Alana mengantar Alesio sampai pintu depan rumah. Dia menatap mobil Mercedes Benz milik Alesio yang menghilang dibalik gerbang yang tertutup. Suara mesin mobil yang merayap menjauh semakin meredup, meninggalkan Alana dalam keheningan malam.
Alana kembali ke kamarnya, namun saat hendak menutup pintu, sebuah tangan kekar menahan pintu itu agar tetap terbuka.
“Hentikan semuanya, Alana!” ucap sebuah suara yang sudah terlalu dikenal oleh Alana. Dia menoleh dan menemukan Henry, sang kakak tiri, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius.
Alana tersenyum sinis, menatap sang kakak tiri dengan ejekan. “Menghentikan apa, Kak?”
Henry menghela nafas panjang sebelum memasuki kamar Alana tanpa izin. “Rencana anehmu itu, Alana. Hentikan sekarang! Kau tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Morgan untuk menjaga citra dan bisnis keluarga.”
Alana menyipitkan mata, tidak suka dengan pembicaraan ini. “Apa kau datang han
“Tidak!” Engahan napas itu beradu di antara gelapnya malam. Dada itu tersegal-segal seakan habis berlari ribuan kilometer jauhnya. Alana merasakan detak jantungnya yang memburu, seolah-olah sedang mengejar sesuatu yang terus bergerak menjauh. Alana menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembut menerangi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah ketidakpastian yang melingkupi pikirannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam wajahnya dalam kedua tangan. Rambut panjangnya menjuntai dengan liar, menyelimuti wajah yang penuh kekhawatiran. Dengan gemetar, Alana mencoba meredakan napasnya yang masih terengah-engah. Dia menatap sekeliling kamarnya, mencari kepastian dalam setiap sudut yang pernah menjadi saksi bisu kehidupannya. Foto kelurganya terpajang diatas nakas membuatnya mengulas senyum tipis. Alana meminum segelas air yang telah dia siapkan setiap malam. Air itu dingin dan menyegarkan tenggorokannya yang terasa kerin
“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini Vera?” Runtukan dari Yulina begitu mendengar sang asisten rumah tangga mengatakan jika ada yang datang mengunjungi mereka “Pria yang kemarin Nyonya. Dia ingin bertemu Nyonya sekaligus Tuan” Vera menunduk diam saat menjawab pertanyaan Yulina. “Pria semalam? Alesio Kingston?” Mata Yulina akhirnya terbuka lebar. Dia bergerak cepat menuruni tangga dan melihat Alesio yang duduk dengan angkuhnya di sofa. Dengan setelan jas yang terlihat berkelas, rambut coklat gelapnya yang disisir rapi dan posisi duduknya yang elegan di sofa ruang tamu. Yulina tersenyum sambil berjalan menuju Alesio. "Selamat pagi, Mr Kingston. Apa yang membawamu ke sini pada pagi yang cerah ini?" Alesio menatap Yulina lalu berdiri dan mencium punggung tangan Yulina, sekedar sopan santun namun hal itu mampu membuat Yulina tersipu "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Nyonya Dirgantara." Ucapnya sambil tersenyum tipis. “Apa itu?” Tanya Yulina menyembunyikan raut
Alana berdiri memandang keluar jendela. Sudah hampir 20 menit dia berada di posisi itu sejak melihat mobil milik Alesio yang terparkir di halaman depan.Pintu kamar perlahan terbuka, Alana menoleh, dan matanya bertemu dengan mata tajam Alesio. Pria itu masuk dengan langkah tegas."Menungguku, Senorita" ucap Alesio“Sedikit” Jawab Alana dengan jujur“Kau memberikan sambutan yang buruk pada calon suamimu, Alana” Alesio kemudian duduk di pinggir ranjang Alana dengan angkuhnya.Alana mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya. “Aku hanya butuh waktu untuk meresapi semuanya”“Padahal kau yang menawarkan kontrak itu padaku” Celetuk AlesioAlesio memandang Alana dengan tajam. "Kita berdua tahu bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis, tetapi itu tidak berarti kita tidak bisa membuatnya terlihat nyata."“Aku tau” Jawab AlanaAlesio tersenyum licik. "Bagaiman
“Ada barang penting yang ingin kau bawa?” ucap AlesioAlana yang masih melamun langsung tersadar dan meresapi kata-kata itu. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya yang terbang entah ke mana. “Mau kemana?” tanya Alana dengan tatapan waspada.Alesio melangkah mendekati Alana, menggenggam tangannya dengan mengecupnya dengan lembut hingga Alana tersentak. “California” jawab Alesio.Alana terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu, dan dia bisa merasakan getaran emosi yang terjadi di antara mereka berdua.“Ngapain?” tanyanya, kekhawatiran dan ketidakpastian masih bersarang di benak Alana.“Kelurgaku ingin bertemu.”Alana membelalak. “Apa kita juga harus berpura-pura di depan keluargamu?”“Menurutmu?” tanyanya datar.“Apa itu perlu?” Melihat ekspresi datar Alesio membuat Alana melanjutkan ucapannya, “Em.. maksudku.. ini kan pernikahan
Mansion utama Kingston, California, USA.Alana memandang takjub desain bangunan di hadapannya itu. lampu-lampu menghiasi bangunan itu dengan indahnya. Alesio menatap Alana sambil tersenyum tipis, membiarkan Alana untuk menikmati rasa takjubnya itu“Hey.” Sampai akhirnya Alesio mengintrupsinya, membuat Alana tersentak “Kau menyukainya?” Tanya AlesioAlana mengangguk ringan “Ini indah, siapa yang mendesainnya?”“Tidak tahu, sejak aku lahir memang sudah begitu. Aku punya banyak dan lebih indah dari ini, kau ingin melihat milikku?” Ucap Alesio menyombongkan kepemilikan“Milikmu atau orang tuamu?” Tukas Alana dengan alis terangkat, menantang pria itu.“Kau ingin melihat nama pemiliknya? Aku tidak keberatan meminta Markus menyiapkannya”Alana mendengus “Ya.. yaa.. tuan muda keluarga Kingston sungguh hebat sekali”Alesio hanya tertawa, menikmati ketegangan ringan di udara antara mereka. Dia merasa tertarik dengan keberanian dan kecerdasan Alana yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis yang p
“Kau salah sangka Alana. Dia hanya dijadikan gandengan putraku saja, lagipula kau gadis pertama yang diperkenalkan secara langsung padaku” Perkataan Shia membuat Alana tercengang.Jadi bagaimana dengan rumor yang beredar diluar sana???Pikiran Alana seolah kosong. Kenapa ada banyak sisi dari Alesio yang berbeda dengan rumornya. Tapi Alana yakin jika pendengarannya saat malam itu tidak salah. Ada desahan wanita ditelpon milik Alesio dan semua media jelas-jelas memberitakan teman kencan Alesio yang berbeda setiap harinya.Obrolan mereka terintrupsi oleh pelayan yang membawakan minuman dan menyerahkannya pada mereka. Rasa manis dan segar membasahi kerongkongan Alana."Alana..." panggil Shia dengan nada yang begitu serius, mata biru itu menatap Alana lurus, seolah menyelami isi pikiran Alana. Mata biru yang sama dengan milik Alesio, namun lebih cerah dan hidup."Apa kau mencintai putraku?" tanya Shia, suaranya lembut namun penuh dengan arti yang mendalam.Seperti terkena tamparan keras, A
Alana terbangun saat seseorang membuka tirai jendela membuat cahaya pagi yang lembut langsung menyapu ke dalam kamar, mengusik tidurnya yang nyenyak. "Selamat pagi, Nyonya Muda" sapa seorang pelayan yang tampak sudah berumur dengan senyuman ramah. Alana mengerutkan keningnya, merasa sedikit bingung. Dia mencoba menyusun pikirannya, mencari tahu di mana sebenarnya dia berada. Melihat sekeliling kamar yang mewah dan elegan, kesadaran perlahan menyapu ingatannya. Seingat Alana dia kemarin sedang berbincang dengan Alesio dan Dante ditaman lalu “Ah aku ketiduran” Gumam Alana sambil mengusap wajahnya. "Selamat pagi. Maaf aku kesiangan” Ucap Alana, menyadari bahwa dia harus mengumpulkan informasi untuk mengisi celah dalam ingatannya. Pelayan itu tersenyum "Tuan Alesio meminta saya membantu Anda menyiapkan segala sesuatu untuk hari ini, Nyonya Muda" Ucap pelayan dengan hormat. Alana mengangguk sebagai jawaban. "Siapa nama bibi?" tanya Alana, mencoba mengenali pelayan tersebut. "Jangan me
Mobil Alesio berhenti di depan Kingston Group, perusahaan maskapai penerbangan terbesar di benua Eropa. Alana melihat keluar jendela, memperhatikan gedung megah dan aktivitas karyawan yang sibuk. Hatinya berdebar-debar, menyadari bahwa mereka akan menjadi pusat perhatian di kantor ini. ‘Ah jiwa Introvet ku meronta-ronta’ Batin Alana sambil menghela napas gusar. Kalau begini Alana yakin saat perceraiannya satu tahun lagi maka para wartawan pasti akan mengejar dirinya. Mencari berita utama tentang kehidupan pribadi seorang Kingston. Alesio keluar dari mobil dan dengan sopan membantu Alana keluar, membawa Alana berjalan menuju pintu masuk dengan langkah mantap. “Selamat pagi Mr Kingston” Sapaan serempak para pegawai terdengar namun setelahnya suasana di koridor seolah berubah. Para pegawai yang biasanya langsung sibuk dengan tugasnya setelah menyapa masih memandang Alesio dan Alana dengan keheranan. Alana merasa seperti menjadi bintang tamu di pertunjukan besar. Beberapa bisikan dan