Home / Romansa / Terperangkap Hasrat Tuan Mafia / 6. Kunjungan Tak Terduga

Share

6. Kunjungan Tak Terduga

Author: Nalla Ela
last update Last Updated: 2025-03-04 21:47:33

Binar berdiri untuk waktu yang cukup lama setelah sampai di sebuah sebuah kota kecil. Tangannya mencengkeram erat koper kecil-satu-satunya harta berharga yang ia punya dengan memandang lurus jalanan sepi di depannya.

Jemarinya berganti mengusap pipinya yang telah basah entah sejak kapan. Tidak. Ia harus bergerak. Menjauh dari Dante adalah keputusan yang bijak.

"Kau bisa, Binar. Dari awal kau sudah sendirian."

Malam itu, Binar berjalan sendirian menembus dinginnya malam. Setidaknya, ini lebih baik daripada hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan kekangan erat yang Dante buat.

---

Binar menyesap segelas kopi instan yang mulai mendingin di tangannya, memindai isi kamar kecil yang bisa ia sewa untuk sebulan kedepan. Tempat ... yang ia pikir akan lolos dari intaian Dante.

Ia menghitung sisa uang yang Valleria berikan padanya yang mulai tersisa sedikit. "Aku harus mencari pekerjaan segera."

Begitu matahari mulai naik, Binar dengan semangat membersihkan diri dan pergi untuk mencari peruntungan.

---

Di sisi lain, Dante duduk tenang di balik meja kerjanya, menatap dingin ke arah layar monitor. Ia sudah tahu kemana binar pergi. Namun, ia memilih menahan diri untuk tidak membawanya kembali.

Tidak sekarang.

"Kenapa tak langsung menjemputnya?" tanya Matthias datar meski penasaran.

Dante tidak langsung menjawab, menopang dagu dengan wajah mengeras ke arah potret Binar yang memakai seragam pelayan di sebuah kedai kecil.

"Binar sedang menikmati kebebasannya," gumam Dante pada akhirnya. "Akan menyenangkan memberikannya ilusi untuk saat ini."

Matthias mengangkat alis. "Apa yang kau rencanakan?"

Dante hanya tersenyum dingin, tak lagi menanggapi pertanyaan Matthias yang penasaran dengan otak liciknya.

Lalu, Dante berdiri dan segera memakai jasnya.

"Ayo pergi." Mata tajam Dante melirik ke arah Matthias "Kita harus memberi pelajaran pada seseorang sebelum dia makin menjadi-jadi."

---

Valleria meringis ketika tubuhya dihempaskan ke meja dengan dorongan keras.

Dante-sang pelaku menatapnya dingin hingga sekujur tubuh Valleria menggigil.

"Kau mulai lancang," desis Dante berbahaya.

Alih-alih ketakutan, Valleria malah terkekeh. "Kenapa? Kau sedih karena kehilangan mainanmu? Kenapa tidak kau mainkan saja aku ... aku juga pintar di atas ranjang," ucapnya profokatif.

Namun, tamparan keras Valleria dapatkan, membuatnya terhuyung. "Dante!" serunya marah.

"Kau pikir kau istimewa?" Dante menatapnya dengan ekspresi mematikan.

Valeria menelan ludah. Baru kali ini ia melihat Dante mengeluarkan aura membunuh yang pekat seperti ini.

Dante mencondongkan tubuhnya, menatap Valeria dengan sorot mata mengancam. "Kau hanya pion di sini. Jangan melanggar batasanku lagi jika kau ingin kepalamu tetap berada di tempatnya."

Tak peduli Valleria terlihat syok dan menangis, Dante langsung keluar begitu saja dengan membanting pintu.

Sedetik kemudian, Valleria menjerit kuat-kuat. "KENAPA KAU HARUS MEMILIH JALANG ITU DIBANDING AKU?! AKU AKAN MEMBUNUUHNYA, DANTE! AKU AKAN MEMBUNUHNYA!"

"Kau hanya milikku ... kau milikku," racaunya berkali-kali dengan kedua tangan tak berhenti mengusak rambutnya yang panjang.

---

Binar menghembuskan napas lega ketika ia berhasil diterima di sebuah kedai kecil sederhana milik seorang wanita paruh baya baik hati.

Ia berjanji, akan bekerja dengan giat, tak peduli siang atau malam. Yang terpenting ... bisa jauh dari Dante untuk selamanya.

Namun, yang tak Binar sadari ... sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari kedai.

Seorang pria tinggi bertato elang di lehernya keluar dari mobil itu dan menyalakan sebatang rokok.

Ponselnya bergetar tanda notifikasi khusus membuat fokusnya teralih.

Tuan D : "Awasi dia. Jangan sampai ada yang menyentuhnya."

