin berontak, ingin menolak, tetapi suaranya tercekat begitu melihat ekspresi Dante yang kini berdiri di ambang pintu.

Dante mendobrak masuk, mata gelapnya menusuk lurus ke arahnya.

Tatapan itu …

Binar merasakan sesuatu menjalar di tengkuknya, campuran antara ketakutan dan sesuatu yang lebih gelap. Sesuatu yang menyeretnya kembali ke masa lalu.

Saat Dante membujuknya untuk tak pergi. Memohon padanya untuk tinggal. Namun, Binar hanyalah anak kecil yang ingin merasakan hangat pelukan orang tua. Meski realitanya ia hanya dijadikan budak pencetak uang gratis.

"Binar."

Dante memanggilnya, suaranya lebih seperti geraman tajam daripada panggilan lembut.

Binar menelan ludah. Ia tidak bisa menjawab. Matanya membulat begitu Dante mengarahkan moncong handgun ke arahnya.

Lalu, dalam sekejap, suara tembakan meledak.

Peluru melesat cepat, mengenai lengan Vincent yang mencekal tangan Binar. Anehnya, bukannya menunjukkan tanda kesakitan... Vincent malah terkekeh kuat.

"Dia sangat berarti untukmu ya?" Vincent tertawa mengejek ke arah Dante, mengabaikan darah yang mulai mengucur deras dari lengan kirinya.

Napas Dante memberat. Ia menurunkan pistolnya, menatap Vincent dengan ekspresi datar tanpa riak emosi di sana. Menunjukkan pada Binar, sisi lain Dante yang sebenarnya. Gelap dan tanpa ampun.

"Lepaskan dia."

Itu bukan permohonan, melainkan perintah. Suaranya yang dalam sanggup menggetarkan siapapun, ditambah aura gelap yang mengelilinginya.

Vincent tidak menjawab. Sebagai gantinya, ia menarik Binar lebih erat dan menodongkan pistol ke pelipisnya.

Binar membelalak.

Dingin.

Dingin sekali.

Ujung pistol yang menyentuh pelipisnya terasa membakar, menciptakan rasa takut yang menelusup ke dalam tulangnya.

Binar tak bisa bereaksi. Semua ini terlalu mengejutkan. Ia seperti orang bodoh, mengamati ekspresi Dante yang tetap tenang dari waktu ke waktu.

Membuatnya bertanya-tanya.

Apakah pria itu mencintainya? Apakah Dante peduli padanya? Tanpa sadar Binar berharap.

Namun ...

Yang Binar lihat hanyalah ... kekosongan. Tanpa sadar, Binar meraba dadanya yang terasa sakit.

Vincent menyeringai menyadari gelagat Binar. "Lihat, pria itu tak akan peduli pada hidup dan matimu," bisiknya lirih tepat di telinga Binar.

Yang tak Binar sadari adalah genggaman tangan Dante pada pistolnya yang semakin mengerat. Vincent hanya memanipulasi Binar agar semakin tenggelam dalam luka dan mudah untuk dikendalikan nantinya.

Dua pria berbahaya bertarung memperebutkannya, bukan karena dirinya sebagai manusia, tetapi sebagai simbol.

Dante ingin memilikinya karena cinta, obsesi, dan dendam.

Vincent ingin merecokinya karena ia ingin menghancurkan Dante.

Dan Binar?

Ia hanya ingin lepas dari semuanya.

Dunia seolah mengecil ketika Vincent menyeretnya keluar dari tempat itu. Dante berteriak, suara pelurunya membelah udara. Tapi Vincent terlalu terlatih. Gerakannya licin, cepat—dan orang-orangnya sudah mengepung ruangan.

Satu suara berdentum lagi. Lalu gelap. Binar jatuh tak sadarkan diri, memudahkan Vincent untuk membawanya.

Dante menggertakkan giginya. Tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Ia benci ini.

Ia benci melihat Binar dalam genggaman orang lain.

Ia benci melihat ketakutan di mata perempuan itu.

Tapi di saat yang sama, ia tidak bisa membiarkan peluru menembus tubuh Binar.

Kesalahan sekecil apa pun bisa merenggut nyawa wanitanya.

"Aku akan mendapatkanmu kembali, sayang."

