PLAK
“Apa-apaan tingkahmu ini, Alana?! Kamu ingin membuat keluarga Dirgantara hancur?” desis Andre, sambil menampar pipi putrinya dengan keras. Suara kekerasan itu memecah keheningan, menciptakan gelombang ketegangan yang melanda ruangan itu. Alana memandang ayahnya dengan mata terbelalak, tidak percaya bahwa dirinya harus kembali merasakan sentuhan kasar dari sang ayah.
Yulina menutup mulutnya dengan ekspresi syok, namun dibalik bibirnya yang tertutup tangan, tersembunyi senyum tipis. Ia memperhatikan dengan cermat bagaimana tamparan keras dari Andre jatuh begitu tajam pada pipi kiri Alana. Bagi Yulina, tamparan itu adalah bentuk kepuasan tersendiri, seperti sebuah kesenangan terpenuhi di antara mereka.
‘Lagipula, bisa dimengerti kenapa dia begitu marah’ gumam Alana dalam hati, walaupun di wajahnya tergambar kesedihan yang mendalam.
“Papa, aku hanya mencoba menyampaikan kebenaran, Papa tega membiarkanku dengan pria yang jelas-jelas sudah selingkuh?” ujar Alana dengan suara terbata-bata, berusaha menahan air matanya yang ingin tumpah. Andre menatap tajam Alana, wajahnya penuh dengan kemarahan yang sulit dipahami.
“Kau merusak semuanya, Alana! Semua yang sudah kita bangun. Kau pikir, dengan membongkar ini ke publik, akan memperbaiki segalanya?” pekik Andre dengan nada tinggi, menggambarkan kekecewaannya yang mendalam.
Suasana semakin mencekam ketika Henry, putra sulung Yulina atau lebih tepatnya kakak tiri Alana itu turut angkat bicara. “Jangan kekanakan, Alana. Kau tidak boleh egois” ucapnya dengan suara datar, membuat Alana mendengus tak percaya, padahal Alana yang paling tau betapa pria itu tidak ingin dirinya bertunangan dengan pria lain.
‘Menjijikan! Kalian benar-benar menganggap remeh perasaanku,’ Alana membatin dengan sinis, menahan amarahnya yang ditutupi dengan kesedihan.
Alana menatap tajam Henry, kekecewaan menyala di matanya. “Egois? Kau bilang aku egois, Henry? Apakah kau benar-benar tidak melihat bagaimana hidupku diatur seperti boneka dalam tanganmu semua?” desis Alana dengan nada penuh ketidakpuasan.
“Alana”
Pada saat itu, pintu depan rumah Dirgantara terbuka dengan tiba-tiba, menciptakan keheningan di antara mereka. Langkah kaki yang tenang memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan. Semua mata memandang ke arah pintu, dan rasa keterkejutan menghampiri wajah mereka tanpa terkecuali Alana.
Gadis itu melotot syok, menatap seorang pria yang mengenakan setelan formal sedang berjalan kearahnya.
“Alesio..” Alana bergumam
Tiba-tiba saja, Alesio Theodore Kingston berada dirumahnya. Wajahnya yang tenang dan langkahnya yang mantap memancarkan aura otoritas.
“Apa yang sedang terjadi di sini?” Tanya Alesio dengan suara yang tenang. “Astaga wanitaku kasihan sekali” ucapnya yang Alana kembali dibuat terbelalak.
Andre mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya “Apa yang Anda lakukan di sini, Mr. Kingston?”
“Menjemput calon istriku” jawab Alesio sambil menatap Alana lekat, membuat mereka terbelalak. Alana merasa hatinya berdegup kencang, mencoba memproses kata-kata itu.
Alana benar-benar mendapatkan jackpot besar. Dengan adanya Alesio, dia yakin bisa lepas dari belenggu sang papa dan keluarga tirinya yang menyulitkannya selama ini. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai strategi untuk menjalani hidup yang lebih baik, bebas dari tekanan dan yang pasti rencana pembalasan untuk Yulina.
“Mr Kingston, ini tidak benar. Anda tidak bisa memutuskan semuanya seperti ini, Alana tunangan Morgan” protes Yulina, mencoba mempertahankan kendali atas situasi yang tiba-tiba berubah.
“Pria itu menyia-nyiakan Alana. Apa anda sejahat itu sampai memaksa putri kandung anda sendiri untuk bertahan dalam hubungan tidak sehat Mr Dirgantara?” tanya Alesio pada Andre dengan senyum miring. Pria itu mengabaikan Yulina disana.
Yulina terdiam sejenak, dia menyadari bahwa kehadiran Alesio Kingston bisa menjadi pemutarbalik situasi ini. Suasana ruangan berubah, dan ketegangan semakin bertambah ketika Alana melihat tajam ke arahnya, gadis itu tersenyum miring, mengejek sosok Yulina.
“Papa, mungkin ini saatnya aku memilih jalanku sendiri. Aku tidak mau lagi hidup dalam bayang-bayang sebuah pernikahan yang hanya menjadikanku alat untuk meredakan ambisi keluarga ini” tegas Alana, matanya bersinar dengan tekad yang baru ditemukan.
Andre tampak putus asa, namun seakan tak ingin menyerah begitu saja, ia mencoba merundingkan ulang. “Kita bisa menyelesaikan ini dengan cara yang lebih baik Alana demi kehormatan dan nama baik keluarga kita.”
Alana tersenyum dengan sinis. “Sudah cukup, Pa. Aku tidak bisa lagi terus menuruti ucapan Papa.” Ucap Alana sambil menatap tajam ke arah ayahnya. “Dua kali… Papa sudah menamparku sebanyak dua kali dan itu benar-benar membuat papa kehilangan putri papa sendiri” Kemudian, dengan mantap, Alana menggandeng tangan Alesio dan membawa pria itu keluar dari ruangan menuju tangga atas menuju kamarnya.
“Alana!”
“Alana Papa belum selesai!” Teriak Andre dengan nada yang penuh kemarahan, mencoba menahan langkah putrinya.
Alana tidak melihat ke belakang. Dia melanjutkan langkahnya, membawa Alesio yang mengikuti dengan langkah mantapnya. Ruangan itu dibiarkan dalam keheningan sejenak, hanya terdengar suara langkah kaki mereka yang semakin menjauh.
“Alana!” Teriak Andre sekali lagi, kali ini dengan nada lebih keras dan penuh penyesalan.
Tanpa diduga, Yulina yang sebelumnya hanya menyaksikan dengan diam menatap kepergian Alana dengan tajam “Alana.. Alana… kamu mungkin mengira ini adalah kemenangan besar bagimu. Tapi tidak selamanya kehidupan berjalan sesuai rencana. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini.” Yulina tersenyum penuh teka-teki, merencanakan sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.
Alana menatap pria tampan yang sedang duduk di depannya, mengingat bagaimana ekspresi Yulina saat mengetahui Alesio datang ke rumah dan mencari dirinya. Hal itu membuat gadis itu merasa puas, ternyata pilihannya tidak salah untuk memanfaatkan kekuasaan Alesio.“Berhenti tersenyum seperti itu, tatapanmu membuatku merasa dilecehkan” kata Alesio sambil mendudukkan dirinya di ranjang Alana.“Hei! Siapa yang menyuruhmu duduk di situ, bangun!” Alana menatap Alesio kesal. Alesio hanya terkekeh kecil, kemudian ia bangkit dan duduk di kursi depan Alana.“Kamu yang membawaku ke sini, señorita” ucap Alesio dengan senyum miringnya, matanya menyorot Alana dengan nakal.Alana mendesah ringan. “Jangan membuatku menyesal membawamu kemari.”“Oh haruskah aku kembali dan berbicara dengan ibu tirimu itu” Ucap Alesio yang membuat Alana mendengus “Kau tidak penasaran kenapa aku dirumahmu?” Ta
Alana mengantar Alesio sampai pintu depan rumah. Dia menatap mobil Mercedes Benz milik Alesio yang menghilang dibalik gerbang yang tertutup. Suara mesin mobil yang merayap menjauh semakin meredup, meninggalkan Alana dalam keheningan malam.Alana kembali ke kamarnya, namun saat hendak menutup pintu, sebuah tangan kekar menahan pintu itu agar tetap terbuka.“Hentikan semuanya, Alana!” ucap sebuah suara yang sudah terlalu dikenal oleh Alana. Dia menoleh dan menemukan Henry, sang kakak tiri, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius.Alana tersenyum sinis, menatap sang kakak tiri dengan ejekan. “Menghentikan apa, Kak?”Henry menghela nafas panjang sebelum memasuki kamar Alana tanpa izin. “Rencana anehmu itu, Alana. Hentikan sekarang! Kau tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Morgan untuk menjaga citra dan bisnis keluarga.”Alana menyipitkan mata, tidak suka dengan pembicaraan ini. “Apa kau datang han
“Tidak!” Engahan napas itu beradu di antara gelapnya malam. Dada itu tersegal-segal seakan habis berlari ribuan kilometer jauhnya. Alana merasakan detak jantungnya yang memburu, seolah-olah sedang mengejar sesuatu yang terus bergerak menjauh. Alana menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembut menerangi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah ketidakpastian yang melingkupi pikirannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam wajahnya dalam kedua tangan. Rambut panjangnya menjuntai dengan liar, menyelimuti wajah yang penuh kekhawatiran. Dengan gemetar, Alana mencoba meredakan napasnya yang masih terengah-engah. Dia menatap sekeliling kamarnya, mencari kepastian dalam setiap sudut yang pernah menjadi saksi bisu kehidupannya. Foto kelurganya terpajang diatas nakas membuatnya mengulas senyum tipis. Alana meminum segelas air yang telah dia siapkan setiap malam. Air itu dingin dan menyegarkan tenggorokannya yang terasa kerin
“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini Vera?” Runtukan dari Yulina begitu mendengar sang asisten rumah tangga mengatakan jika ada yang datang mengunjungi mereka “Pria yang kemarin Nyonya. Dia ingin bertemu Nyonya sekaligus Tuan” Vera menunduk diam saat menjawab pertanyaan Yulina. “Pria semalam? Alesio Kingston?” Mata Yulina akhirnya terbuka lebar. Dia bergerak cepat menuruni tangga dan melihat Alesio yang duduk dengan angkuhnya di sofa. Dengan setelan jas yang terlihat berkelas, rambut coklat gelapnya yang disisir rapi dan posisi duduknya yang elegan di sofa ruang tamu. Yulina tersenyum sambil berjalan menuju Alesio. "Selamat pagi, Mr Kingston. Apa yang membawamu ke sini pada pagi yang cerah ini?" Alesio menatap Yulina lalu berdiri dan mencium punggung tangan Yulina, sekedar sopan santun namun hal itu mampu membuat Yulina tersipu "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Nyonya Dirgantara." Ucapnya sambil tersenyum tipis. “Apa itu?” Tanya Yulina menyembunyikan raut
Alana berdiri memandang keluar jendela. Sudah hampir 20 menit dia berada di posisi itu sejak melihat mobil milik Alesio yang terparkir di halaman depan.Pintu kamar perlahan terbuka, Alana menoleh, dan matanya bertemu dengan mata tajam Alesio. Pria itu masuk dengan langkah tegas."Menungguku, Senorita" ucap Alesio“Sedikit” Jawab Alana dengan jujur“Kau memberikan sambutan yang buruk pada calon suamimu, Alana” Alesio kemudian duduk di pinggir ranjang Alana dengan angkuhnya.Alana mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya. “Aku hanya butuh waktu untuk meresapi semuanya”“Padahal kau yang menawarkan kontrak itu padaku” Celetuk AlesioAlesio memandang Alana dengan tajam. "Kita berdua tahu bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis, tetapi itu tidak berarti kita tidak bisa membuatnya terlihat nyata."“Aku tau” Jawab AlanaAlesio tersenyum licik. "Bagaiman
“Ada barang penting yang ingin kau bawa?” ucap AlesioAlana yang masih melamun langsung tersadar dan meresapi kata-kata itu. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya yang terbang entah ke mana. “Mau kemana?” tanya Alana dengan tatapan waspada.Alesio melangkah mendekati Alana, menggenggam tangannya dengan mengecupnya dengan lembut hingga Alana tersentak. “California” jawab Alesio.Alana terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu, dan dia bisa merasakan getaran emosi yang terjadi di antara mereka berdua.“Ngapain?” tanyanya, kekhawatiran dan ketidakpastian masih bersarang di benak Alana.“Kelurgaku ingin bertemu.”Alana membelalak. “Apa kita juga harus berpura-pura di depan keluargamu?”“Menurutmu?” tanyanya datar.“Apa itu perlu?” Melihat ekspresi datar Alesio membuat Alana melanjutkan ucapannya, “Em.. maksudku.. ini kan pernikahan
Mansion utama Kingston, California, USA.Alana memandang takjub desain bangunan di hadapannya itu. lampu-lampu menghiasi bangunan itu dengan indahnya. Alesio menatap Alana sambil tersenyum tipis, membiarkan Alana untuk menikmati rasa takjubnya itu“Hey.” Sampai akhirnya Alesio mengintrupsinya, membuat Alana tersentak “Kau menyukainya?” Tanya AlesioAlana mengangguk ringan “Ini indah, siapa yang mendesainnya?”“Tidak tahu, sejak aku lahir memang sudah begitu. Aku punya banyak dan lebih indah dari ini, kau ingin melihat milikku?” Ucap Alesio menyombongkan kepemilikan“Milikmu atau orang tuamu?” Tukas Alana dengan alis terangkat, menantang pria itu.“Kau ingin melihat nama pemiliknya? Aku tidak keberatan meminta Markus menyiapkannya”Alana mendengus “Ya.. yaa.. tuan muda keluarga Kingston sungguh hebat sekali”Alesio hanya tertawa, menikmati ketegangan ringan di udara antara mereka. Dia merasa tertarik dengan keberanian dan kecerdasan Alana yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis yang p
“Kau salah sangka Alana. Dia hanya dijadikan gandengan putraku saja, lagipula kau gadis pertama yang diperkenalkan secara langsung padaku” Perkataan Shia membuat Alana tercengang.Jadi bagaimana dengan rumor yang beredar diluar sana???Pikiran Alana seolah kosong. Kenapa ada banyak sisi dari Alesio yang berbeda dengan rumornya. Tapi Alana yakin jika pendengarannya saat malam itu tidak salah. Ada desahan wanita ditelpon milik Alesio dan semua media jelas-jelas memberitakan teman kencan Alesio yang berbeda setiap harinya.Obrolan mereka terintrupsi oleh pelayan yang membawakan minuman dan menyerahkannya pada mereka. Rasa manis dan segar membasahi kerongkongan Alana."Alana..." panggil Shia dengan nada yang begitu serius, mata biru itu menatap Alana lurus, seolah menyelami isi pikiran Alana. Mata biru yang sama dengan milik Alesio, namun lebih cerah dan hidup."Apa kau mencintai putraku?" tanya Shia, suaranya lembut namun penuh dengan arti yang mendalam.Seperti terkena tamparan keras, A