Pria itu mengangguk dan kembali melihat ke arah kedai, lebih tepatnya ... ke arah Binar yang tengah menyajikan makanan.

Mengawasi buruan milik Dante yang sengaja dilepas.

---

Binar menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya di dinding belakang kedai setelah seharian melayani pelanggan. Ini lebih baik. Ia merasa kembali ke kehidupan lamanya yang selalu diisi dengan pekerjaan paruh waktu.

Tidak ada lagi tatapan intimidatif dan kata-kata ancaman yang ia terima. Membuatnya lega, tapi juga kehilangan disaat bersamaan.

"Jangan gila, Binar! Pria itu telah merusakmu. Tak pantas kau merindukannya!" hardiknya pada dirinya sendiri.

Pikir Binar ... ia sudah bebas. Namun, ia terlambat menyadari sesuatu. Kalau Dante adalah pemimpin Mafia paling disegani di Orsaria dengan ribuan mata yang tersebar di setiap penjurunya.

---

Suara desahan wanita menggema di sebuah kamar mewah bernuansa putih terang dengan banyak cermin di setiap sudutnya.

Vincent Bianchi menghentak tubuh telanjang itu dengan kuat, tak membiarkannya menikmati permainan. Yang ia butuhkan hanyalah ... kepuasan untuk dirinya sendiri.

Pergumulan itu berakhir ketika si wanita melolong keras, diikuti geraman liar Vincent yang berhasil menuntaskan gairahnya.

Hanya memperbaiki zipper celananya, Vincent bangkit meninggalkan wanita itu terkapar lemas di ranjangnya.

Dor

Dalam sekejap, kepala wanita itu telah berlubang menciptakan genangan merah di seprai putih yang masih acak-acakan.

Salah satu kegilaan Vincent Bianchi, menyingkirkan jalang yang telah ia tiduri untuk mencegah drama yang mungkin timbul di kemudian hari.

Vincent duduk dengan tenang di sofa, tak memperdulikan satu nyawa yang lagi-lagi melayang karena ulahnya.

"Sebaiknya kali ini berita bagus yang kudengar darimu." Mata tajam Vincent melirik seorang lelaki berpakaian serba hitam yang berdiri di sudut ruangan sembari menyalakan rokoknya.

Anak buah Vincent lantas maju dan memberikan sebuah tablet padanya. "Dante Viero menggerakkan anak buahnya secara diam-diam untuk mengawasi istrinya yang kabur," tuturnya tegas.

Jemari besar berhiaskan cincin Giok di telunjuk itu menggeser layar tablet dengan gerakan malas, tapi sorot matanya justru memperlihatkan yang sebaliknya.

Vincent menyipitkan mata ketika sebuah gambar memenuhi layar tablet di tangannya. Seorang wanita memakai baju sederhana tengah menyajikan makanan di sebuah kedai kumuh.

Jadi, ini tipe wanita Dante? Seorang wanita keras kepala yang mudah dimanipulasi.

“Binar Jelita ...,” gumam Vincent dengan nada berbahaya. Senyum miring ia tunjukkan ketika membaca sederet informasi tentang wanita milik rivalnya.

Menarik.

Ternyata Dante menikahi seorang gadis biasa? Ada yang janggal dari sikapnya. Mungkin ... wanita itu bisa menjadi jalan untuknya membalas dendam.

Tangan Vincent mengusap layar, jari telunjuknya berhenti tepat di wajah Binar. Menatapnya dengan mata menyala penuh minat.

“Siapkan mata-mata terbaik kita untuk memantau wanita itu. Cari informasi lebih detail tentangnya dan bawa padaku besok," perintahnya santai, tapi lugas dan otoriter.

Anak buahnya mengangguk, "Baik, Tuan."

Vincent memilih bangkit, menatap kembali foto itu untuk terakhir kalinya sebelum beranjak pergi.

"Dagger’s Pact sudah membuatku jatuh sekali," desisnya. "Tapi kali ini, aku yang akan menghancurkan mereka ... mulai dari yang paling rapuh dan berharga."

Mata Vincent menyala penuh dendam mengingat kekalahannya, memaksanya bersembunyi bak tikus tanah di kota kelahirannya.

---

Hari berikutnya, Binar kembali bekerja meski tubuhnya lelah. Pertama kalinya ia merasa sebebas ini.

Namun, ketika ia menyambut pelanggan pertamanya, ia sedikit tertegun.

Seorang pria asing berambut perak sedikit panjang berdiri menjulang di pintu kedai, menatap Binar dengan sorot aneh. Meski pria itu terlihat tampan, tapi wajahnya terlihat berbahaya. Lebih mencekam daripada Dante.

