Share

5. WANITA YANG TIDAK TAKUT

Tubuh Anna menegang, dia khawatir pria ini akan mendengar pertengkarannya dengan Calista kemudian mengadukan pertengkaran itu pada suaminya. Sesaat lidahnya terasa kelu, tubuhnya membeku, Anna tidak bisa mendapatkan jawaban untuk pertanyaan pria itu. 

"Darimana saja kamu? Aku tadi menyuruhmu untuk masuk ke dalam, kenapa kau tidak melakukan perintahku?" Anna mengubah topik pembicaraan. 

"Apa urusan kamu bertanya-tanya seperti itu?"

Anna terdiam sambil menatap pria angkuh di depannya dengan mengepalkan tangan. Ingin rasanya dia menyemburkan kekesalannya. Namun, ia langsung sadar jika ia hanya gadis penebus hutang keluarga itu.

Sementara itu, Eric sebenarnya mendengar pertengkaran Anna sebelumnya. Tetapi dia memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu.

"Apakah kau sudah selesai?"

Anna terdiam, mengira pria ini bisa dialihkan, namun kenyataannya dia masih mengingat pertanyaan sebelumnya. 

"Urusanmu ...," suara Eric menyadarkan Anna. Gadis itu menatapnya kebingungan. "Urusanmu di sini, apakah sudah selesai?" 

Di saat itu, belum sempat Anna menjawab, dia seperti melihat siluet seseorang yang berada di belakang tubuh Eric. Dia agak sedikit memiringkan kepala untuk melihat dengan jelas dan ternyata orang itu adalah Calista bersama dengan Agatha yang sedang melihatnya dari kejauhan. 

Anna tersenyum, tahu bahwa waktu yang diberikan oleh semesta begitu pas, dia lalu menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Eric padanya.

"Sudah, tidak ada lagi yang tertinggal di sini," jawabnya dengan senyuman merekah di wajah. 

Eric terkejut melihat perubahan warna Anna yang tiba-tiba. Melihat matanya menatap tas, Eric mengernyitkan keningnya. Wanita ini menyuruhku membawa barangnya?!

Eric mendecih seraya mengepalkan tangannya kasar, namun sambil mendengus ia mengambil tas Anna dengan kasar.

Senyuman Anna semakin lebar, dalam hati dia sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah menciptakan timing yang tepat. Meski jarak mereka lumayan jauh tetapi dia bisa melihat ekspresi kesal yang keluar dari Calista dan juga Agatha. 

"Kalau begitu, ayo pergi!" 

Eric berjalan mendahuluinya. Anna sama sekali tidak peduli, yang terpenting pria itu telah mengambil tas besarnya dan meletakkan ke dalam bagasi. Dia juga tidak masalah ketika Eric tidak membukakan pintu mobil untuknya, yang terpenting adalah ibu dan kakaknya sudah melihat dengan siapa dia datang dan mobil apa yang dipakainya. 

Sementara itu, Calista memandang kepergian Anna dengan kesal. Dia melihat sang ibu dan protes padanya. 

"Ma, kenapa Anna bisa menaiki mobil itu? Seharusnya aku yang memakainya, bukan Anna!" Calista melihat lagi ke arah kepergian Anna, "Dan siapa pria tampan itu? Bukankah kata Mama suami Anna adalah pemuda yang cacat? Kenapa malah terlihat sehat dan bahkan sangat sempurna. Apa Mama menipuku? Berkata pemuda itu cacat supaya aku tidak mau dinikahkan dengannya? Jika seperti ini, seharusnya aku tidak mengikuti keinginan Mama! Mama malah menyusahkan ku saja!"

Agatha langsung menoleh dan melihat putrinya dengan kesal. Setelah beberapa saat, dia telah menetralkan perasaannya, kedua tangannya memegang bahu Calista dan tatapannya mulai melembut. 

"Mama melakukannya karena tidak mau kamu menikah dengan pemuda yang cacat. Jika kamu menikah dengan Eric Arshaan Shailendra, meski pria itu kaya, tapi dia hanya akan selalu membuatmu susah."

Agatha menghela napas, merapikan helaian rambut putrinya. "Mama tidak mau melepasmu untuk pemuda yang cacat. Kamu sempurna, kamu pantas mendapatkan yang lebih dari pada Eric."

Calista masih tidak puas dengan penjelasan ibunya. "Tapi lihat Anna! Dia terlihat tidak masalah dan bahkan semakin berani melawan kita."

Calista menatap sang ibu, kedua matanya masih merah akibat amarah, "Anna sangat berubah hanya dalam semalam. Mungkinkah terjadi sesuatu tadi malam sampai membuat dia sangat berani pada kita?"

Agatha bersedekap, dia sangat jelas melihat Anna yang sangat berbeda. Gadis itu biasanya penurut dan tidak akan berani membantah semua perkataannya. Karena itu, sangat mudah bagi Agatha membuat Anna menyetujui perjodohan. 

Agatha melihat Calista, dia tersenyum hangat dan kembali mengusap wajahnya, "Jangan khawatir. Mama akan membereskannya. Lagipula, mama tidak membiarkan Anna begitu saja hidup dalam kemewahan sedangkan putri kesayangan Mama tidak."

Senyuman di wajahnya semakin melebar ketika Calista malah menatapnya kebingungan. Agatha memeluk putrinya lalu mengusap punggungnya. 

"Bersabarlah sebentar lagi, mama akan membuat hidupmu penuh dengan kebahagiaan," ucap Agatha.

Calista buru-buru melepaskan pelukan sang ibu. Dia melihat ibunya dengan senyum penuh harapan dan bertanya, "Benarkah Mama akan melakukannya? 

Agatha menganggukan kepala, "Calista, dengarkan mama. Apapun yang terjadi, kamu adalah yang terbaik. Mama sudah melakukan semua hal yang harus dilakukan untuk membesarkan mu, membuatmu dilimpahi dengan kebahagiaan. Jadi, meski Anna terlihat seperti menikmati kemewahan keluarga Shailendra, tetapi percayalah bahwa itu sama sekali tidak nyata. Kamu akan hidup dengan lebih baik dan lebih bahagia daripada Anna, mengerti?"

Seperti terhipnotis, Calista secara otomatis menganggukan kepalanya. Sama seperti beberapa kali sebelumnya bahwa setiap kali Agatha menasehatinya, memberikannya pengertian mengenai Anna, maka Calista akan dengan mudah percaya karena Agatha merupakan ibu kandungnya, tetapi dia juga adalah satu-satunya orang yang dengan tulus mencintainya. 

Mobil Porsche 911 akhirnya telah sampai di kediaman Eric. Sepanjang perjalanan Anna sama sekali tidak membuka suara. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka, Eric juga tidak berniat untuk memulai obrolan. Dalam benaknya berpikir bahwa mungkin saja saat ini Anna masih terpikir pertengkarannya dengan Calista. 

Setelah mesin mobil dimatikan, Anna langsung tersadar. Pikirannya kembali ke kenyataan yang harus dijalani olehnya. 

Dia menoleh dan menatap Eric, senyuman di wajahnya nyaris tidak terlihat saking tipisnya. "Terimakasih karena sudah mengantarku. Tolong jangan katakan pada Eric bawa aku telah meminjam mobil dan juga bawahannya." 

Anna menyerahkan ponselnya pada Eric, pria itu hanya bergeming dan menatap layar ponsel yang telah menyala. 

Anna menggoyangkan ponselnya, "Berikan nomormu padaku. Nanti kirimkan nomor rekeningnya padaku. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena kau sudah mau mengantarkanku mengambil beberapa barang."

Dengan kesal, ia menarik ponsel yang Anna pegang dan menuliskan namanya. Sebenarnya, ia muak diperlakukan sebagai pelayan oleh istrinya ini. Tapi, entah kenapa, terbesit perasaan untuk tidak ingin memberitahunya dulu.

Eric ingin rencananya berjalan lancar.

Anna melihat nomor itu belum di simpan, tanpa melihat Eric, dia bertanya lagi, "Siapa namamu?"

Tidak ada jawaban pria itu, Anna mengangkat kepala dan melihatnya, kemudian bertanya lagi, "Siapa namamu?"

"Untuk apa kau tahu namaku? Sebuah nomor saja sudah lebih dari cukup."

Anna menghela napas, menatapnya dengan malas kemudian berkata, "Lalu, apakah kau mau nomormu disimpan sebagai tanpa nama atau pesuruh di ponselku?"

Eric tidak terima, "Beraninya kau—"

"Kalau begitu, katakan saja namamu! Memangnya kau itu anak mafia yang tidak boleh diketahui identitasnya walau hanya sebuah nama?!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
vitafajar
Halo, Kak. Terima kasih sudah baca dan menyukai cerita ini ...️
goodnovel comment avatar
jemai nik
bagus bgd ... gk sabar nunggu akirnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status