Kedua mata Eric melihatnya dengan kesal, Anna menyadari hal itu tetapi dia juga tidak terlalu diambil hati. Pria ini adalah bawahan suaminya, dia tidak berpikir harus berbicara formal padanya. Lagipula sejak tadi bawahan suaminya selalu bersikap menyebalkan, jadi Anna berpikir bahwa tidak apa-apa jika dia juga bertindak sama.
"Sepertinya kau benar-benar tidak mau namamu diketahui olehku, ya, Anak Mafia?"Eric melotot, melihat Anna yang tanpa merasa bersalah telah memanggilnya dengan panggilan seperti itu. "Kau itu sama sekali tidak takut padaku, ya! Kau-"Jari telunjuk Anna berada di depan bibir Eric, seketika membuat ucapan pria itu terhenti. Niat awal Anna adalah membuat pria di sampingnya ini berhenti berbicara, karena baginya sangat menyebalkan ketika mendengar suaranya. Namun, Anna sama sekali tidak menyangka bahwa yang dilakukannya sekarang malah membuat jantungnya berdetak dengan kencang. Pria ini dilihat dari dekat, ternyata memiliki paras yang tampan, tubuhnya juga sangat bagus bak sebuah lukisan. Sesaat dia tidak bisa bergerak karena terpesona. Beberapa saat barulah Anna tersadar dan langsung mendorong tubuh Eric hingga membuat tubuh pria itu terantuk ke pintu mobil.Eric segera menegakkan tubuh, perlahan mendekatkan diri ke gadis itu dan seketika membuat Anna memundurkan tubuhnya, merasa takut. Kedua mata Eric menatap Anna dengan tajam seakan bisa menerkam dan memakannya hidup-hidup."Kau memang cari mati rupanya!"Anna menegakkan punggung, dia membalas tatapan Eric tanpa rasa takut, "Tidak, aku cari hidup."Eric menggertakkan gigi, kedua tangannya terkepal erat menahan kekesalan dalam hati. Gadis ini sama sekali tidak takut padanya, sejak pagi selalu saja membuat dia kesal."Sudahlah! Tidak ada gunanya aku berbicara padamu!" Eric langsung membuka pintu dan keluar dari sana. Dia berjalan menjauh dan meninggalkan Anna yang melihatnya tanpa rasa bersalah.Setelah pintu mobil tertutup, Anna hanya bisa mendengus kesal. Dia lalu turun dan membuka bagasi mobil. Satu persatu tas dia turunkan sembari menggerutu kesal, "Bukannya membantuku menurunkan barang malah pergi begitu saja. Dasar tidak sopan! Terhadap istri bosnya saja dia begitu berani. Eric dapat darimana 'sih orang seperti dia!"Barang Anna sudah semua dia turunkan, setelah menarik napas panjang dia lalu mengangkat tas itu dengan kedua tangannya. Ketika merasakan tas yang berat, seketika wajahnya semakin muram. Sembari berbalik badan, dia kembali menggerutu, "Menyebalkan! Seharusnya dia-"Kedua mata Anna terbelalak, seorang pria yang tidak pernah dia lihat sebelumnya berdiri seraya tersenyum padanya. Dia tidak tahu siapa pria ini, tetapi melihat kehadirannya di sini, bisa dipastikan bahwa pria ini bukanlah orang jahat. Di rumah ini memang tidak memiliki penjaga seperti rumah orang kaya pada umumnya. Tetapi beberapa kilometer dari pekarangan rumah, terdapat sebuah pos penjaga. Setiap orang yang tidak berkepentingan tidak akan bisa masuk dengan mudah. Lagipula, dilihat dari penampilannya, Anna sangat yakin bahwa pria ini tidak jahat. Namun, meski dia telah yakin dengan dugaannya, di tempat yang masih terasa asing, Anna tetap tidak boleh lengah. Dia tersenyum dan bertanya, "Maaf, Anda siapa?"Pria itu membalas senyumannya, dia mengulurkan tangan kanannya dan menjawab, "Kenalkan, aku Jason."Anna melihat tangan pria itu yang terulur, sesaat dia ragu tetapi pada akhirnya dia membalas jabatan tangan pria itu. "Anna Caroline Gwenevieve. Maaf, tapi Anda siapa? Setauku, tidak sembarang orang bisa masuk ke rumah ini."Senyuman di wajah Jason semakin melebar. "Tidak perlu takut, aku datang karena ingin bertemu dengan istri adikku."Seketika kedua mata Anna terbuka lebar. Dia segera melepaskan jabatan tangan mereka dan menunduk meminta maaf, "Maaf karena tidak mengenalimu, aku tidak tahu bahwa kau adalah kakak suamiku."Jason tertawa, "Hahaha ... tidak apa-apa. Jangan terlalu segan padaku. Aku hanya