"Sepertinya aku pelanggan baru di sini," ucapnya dengan senyum tipis. Suaranya terdengar dalam dan tenang dengan nada main-main.

Pria itu maju selangkah demi selangkah ke arah Binar, membuatnya ikut mundur penuh antisipasi.

Binar menelan ludah, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang muncul. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Pria itu tersenyum lebih lebar dan duduk di kursi tak jauh darinya tanpa memutuskan kontak mata keduanya. "Kau."

Binar tertegun. "Maaf?" Ia harap, ia hanya salah dengar.

"Namamu Binar, bukan?"

Pertanyaan itu membuat tubuh Binar menegang dan langsung bersikap waspada. "Siapa kau?"

"Aku Vincent ... Vincent Bianchi."

"Bianchi? apa kau kakak Valle?" tanya Binar dengan kening berkerut. Ia hanya tahu kalau nama belakang itu juga milik Valleria, tanpa tau identitas dibaliknya.

Vincent tersenyum ramah. "Ya, dan aku kemari untuk membawamu pergi," ucapnya dengan raut wajah yang dibuat seserius mungkin.

"Ada apa? Valle tak memberitahu apapun sebelumnya. Perjanjian kami berakhir sejak aku menginjakkan kaki di kota ini."

Vincent diam-diam memuji kepintarannya dalam menilai situasi. Ternyata, wanita ini lebih menarik dari yang ia duga.

"Dante sudah tahu keberadaan mu."

Binar merasa telah dijatuhi bom ketika kalimat itu keluar dari mulut Vincent. "T-tidak ... m-mungkin," ucapnya terbata-bata.

"Tapi itu kenyataannya. Valle meminta bantuanku untuk membawamu pergi sebelum Dante datang."

Kelebihan Vincent adalah pintar memainkan ekspresi agar para korbannya terperdaya. Dan sebentar lagi ... Binar pasti akan jatuh di tangannya.

Belum sempat berpikir, Binar dikejutkan dengan suara jendela kaca kedai yang pecah berhamburan akibat peluru yang dilepaskan seseorang.

Binar berteriak, melindungi kepalanya dan berjongkok dibawah meja.

Ada apa? Apa yang terjadi sebenarnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   51.

    Dante baru saja pulang dari rapat panjang bersama para petinggi Daggers Pact yang baru. Ia membuka pintu kamar dan mendapati Binar duduk di ujung ranjang mengenakan kemeja hitam miliknya yang kebesaran.Binar buru-buru menutup buku tua yang sedang ia baca ketika Dante masuk tiba-tiba. Meski terlihat sedikit pucat, Binar tetap menampakkan senyum terbaik untuk menutupi rasa paniknya. Namun, Dante hanya acuh tak acuh, melepas jasnya dan menghampiri Binar. "Kau menungguku?" tanyanya dengan suara rendah. Binar tersenyum kecil, meremas ujung kemeja yang ia pakai. "Kau lama. Aku hampir saja ketiduran," jawabnya mendayu. Dante mendekat dan mencium pelipis Binar, lalu menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Binar sempat kaku sepersekian detik sebelum memeluk balik.Namun, mata Binar terlihat kosong, membuang pandangan ke luar jendela. Dante bersandar di kepala ranjang tanpa melepas pelukan mereka, menyadari gelagat Binar yang nampak tak biasa. "Apa yang kau lakukan seharian? kau tidak pergi ke

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   50.

    Di markas Daggers pact, suasana hening. Dante menyandarkan tubuhnya di meja sambil menatap layar CCTV yang tersebar di seluruh markas. Bisa dilihat, Velda tengah duduk santai di pojok, bahkan tersenyum lebar. "Dia tidak takut. Bahkan setelah kita habisi semua kekuatannya," gumam Dante.Matthias menyilangkan tangan dengan kening berkerut. “Malah sekarang terlihat seperti sedang menunggu sesuatu.”"Senjata rahasia," desis Dante. "Aku yakin Velda punya kartu truf yang membuatnya sangat percaya diri."Matthias membolak-balikan halaman penyidikan tentang Velda, termasuk sang dalang utama "Alder Voss."Matthias menarik berkas hasil penyelidikannya terhadap Velda diam-diam. Dan sebuah nama tebuah nama samar muncul, hanya sekali disebut."Alder Voss."---Di malam hari yang menggigit, Binar justru berkeringat. Ia membaca tiap lembar jurnal yang disimpan ayahnya. Tulisan tangannya mulai memudar, tapi masih tetap bisa dibaca. “...dilarang menyebut nama kerajaan itu. Bahkan di antara kami ya

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   49.

    Sera meletakkan berkas tipis di hadapan Binar dengan helaan nafas panjang. "Kau tak akan menyukai isinya," kata Sera pelan. Setelah bersantai beberapa hari di villa, Dante dan Binar kembali ke mansion. Dante kembali sibuk di markas hingga jarang pulang dan Binar ... diam-diam menyelidiki sesuatu, tanpa sepengetahuan Dante. Binar menoleh, lalu menarik nafas dalam. Kedua matanya terlihat lelah karena banyak beban pikiran yang menghantuinya akhir-akhir ini. Sejak kejadian dengan Velda, Binar semakin sadar untuk tak lagi ingin menjadi pion. Ia ingin bangkit dan mempunyai andil sendiri untuknya ... dan Dante. "Aku tak menyukai banyak hal akhir-akhir ini, tapi aku tak bisa tutup mata untuk masalah yang benar-benar di depan mataku."Tak lagi ragu, Binar membuka berkas itu. Foto-foto tempat yang asing baginya, gudang, jejak logistik, catatan pengiriman bahan kimia ke sebuah kota kecil di ujung Orsaria dengan atas nama V. L. Itu pasti Velda. "Kau yakin, Velda hanya pion di sini?" Sera m

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   48.

    Seperti yang bisa Binar prediksi, sarapan agak siang mereka memang tertunda selama satu jam karena kemesuman Tuan Dante. Binar duduk di atas meja makan dengan baju acak-acakan terengah, bersandar sepenuhnya ke dada bidang Dante yang tak tertutup apapun. "Kau .... " Binar tak sanggup melanjutkan perkataannya. Hanya bisa mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin setelah tragedi kilat menyerang. "Luar biasa," sahut Dante percaya diri. Lengan besarnya melingkupi Binar dengan senyum kepuasan. Tangan Binar bergerak mencubit perut keras Dante. Merasa kalimatnya terasa menyebalkan. Setelah memulihkan diri, Binar akhirnya membersihkan diri dan lanjut memasak. Kali ini, Dante duduk tenang di meja makan dengan secangkir kopi hitam bersanding dengan iPadnya. Matanya menatap lekat istri cantiknya yang tengah bergerak kesana kemari cekatan mengolah masakan. Tak pernah ia sangka, gadis mungil yang dulunya ia jaga dan sayangi akan benar-benar menjadi miliknya. Walau harus menggunakan cara keras d

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   47

    “Inikah pemimpin Daggers Pact?” ejek Binar pelan dengan suara nyaris seperti bisikan. “Yang katanya berdarah dingin, tanpa ampun, dan brutal?"Dante tertawa pelan, senyum tipis di sudut bibirnya membuatnya makin terlihat menawan. Apalagi dengan wajahnya yang bangun tidur. “Aku memang seperti itu,” ucap Dante pelan. “Dan aku akan melakukannya lagi jika perlu.”Yah, Dante tetaplah Dante. Dia adalah pemimpin Dangers pact yang sudah seharusnya seperti itu untuk menjaga keutuhan dan kejayaan organisasi. “Kalau dipikirkan lagi, kau tidak pernah menyakitiku," ucap Binar, menatap langit-langit dengan pandangan menerawang. Memang tidak. Hanya dulu ... saat Binar terlalu sering memberontak berusaha melepaskan diri. Dante hanya melakukan Dante mendekat, napasnya terasa di pipi Binar. “Kau bukan orang asing, Binar. Kau milikku.”Binar tak mengelak. Dulu, dia akan menggertak, mencaci, bahkan berusaha melarikan diri. Namun sekarang, ketika Dante mengatakan hal itu, yang ada hanyalah rasa aman.

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   46.

    Binar menatap mata Dante lekat, memastikan kalau pria dingin itu benar-benar siap menyerahkan kendali penuh padanya. Hal yang dulunya mustahil terjadi bahkan dalam bayangan sekalipun. Kedua Mata Dante terlihat satu dengan kabut gairah. Berulang kali ia menelan ludah untuk meredakan rasa panas yang membakar di tubuhnya akibat gerakan kecil yang Binar lakukan. Jemari besarnya mengusap pelan garis rahang Binar, mencoba menggoda wanitanya untuk bergerak lebih. "Kau menggemaskan sekali," lirih Binar. Ia mendekatkan wajahnya seolah menantang, tapi matanya tetap bergetar dibawah tatapan Dante yang mendebarkan. "Benarkah?""Uhum." Binar mengangguk. Matanya berkilat sama-sama tertutup nafsu yang menggebu. Tanpa berkata apa-apa, Binar memegang tengkuk Dante dan menariknya ke dalam ciuman. Meski gerakannya terasa amatir, tapi sanggup menjebol pertahanan Dante. Pada akhirnya, tetap Dante lah yang memimpin permainan. Binar memejamkan mata saat lidah Dante masuk dan menginvasi, mengobrak-abr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status