---

Cahaya remang lampu adalah benda pertama yang Binar lihat ketika ia membuka matanya. Rasanya seperti ditampar oleh kenyataan. Kepalanya berat, bibirnya pecah-pecah, dan tangan kirinya terasa nyeri akibat diikat terlalu erat dengan kabel plastik.

Ia mencoba menggerakkan tubuh, tapi bahkan sekadar bernapas saja seperti ratusan jarum menembus tubuhnya.

Tempat itu dingin. Lembap. Bau logam dan karat menyengat.

"Sudah bangun?" Suara itu menyelinap dari kegelapan, Vincent menunggu di sana sejak awal.

Pria itu duduk santai di kursi, mengenakan setelan gelap seperti tidak ada yang terjadi. Di hadapannya, segelas wine merah berkilau di bawah lampu neon usang.

Binar diam. Lidahnya kelu.

“Tenang … aku tidak akan menyakitimu. Belum saja. ” Vincent tersenyum, menyeringai lebih tepatnya. “Kau terlalu berharga untuk itu.”

Ia berdiri, berjalan perlahan mendekati Binar yang masih tergeletak di lantai berdebu.

“Aku ingin mengenalmu,” lanjutnya. “Lebih dekat. Lebih dalam. Lebih … utuh. Bukankah kita bisa berbagi waktu dengan damai, hm?”

Binar menghindari tatapannya, berusaha menyembunyikan rasa takut yang bergolak di dalam dada. Tapi suara hatinya tak bisa dibungkam

'Aku harus keluar dari sini. Aku harus tetap waras.'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   51.

    Dante baru saja pulang dari rapat panjang bersama para petinggi Daggers Pact yang baru. Ia membuka pintu kamar dan mendapati Binar duduk di ujung ranjang mengenakan kemeja hitam miliknya yang kebesaran.Binar buru-buru menutup buku tua yang sedang ia baca ketika Dante masuk tiba-tiba. Meski terlihat sedikit pucat, Binar tetap menampakkan senyum terbaik untuk menutupi rasa paniknya. Namun, Dante hanya acuh tak acuh, melepas jasnya dan menghampiri Binar. "Kau menungguku?" tanyanya dengan suara rendah. Binar tersenyum kecil, meremas ujung kemeja yang ia pakai. "Kau lama. Aku hampir saja ketiduran," jawabnya mendayu. Dante mendekat dan mencium pelipis Binar, lalu menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Binar sempat kaku sepersekian detik sebelum memeluk balik.Namun, mata Binar terlihat kosong, membuang pandangan ke luar jendela. Dante bersandar di kepala ranjang tanpa melepas pelukan mereka, menyadari gelagat Binar yang nampak tak biasa. "Apa yang kau lakukan seharian? kau tidak pergi ke

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   50.

    Di markas Daggers pact, suasana hening. Dante menyandarkan tubuhnya di meja sambil menatap layar CCTV yang tersebar di seluruh markas. Bisa dilihat, Velda tengah duduk santai di pojok, bahkan tersenyum lebar. "Dia tidak takut. Bahkan setelah kita habisi semua kekuatannya," gumam Dante.Matthias menyilangkan tangan dengan kening berkerut. “Malah sekarang terlihat seperti sedang menunggu sesuatu.”"Senjata rahasia," desis Dante. "Aku yakin Velda punya kartu truf yang membuatnya sangat percaya diri."Matthias membolak-balikan halaman penyidikan tentang Velda, termasuk sang dalang utama "Alder Voss."Matthias menarik berkas hasil penyelidikannya terhadap Velda diam-diam. Dan sebuah nama tebuah nama samar muncul, hanya sekali disebut."Alder Voss."---Di malam hari yang menggigit, Binar justru berkeringat. Ia membaca tiap lembar jurnal yang disimpan ayahnya. Tulisan tangannya mulai memudar, tapi masih tetap bisa dibaca. “...dilarang menyebut nama kerajaan itu. Bahkan di antara kami ya

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   49.

    Sera meletakkan berkas tipis di hadapan Binar dengan helaan nafas panjang. "Kau tak akan menyukai isinya," kata Sera pelan. Setelah bersantai beberapa hari di villa, Dante dan Binar kembali ke mansion. Dante kembali sibuk di markas hingga jarang pulang dan Binar ... diam-diam menyelidiki sesuatu, tanpa sepengetahuan Dante. Binar menoleh, lalu menarik nafas dalam. Kedua matanya terlihat lelah karena banyak beban pikiran yang menghantuinya akhir-akhir ini. Sejak kejadian dengan Velda, Binar semakin sadar untuk tak lagi ingin menjadi pion. Ia ingin bangkit dan mempunyai andil sendiri untuknya ... dan Dante. "Aku tak menyukai banyak hal akhir-akhir ini, tapi aku tak bisa tutup mata untuk masalah yang benar-benar di depan mataku."Tak lagi ragu, Binar membuka berkas itu. Foto-foto tempat yang asing baginya, gudang, jejak logistik, catatan pengiriman bahan kimia ke sebuah kota kecil di ujung Orsaria dengan atas nama V. L. Itu pasti Velda. "Kau yakin, Velda hanya pion di sini?" Sera m

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   48.

    Seperti yang bisa Binar prediksi, sarapan agak siang mereka memang tertunda selama satu jam karena kemesuman Tuan Dante. Binar duduk di atas meja makan dengan baju acak-acakan terengah, bersandar sepenuhnya ke dada bidang Dante yang tak tertutup apapun. "Kau .... " Binar tak sanggup melanjutkan perkataannya. Hanya bisa mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin setelah tragedi kilat menyerang. "Luar biasa," sahut Dante percaya diri. Lengan besarnya melingkupi Binar dengan senyum kepuasan. Tangan Binar bergerak mencubit perut keras Dante. Merasa kalimatnya terasa menyebalkan. Setelah memulihkan diri, Binar akhirnya membersihkan diri dan lanjut memasak. Kali ini, Dante duduk tenang di meja makan dengan secangkir kopi hitam bersanding dengan iPadnya. Matanya menatap lekat istri cantiknya yang tengah bergerak kesana kemari cekatan mengolah masakan. Tak pernah ia sangka, gadis mungil yang dulunya ia jaga dan sayangi akan benar-benar menjadi miliknya. Walau harus menggunakan cara keras d

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   47

    “Inikah pemimpin Daggers Pact?” ejek Binar pelan dengan suara nyaris seperti bisikan. “Yang katanya berdarah dingin, tanpa ampun, dan brutal?"Dante tertawa pelan, senyum tipis di sudut bibirnya membuatnya makin terlihat menawan. Apalagi dengan wajahnya yang bangun tidur. “Aku memang seperti itu,” ucap Dante pelan. “Dan aku akan melakukannya lagi jika perlu.”Yah, Dante tetaplah Dante. Dia adalah pemimpin Dangers pact yang sudah seharusnya seperti itu untuk menjaga keutuhan dan kejayaan organisasi. “Kalau dipikirkan lagi, kau tidak pernah menyakitiku," ucap Binar, menatap langit-langit dengan pandangan menerawang. Memang tidak. Hanya dulu ... saat Binar terlalu sering memberontak berusaha melepaskan diri. Dante hanya melakukan Dante mendekat, napasnya terasa di pipi Binar. “Kau bukan orang asing, Binar. Kau milikku.”Binar tak mengelak. Dulu, dia akan menggertak, mencaci, bahkan berusaha melarikan diri. Namun sekarang, ketika Dante mengatakan hal itu, yang ada hanyalah rasa aman.

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   46.

    Binar menatap mata Dante lekat, memastikan kalau pria dingin itu benar-benar siap menyerahkan kendali penuh padanya. Hal yang dulunya mustahil terjadi bahkan dalam bayangan sekalipun. Kedua Mata Dante terlihat satu dengan kabut gairah. Berulang kali ia menelan ludah untuk meredakan rasa panas yang membakar di tubuhnya akibat gerakan kecil yang Binar lakukan. Jemari besarnya mengusap pelan garis rahang Binar, mencoba menggoda wanitanya untuk bergerak lebih. "Kau menggemaskan sekali," lirih Binar. Ia mendekatkan wajahnya seolah menantang, tapi matanya tetap bergetar dibawah tatapan Dante yang mendebarkan. "Benarkah?""Uhum." Binar mengangguk. Matanya berkilat sama-sama tertutup nafsu yang menggebu. Tanpa berkata apa-apa, Binar memegang tengkuk Dante dan menariknya ke dalam ciuman. Meski gerakannya terasa amatir, tapi sanggup menjebol pertahanan Dante. Pada akhirnya, tetap Dante lah yang memimpin permainan. Binar memejamkan mata saat lidah Dante masuk dan menginvasi, mengobrak-abr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status