ingin menyapamu saja."Anna melihatnya ragu, dia tidak pernah melihat bagaimana anggota keluarga Shailendra. Bahkan wajah suaminya saja, dia belum pernah melihatnya.Anna memilih untuk tersenyum kemudian mengambil tas miliknya, "Maaf, aku tidak bisa berlama-lama menemanimu. Ada beberapa hal yang harus kulakukan." Anna mengangkat kedua tangan kemudian menggoyangkan tas itu di depannya, seperti sedang memberitahu Jason bahwa dia tidak berbohong hanya sekedar untuk menghindarinya.Jason menganggukkan kepala, "Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi." Jason tersenyum, tetapi senyuman itu terasa semakin membuat Anna tidak nyaman. Namun, tentu saja dia tidak bisa mengatakan secara gamblang. Jadi, hanya bisa menyimpannya saja seorang diri.Jason menoleh dan di saat itu Anna baru tersadar ada seorang pria lain yang berada di sana. pria itu membawa sebuah paper bag berwarna abu-abu dengan logo yang menampilkan sebuah merek brand ternama yang sangat terkenal. Jason mengambil paper bag tersebut lalu memberikannya pada Anna."Apa ini?" "Kau tidak berpikir aku akan datang dengan tangan kosong bukan?"Anna sangat tidak bisa menebak apa yang dipikirkan oleh kakak iparnya ini. Senyuman dan tatapan pria ini terlihat sangat tulus tetapi penuh dengan banyak makna. Setelah apa yang terjadi dengannya, dia bahkan tidak bisa mempercayai ibu yang sudah melahirkannya. Sekarang Jason datang, tentu dia tidak akan mudah percaya dengan segala bentuk kebaikannya."Terimalah, ini adalah hadiah pernikahanmu dariku. Maaf karena aku tidak bisa hadir di hari pernikahanmu." Jason menyodorkan paper bag itu, dia bahkan mengambil tangan Anna dan memberikan "paksa" paper bag itu padanya.Anna tidak bisa menolak, dia tersenyum canggung dan menunduk, sedikit mengintip isi dari paper bag itu. Namun, dia tidak bisa melihat apapun selain sebuah kotak berwarna hitam yang mungkin menjadi pembungkus isi di dalamnya.Anna kembali menatap Jason, meski dalam hatinya berat untuk menerima, tetapi dia berpikir setidaknya harus menghargai Jason yang sudah bersusah payah membelikannya hadiah pernikahan. Walaupun sebenarnya Anna juga yakin bahwa pria ini pasti menyuruh seseorang untuk membelikannya."Terima kasih atas hadiahnya.""Aku tidak tahu apa yang cocok denganmu, tapi setelah melihatmu secara langsung, aku semakin yakin bahwa aku tidak salah memilih," ucap Jason seakan bangga dengan pilihannya."Sekali lagi, terima kasih." Anna mengambil kembali tasnya.Jason melihat Anna yang seperti terburu-buru untuk pergi, "Baiklah, aku tidak akan menahanmu lagi."Jason memberikannya jalan, Anna sedikit menundukkan kepala sebelum akhirnya berjalan melewatinya. Ketika beberapa langkah, dia berbalik dan melihat Jason."Maaf karena di pertemuan pertama, tapi aku tidak menyiapkan apa-apa," ucap Anna. Jason adalah kakak dari suaminya, Anna berpikir dia tetap harus bersikap sopan. Setidaknya meminta maaf karena tidak menyambutnya dengan benar."Tidak, aku yang datang tanpa pemberitahuan. Lain kali, aku akan memperkenalkan diriku dengan benar di tempat yang pas," balasnya. Sesaat Anna terpaku dengan ucapan kakak iparnya itu, kemudian dia kembali menganggukkan kepala dan berbalik masuk menuju rumah. Dalam hatinya dia merasa aneh, pertemuan pertama dengan kakak ipar malah terjadi di garasi mobil suaminya, bahkan tanpa keberadaan suaminya. Lalu Jason berkata akan memperkenalkan diri dengan benar di tempat yang pas. Bukankah itu berarti akan ada sebuah acara atau mungkin makan malam sederhana dengan keluarga?Anna menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin ambil pusing, Anna segera melanjutkan aktivitasnya.Sementara itu Jason memandang punggung Anna yang perlahan menjauhinya. Senyuman di wajahnya semakin lebar, entah apa yang dipikirkan olehnya. Tiba-tiba suara seorang pria terdengar di telinganya."Untuk apa kau datang ke sini?"BERSAMBUNG~~
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi