Alana berdiri di podium, melihat ke sekitar conference room yang dipenuhi para wartawan dengan kamera dan pena siap untuk merekam setiap kata yang keluar dari bibirnya
“Hallo, Aku Alana Claira Dirgantara. Terima kasih untuk para wartawan yang sudah hadir.” Ucap Alana mengudara di conference room salah satu hotel ternama di Indonesia
Dia melanjutkan "Sebelum itu, aku ingin klarifikasi bahwa aku bukan seorang artis atau model. Aku berada di sini karena banyak dari kalian yang ingin tahu lebih banyak tentang berita yang melibatkanku dengan Morgan Lusamo, dan tentu saja, hubungan ku dengan Alesio Kingston yang kalian lihat di bar dua hari lalu."
“Nona Dirgantara sejak kapan anda menjalin hubungan dengan Tuan muda Kingston?”
“Nona Alana apa anda menjadikan tuan Kingston pelampiasan setelah diselingkuhi tunangan anda?”
Alana memandang wartawan dengan tenang, menangkap setiap pertanyaan yang dilemparkan padanya. Diantara kilatan cahaya kamera, Alana merasakan tatapan Mic yang tertuju padanya. Pria itu mengangguk mantap membuat Alana tersenyum tipis sebelum menjawab.
“Terima kasih atas pertanyaannya. Morgan Lusamo memang tunanganku namun hubungan itu sudah berakhir. Mengenai alasan berakhirnya… Aku memutuskan untuk tidak membawa masalah pribadi tersebut ke dalam ruang publik karena itu adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak diperdebatkan di depan umum dan aku tidak tau bagaimana berita itu bisa muncul.” Ucap Alana dengan kebohongan diakhir kalimatnya.
"Nona Alana, apakah benar jika Anda bertunangan dengan Tuan Muda Lusamo karena dijodohkan?" tanya wartawan dengan nada yang sedikit mengejek.
“Tentang pertunangan dengan Morgan” Alana menjeda sejenak, dia menatap wartawan yang bertanya lalu melanjutkan “Memang benar bahwa awalnya itu adalah sebuah perjodohan. Namun, seiring berjalannya waktu, kami berdua memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dalam sampai akhirnya aku sadar jika aku bukan orang yang tepat untuknya.” Ucap Alana dengan lirih
“Apakah itu alasan anda mendekati Tuan muda Kingston? Menjadikannya pelarian?” Tanya wartawan. Alana menghela napas lalu kembali mengulas senyum tipis
“Aku menghormati Alesio. Kami baru saja bertemu dan masih dalam tahap mengenal satu sama lain. Namun, aku yakin bahwa setiap hubungan memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang. Aku tidak ingin terus terjebak dalam masa lalu yang menyakitkan.”
“ALANA!” suara itu tiba-tiba memenuhi ruangan, menusuk suasana damai yang baru saja tercipta. Alana baru saja berdiri, berniat pergi dari sana ketika suara dengan nada marah itu mengejutkannya.
“Papa...” sahut Alana pelan, sorot matanya mencerminkan campuran antara keterkejutan dan keheningan.
Namun, keheranan tidak hanya dirasakan oleh Alana. Para wartawan juga terhenti seketika mendengar suara yang menyakitkan dari belakang mereka. Terlebih lagi, ketika mereka berbalik, sosok yang membuat ruangan itu terdiam tampak jelas. Andre, kepala keluarga Dirgantara, berdiri disana, memandang Alana dengan ekspresi tegas dan penuh emosi.
Di sampingnya, sosok Morgan Lusamo, calon mantan tunangan yang juga turut berdiri.
Pria paruh baya itu mengenakan setelan jas rapi. Mata Andre berkilat penuh emosi ketika ia melangkah maju, mendekati Alana.
“Pertunangan kalian tidak batal Alana!” ucap Andre tegas, suaranya menggema di ruangan yang sepi. Morgan, yang ada di belakang Andre, menatap Alana dengan senyum mengejek, seolah merasa menang atas situasi ini.
Alana tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya, dan dia mencoba membantah, “Tapi papa-”
“Berhenti bersikap kekanakan, Alana. Aku tahu kamu ingin terkenal, tapi bukan begini caranya” ucap Morgan dengan ekspresi prihatin, berusaha memutarbalikan fakta
Alana mengepalkan tangannya, matanya melirik ke arah Mic yang juga terlihat tidak menduga kedatangan Papa dan tunangan Alana itu. Suasana di ruangan semakin tegang dengan kehadiran mereka.
Para wartawan saling berbisik lalu tak lama kemudian, pertanyaan mereka memecah keheningan "Tuan Dirgantara, apa maksud Anda pertunangan putri Anda dan Tuan Muda Lusamo tidak batal?" Pertanyaan itu langsung menimbulkan ketegangan di ruangan.
Seolah-olah sebuah badai pertanyaan datang menerpa, suara wartawan terus bersahutan, menciptakan suasana kacau dan tak terkendali di dalam ruangan. "Apa benar putri Anda hanya ingin terkenal hingga melakukan hal ini?" serentak beberapa wartawan menanyakan pertanyaan yang sama.
Andre terlihat tertegun sejenak oleh serangan pertanyaan tersebut. Dia menjawab dengan tenang "Alana adalah putri saya, dan keputusan mengenai pertunangan ini bukanlah sesuatu yang bisa diumumkan secara sembarangan."
"Bukankah Alana adalah putri Anda yang baru sekali muncul di pertemuan bisnis? Apa mungkin Nona Alana melakukan ini karena ingin pengakuan?" Pertanyaan-pertanyaan itu saling bersahutan, tumpang tindih, dan semakin tak terkendali. wartawan-wartawan tidak berhenti. Mereka terus menyerang mencari bahan untuk berita panas mereka.
Tangan Alana menggelepar di samping tubuhnya, dan dia bisa merasakan ketegangan yang melilit dirinya. Pada akhirnya, wartawan menyorot langsung pada Alana "Bagaimana tanggapan Anda, Nona Alana?"
“Aku tidak bisa menjalin hubungan dengan pengkhianat” jawab Alana dengan tegas, suaranya menghentak di ruangan yang sepi.
“ALANA!” suara Andre terdengar tegas, mencerminkan kekecewaan dan ketegasan seorang ayah.
“Dia selingkuh, papa! Morgan selingkuh!” ucap Alana setengah berteriak, membongkar rahasia umum yang membuat ruangan itu menjadi cukup gempar. Mata Alana berkobar, mencoba menyampaikan kebenaran yang menurutnya harus diketahui.
Alana menatap tajam Andre, wajahnya mencerminkan keputusasaan dan kebingungan. Suara gaduh wartawan yang sebelumnya gemuruh, tiba-tiba menjadi seramai ombak yang menderu ketika Alana membuka suaranya. Mereka sekarang kelimpungan mencari tahu lebih banyak tentang drama pribadi yang terjadi di depan mata mereka.
Sementara itu, Morgan terdiam, menanggapi tuduhan Alana dengan ekspresi yang sulit diartikan sampai seorang flash kamera menyerbu kearahnya.
“Tuan muda Lusamo, apa benar pernyataan nona Alana? Apa rekaman perselingkuhan anda itu benar?”
“Bagaimana bisa tuan Dirgantara membiarkan putri anda bertunangan dengan pria yang jelas-jelas berkhianat?” tanya seorang wartawan dengan tegas.
“Apa mungkin karena dulu anda juga mengkhianati Nyonya Saras Wijaya, makanya anda membenarkan tindakan Tuan muda Lusamo?” seru wartawan lainnya, mencoba menggali lebih dalam.
Morgan tersenyum sinis, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wartawan dengan sikap tenang. “Saya tidak tahu apa yang diceritakan Alana, tapi saya yakin ini hanya upaya sia-sia untuk merusak nama baik saya.”
“Lalu bagaimana rekaman CCTV ruangan anda yang sudah beredar dan memperlihatkan anda yang bermain api dengan wanita lain padahal anda adalah tunangan Nona Alana?” Tanya seorang wartawan yang Alana tau sebagai teman Mic
Alana tersenyum tipis dia melirik Mic lagi. Pria itu nampak berbicara melalui panggilan telpon lalu setelahnya menatap pada Alana dengan senyum lebar dan mengangguk mantap.
Andre mencoba menenangkan diri “Kami tidak ingin berspekulasi tanpa bukti yang kuat. Kami akan menyelesaikan ini dengan kekeluargaan, kalian bubar.” Ucap Andre dengan tegas
Namun, suasana semakin tegang ketika seorang wartawan menodong pertanyaan langsung ke arah Alana, “Apakah anda selalu diperlakukan tidak adil oleh keluarga dirgantara Nona Alana?”
Pertanyaan tersebut membuat Alana terkesiap, seolah ditantang untuk membuka lembaran hitam di balik kehidupannya. Dia menatap wartawan itu dengan mata yang memancarkan kilatan tersembunyi
“Sem-“
“Alana!” Andre menggeram
“Tidak, Papa selalu memberikanku dukungan dan kasih sayang” Ucap Alana dengan senyum tipis
“Tapi apa yang terjadi saat ini, Nona? Apakah ini hanya masalah pertunangan atau ada masalah lebih dalam di keluarga Dirgantara?” Wartawan yang bertanya masih menekankan, mencoba menemukan potensi kontroversi. Terlebih Alana paham jika mereka berusaha menarik skandal Andre dimasa lalu. Saat dimana Andre terlibah skandal perselingkuhan dengan Yulina, ibu tirinya kini.
