Alesio menatap gadis di depannya dari atas sampai bawah. Satu kata yang terucap, ‘imut’, namun entah kenapa tatapan matanya sangat berbeda. Bukan tatapan memuja seperti semua gadis yang selalu melihatnya, tetapi tatapan tajam dan intens, sangat jernih tanpa ternoda, membuatnya terlihat menawan.
Gadis didepannya terlihat seperti kelinci kecil yang tersesat namun penuh tekad untuk mencari jalan keluar.
Alesio mengalihkan pandangannya ke arah jam tangan Rolex yang melingkar indah di pergelangan tangannya yang kekar. Sudah hampir 30 menit sejak kejadian ciuman itu selesai, dan Alesio membawanya menuju salah satu hotel.
“Aku pikir ada sesuatu yang ingin kamu katakan, nona” akhirnya Alesio membuka suara, matanya menerawang nakal menatap Alana yang gelagapan.
“Maafkan aku” ucap Alana pelan.
“Jika kamu hanya ingin minta maaf, aku akan pergi” ucap Alesio dengan nada dingin, dia tidak memiliki waktu untuk basa basi dan Alana justru membuatnya melakukan itu.
Alana mencoba mengumpulkan keberanian, membuat perasaan malu yang masih menderanya “Bukan hanya itu, Mr. Kingston. Aku ingin membatalkan pertunanganku dengan Morgan Lusamo.”
Alesio mengangkat alisnya, seakan tak terlalu terkejut dengan pengakuan Alana. “Mengapa aku harus peduli pertunanganmu batal atau tidak?”
Alana mengambil nafas dalam-dalam. “Aku tahu kau memiliki kepentingan dengan Morgan. Jadi, kupikir, mungkin kita bisa saling membantu.”
Alesio tersenyum, melihat adanya kesempatan untuk mengambil keuntungan. “Berbicaralah, nona. Aku suka mendengar tawaran menarik.”
Keheningan kembali melanda. Alesio berdecak “Aku per-“
“Kontrak!” Suara Alana meninggi, dia mengabaikan tatapan menyelidik dari Alesio, kemudian melanjutkan ucapannya, “Kontrak untuk mengubah hidup.”
‘Hidupku,’ Alana menambahkan dalam pikirannya.
“Ini menarik, tapi apa kamu tahu siapa diriku, nona?” Tanya Alesio sambil menyilangkan tangannya di dada.
“Tentu saja! Karena itu kamu, makanya aku menawarkan sebuah kontrak.” Jawab Alana
“Aku tidak membutuhkan apapun, nona. Hidupku sangat meyakinkan.”
“Ku pikir kau membutuhkan seorang istri,” ucap Alana dengan senyum miringnya. “Aku mendengar kau tidak suka dengan pernikahan, namun, kau dipaksa untuk menikah.”
“Informasi dari mana itu?” tanya Alesio menatap gadis di depannya dengan tatapan tak bisa ditebak.
“Aku bersedia menjadi istrimu.” Alana menyatakan dengan mantap, walaupun hatinya berdebar-debar dan menahan malu yang sangat besar namun Ia menyadari bahwa langkah ini bisa membebaskan dirinya dari pertunangan yang tidak diinginkannya.
"Ha?" Ucap Alesio dengan wajah tidak percaya.
"Kubilang aku bersedia menjadi istrimu" ucap Alana, mengulang ucapannya dengan mantap.
“Kau ini gila atau kurang waras?”
Alesio kehilangan kata-katanya, seolah sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Berusaha tenang, pria itu menyeringai.
"Apa kau tahu, nona…. Banyak gadis yang lebih darimu bersedia menjadi istriku?"
Alana tersenyum dengan penuh keyakinan. "Aku tahu, karena itu aku bilang ini adalah kontrak yang mengubah hidup."
Lagi, Alesio kehilangan kata-katanya, namun, ia tersenyum. Senyum yang dimilikinya mampu membuat semua wanita luluh, kecuali Alana, yang mempertahankan sikap tegas dan mantapnya.
Kali ini senyum Alesio menyiratkan campuran antara keheranan dan ketertarikan, menyadari bahwa Alana bukanlah gadis biasa yang bisa dengan mudah ia taklukkan.