Alana menarik nafas panjang, terlihat mencoba memilih kata dengan hati-hati. “Saat ini, aku hanya fokus menyelesaikan masalah pertunangan. Tidak ada masalah lain yang perlu diangkat secara tergesa-gesa. Aku percaya, dengan waktu, semuanya akan terungkap dengan sendirinya. Terimakasih telah hadir hari ini” ucap Alana menyampaikan perpisahannya
Jawabannya menciptakan momen hening sejenak sebelum dipecahkan oleh suara Andre yang kembali berbicara, “Sekarang, kami mohon privasi untuk menyelesaikan masalah ini di dalam keluarga. Terima kasih atas pengertian dan kerjasama kalian.”
PLAK “Apa-apaan tingkahmu ini, Alana?! Kamu ingin membuat keluarga Dirgantara hancur?” desis Andre, sambil menampar pipi putrinya dengan keras. Suara kekerasan itu memecah keheningan, menciptakan gelombang ketegangan yang melanda ruangan itu. Alana memandang ayahnya dengan mata terbelalak, tidak percaya bahwa dirinya harus kembali merasakan sentuhan kasar dari sang ayah. Yulina menutup mulutnya dengan ekspresi syok, namun dibalik bibirnya yang tertutup tangan, tersembunyi senyum tipis. Ia memperhatikan dengan cermat bagaimana tamparan keras dari Andre jatuh begitu tajam pada pipi kiri Alana. Bagi Yulina, tamparan itu adalah bentuk kepuasan tersendiri, seperti sebuah kesenangan terpenuhi di antara mereka. ‘Lagipula, bisa dimengerti kenapa dia begitu marah’ gumam Alana dalam hati, walaupun di wajahnya tergambar kesedihan yang mendalam. “Papa, aku hanya mencoba menyampaikan kebenaran, Papa tega membiarkanku dengan pria yang jelas-jelas sudah selingkuh?” ujar Alana dengan suara terbata
Alana menatap pria tampan yang sedang duduk di depannya, mengingat bagaimana ekspresi Yulina saat mengetahui Alesio datang ke rumah dan mencari dirinya. Hal itu membuat gadis itu merasa puas, ternyata pilihannya tidak salah untuk memanfaatkan kekuasaan Alesio.“Berhenti tersenyum seperti itu, tatapanmu membuatku merasa dilecehkan” kata Alesio sambil mendudukkan dirinya di ranjang Alana.“Hei! Siapa yang menyuruhmu duduk di situ, bangun!” Alana menatap Alesio kesal. Alesio hanya terkekeh kecil, kemudian ia bangkit dan duduk di kursi depan Alana.“Kamu yang membawaku ke sini, señorita” ucap Alesio dengan senyum miringnya, matanya menyorot Alana dengan nakal.Alana mendesah ringan. “Jangan membuatku menyesal membawamu kemari.”“Oh haruskah aku kembali dan berbicara dengan ibu tirimu itu” Ucap Alesio yang membuat Alana mendengus “Kau tidak penasaran kenapa aku dirumahmu?” Ta
Alana mengantar Alesio sampai pintu depan rumah. Dia menatap mobil Mercedes Benz milik Alesio yang menghilang dibalik gerbang yang tertutup. Suara mesin mobil yang merayap menjauh semakin meredup, meninggalkan Alana dalam keheningan malam.Alana kembali ke kamarnya, namun saat hendak menutup pintu, sebuah tangan kekar menahan pintu itu agar tetap terbuka.“Hentikan semuanya, Alana!” ucap sebuah suara yang sudah terlalu dikenal oleh Alana. Dia menoleh dan menemukan Henry, sang kakak tiri, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius.Alana tersenyum sinis, menatap sang kakak tiri dengan ejekan. “Menghentikan apa, Kak?”Henry menghela nafas panjang sebelum memasuki kamar Alana tanpa izin. “Rencana anehmu itu, Alana. Hentikan sekarang! Kau tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Morgan untuk menjaga citra dan bisnis keluarga.”Alana menyipitkan mata, tidak suka dengan pembicaraan ini. “Apa kau datang han
“Tidak!” Engahan napas itu beradu di antara gelapnya malam. Dada itu tersegal-segal seakan habis berlari ribuan kilometer jauhnya. Alana merasakan detak jantungnya yang memburu, seolah-olah sedang mengejar sesuatu yang terus bergerak menjauh. Alana menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembut menerangi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah ketidakpastian yang melingkupi pikirannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam wajahnya dalam kedua tangan. Rambut panjangnya menjuntai dengan liar, menyelimuti wajah yang penuh kekhawatiran. Dengan gemetar, Alana mencoba meredakan napasnya yang masih terengah-engah. Dia menatap sekeliling kamarnya, mencari kepastian dalam setiap sudut yang pernah menjadi saksi bisu kehidupannya. Foto kelurganya terpajang diatas nakas membuatnya mengulas senyum tipis. Alana meminum segelas air yang telah dia siapkan setiap malam. Air itu dingin dan menyegarkan tenggorokannya yang terasa kerin
“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini Vera?” Runtukan dari Yulina begitu mendengar sang asisten rumah tangga mengatakan jika ada yang datang mengunjungi mereka “Pria yang kemarin Nyonya. Dia ingin bertemu Nyonya sekaligus Tuan” Vera menunduk diam saat menjawab pertanyaan Yulina. “Pria semalam? Alesio Kingston?” Mata Yulina akhirnya terbuka lebar. Dia bergerak cepat menuruni tangga dan melihat Alesio yang duduk dengan angkuhnya di sofa. Dengan setelan jas yang terlihat berkelas, rambut coklat gelapnya yang disisir rapi dan posisi duduknya yang elegan di sofa ruang tamu. Yulina tersenyum sambil berjalan menuju Alesio. "Selamat pagi, Mr Kingston. Apa yang membawamu ke sini pada pagi yang cerah ini?" Alesio menatap Yulina lalu berdiri dan mencium punggung tangan Yulina, sekedar sopan santun namun hal itu mampu membuat Yulina tersipu "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Nyonya Dirgantara." Ucapnya sambil tersenyum tipis. “Apa itu?” Tanya Yulina menyembunyikan raut
Alana berdiri memandang keluar jendela. Sudah hampir 20 menit dia berada di posisi itu sejak melihat mobil milik Alesio yang terparkir di halaman depan.Pintu kamar perlahan terbuka, Alana menoleh, dan matanya bertemu dengan mata tajam Alesio. Pria itu masuk dengan langkah tegas."Menungguku, Senorita" ucap Alesio“Sedikit” Jawab Alana dengan jujur“Kau memberikan sambutan yang buruk pada calon suamimu, Alana” Alesio kemudian duduk di pinggir ranjang Alana dengan angkuhnya.Alana mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya. “Aku hanya butuh waktu untuk meresapi semuanya”“Padahal kau yang menawarkan kontrak itu padaku” Celetuk AlesioAlesio memandang Alana dengan tajam. "Kita berdua tahu bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis, tetapi itu tidak berarti kita tidak bisa membuatnya terlihat nyata."“Aku tau” Jawab AlanaAlesio tersenyum licik. "Bagaiman
“Ada barang penting yang ingin kau bawa?” ucap AlesioAlana yang masih melamun langsung tersadar dan meresapi kata-kata itu. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya yang terbang entah ke mana. “Mau kemana?” tanya Alana dengan tatapan waspada.Alesio melangkah mendekati Alana, menggenggam tangannya dengan mengecupnya dengan lembut hingga Alana tersentak. “California” jawab Alesio.Alana terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu, dan dia bisa merasakan getaran emosi yang terjadi di antara mereka berdua.“Ngapain?” tanyanya, kekhawatiran dan ketidakpastian masih bersarang di benak Alana.“Kelurgaku ingin bertemu.”Alana membelalak. “Apa kita juga harus berpura-pura di depan keluargamu?”“Menurutmu?” tanyanya datar.“Apa itu perlu?” Melihat ekspresi datar Alesio membuat Alana melanjutkan ucapannya, “Em.. maksudku.. ini kan pernikahan
Mansion utama Kingston, California, USA.Alana memandang takjub desain bangunan di hadapannya itu. lampu-lampu menghiasi bangunan itu dengan indahnya. Alesio menatap Alana sambil tersenyum tipis, membiarkan Alana untuk menikmati rasa takjubnya itu“Hey.” Sampai akhirnya Alesio mengintrupsinya, membuat Alana tersentak “Kau menyukainya?” Tanya AlesioAlana mengangguk ringan “Ini indah, siapa yang mendesainnya?”“Tidak tahu, sejak aku lahir memang sudah begitu. Aku punya banyak dan lebih indah dari ini, kau ingin melihat milikku?” Ucap Alesio menyombongkan kepemilikan“Milikmu atau orang tuamu?” Tukas Alana dengan alis terangkat, menantang pria itu.“Kau ingin melihat nama pemiliknya? Aku tidak keberatan meminta Markus menyiapkannya”Alana mendengus “Ya.. yaa.. tuan muda keluarga Kingston sungguh hebat sekali”Alesio hanya tertawa, menikmati ketegangan ringan di udara antara mereka. Dia merasa tertarik dengan keberanian dan kecerdasan Alana yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis yang p