“Jika kamu menawarkan perjanjian hanya untuk menjadi nyonya Kingston lupakan saja”
“Tidak. Aku tidak butuh gelar itu. Hanya satu tahun, setelah itu mari berpisah” Ucap Alana
“Menarik, memangnya apa yang bisa kau tawarkan, tubuhmu? Aku tidak tertarik” tatapan meremehkan Alesio membuat Alana kesal sudah cukup ia harus menahan emosinya demi masa depan cerahnya.
“Baguslah jika kau tidak tertarik dengan tubuhku artinya semua ini akan berjalan lebih lancar”
“Memangnya kapan aku setuju dengan tawaranmu?” tanya Alesio
“Kerjasama perusahaan Lusamo dan Dirgantara akan batal. Anda bisa mengakusisi semua aset perusahaan Lusamo termasuk perusahaan Dirgantara” jelas Alana tak mencoba tak terpengaruh ucapan Alesio
“Lalu apa hubungannya denganmu?” Tanya Alesio dengan santainya.
Alana tersenyum tipis "Sederhana saja, Mr. Kingston. Aku adalah satu-satunya ahli waris sah perusahaan Dirgantara. Dengan menjadi istrimu, aku dapat membawa perusahaan ini ke dalam genggamanmu." Ucap Alana dengan meyakinkan, dia yang paling tau betapa banyaknya orang yang menginginkan perusahaan Dirgantara, peluang kesuksesan perusahaannya itu sangat tinggi untuk masa depan.
Alesio mengangkat alisnya, terkejut dengan pemberian Alana. "Kau benar-benar serius?"
Alana menghembuskan nafasnya menetralkan emosinya, membuat Alesio semakin tersenyum kemenangan reaksi gadis didepannya, semakin lama ia pikirkan semakin menarik.
“Aku bersedia menjadi bonekamu. Aku memiliki 15% saham perusahaan Dirgantara, jika aku menjadi istrimu, aku akan memberikan saham tersebut selain itu aku juga akan membantu menghadang wanita penggoda yang mengganggumu, menjadi tamengmu mungkin. Tapi, aku tidak akan ikut campur urusanmu, entah wanita simpanan ataupun selir sekalipun, tentang kontrak dan semacamnya aku tidak peduli, terserah padamu” Alana menatap intens mata Alesio tekadnya sudah bulat ia ingin kebebasan
Alesio tersenyum puas, wanita yang menarik tidak boleh dilepaskan, pikirnya.
“Kupikir ini bukan tempat yang tepat untuk membicarakan topik seperti ini” ucap Alesio, sambil mencoba meredakan atmosfer yang sedikit terlalu serius.
Mata kecoklatan milik Alana berbinar “Baiklah, silahkan menghubungiku jika ingin bertemu” Ucap Alana, menyodorkan kartu namanya. Ia menghela napas, lalu hendak keluar dari kamar hotel itu.
“Bagaimana jika aku tidak menghubungimu?” tanya Alesio, membuat Alana menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang, menatap Alesio dengan ekspresi penasaran.
“Aku yakin kau tertarik. Karena ini adalah kontrak yang akan merubah hidup” ucap Alana dengan percaya diri. Matanya memancarkan tekad dan keyakinan, mengisyaratkan bahwa ia tidak akan melepaskan peluang besar ini begitu saja.
Alesio menatap Alana geli, sejak ia lahir tidak seorang pun yang berperilaku tidak masuk akal dan meninggalkannya seperti ini. Benar kata orang, tidak bisa menilai seseorang dari penampilannya. Alana nampak seperti seorang putri lugu dan polos, namun nyatanya memiliki sikap seorang pemberontak.
“Alana Claira Dirgantara” gumam Alesio sambil membaca nama lengkap Alana di kartu itu. Bibir pria itu menyeringai samar, cara Alana yang menatapnya seakan menyembunyikan semua perasaannya itu telah menarik minat seorang Alesio Theodore Kingston. Dalam benaknya, Alesio mulai mempertimbangkan tawaran yang dihadapkan padanya. Tawaran yang akan merubah hidupnya.
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu